
PWMU – Agar dapat berpikir matematis, anak memerlukan eksplorasi, manipulasi, serta memahami bahan-bahan konkrit sebelum berpindah kepada sesuatu yang abstrak.
Hal itu disampaikan Choirun Nisak Aulina MPd dalam Pelatihan Kurikulum PAUD 2013 yang diadakan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) di Aula Gedung Graha Wiyata Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jalan Ketintang Wiyata Nomor 15 Surabaya, Jumat (5/7/19) malam.
Lina—sapaan Choirun Nisak Aulina—mengatakan, tugas guru PAUD adalah membelajarkan anak berdasarkan konsep matematika yang benar. “Ini penting untuk menghindari ketakutan matematika sejak awal. Karena itu, guru harus membantu anak belajar matematika secara alami melalui kegiatan bermain,” jelasnya.
Dosen Pendidikan Guru PAUD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) itu memaparkan, konsep matematika untuk anak usia dini meliputi bilangan, aljabar, klasifikasi, pola-pola, geometri, pengukuran, serta analisis data dan probabilitas. “Dalam konsep bilangan meliputi mencocokkan atau korespondensi 1-1, menjumlah, membandingkan, dan simbol angka,” ujarnya.
Di hadapan 80 guru PAUD, Lina menyarankan menggunakan benda-benda yang dekat dengan anak untuk mengajarkan pola-pola. “Misalnya ranting, daun, atau benda lain yang dekat dengan lingkungan anak,” kata dia mencontohkan.
Perempuan kelahiran Sidoarjo, 14 Maret 1984 itu menjelaskan anak PAUD belajar pengukuran dari berbagai kegiatan yang membutuhkan kreativitas. “Tahap awal, anak tidak menggunakan alat. Tetapi mengenalkan konsep lebih panjang, lebih pendek, lebih ringan, lebih cepat, dan lebih lambat,” jelasnya. Pada tahap berikutnya, kata Lina, anak diajak menggunakan alat ukur bukan standar seperti pita, sepatu, dan sebagainya.
Ia juga membahas beberapa kesalahan yang sering terjadi dalam pembelajaran matematika di PAUD. “Misal penyebutan angka 0, mestinya ‘nol’ bukan ‘kosong’. Penyebutan nama bangun datar ‘lingkaran’ bukan ‘bulat’. Selain itu masih ada yang menggunakan konsep abstrak,” jelasnya.

Di akhir pemaparan materinya, ia meminta peserta membentuk kelompok beranggotakan 10 orang dan berdiskusi membuat program stimulasi perkembangan kognitif (matematika). “Lalu siapkan untuk bermain peran, satu jadi guru, yang lain jadi siswa,” ujarnya.
Usai semua kelompok menampilkan kreasinya, Lina memberikan beberapa catatan penting hasil evaluasi tugas bermain peran. “Buat matematika semenarik mungkin. Jangan katakan belajar, tapi katakan ayo bermain. Ingat, sesuaikan lagi target kita,” jelasnya.
Ia menegaskan, PR kita sebenarnya adalah ‘mau bermain apa’ dengan enam aspek perkembangan. “Karena sejatinya di PAUD tidak ada pelajaran,” tegasnya. (Vita)
Discussion about this post