
PWMU.CO-Di era 4.0, penggunaan media pembelajaran yang kreatif makin diperlukan. Karena itu di setiap awal tahun ajaran baru SD Muhammadiyah 4 Pucang-Surabaya (SD Mudipat) menyelenggarakan the 4th ACCES (Academic Enlightening Session). Tujuannya agar pembelajaran semakin menarik dan menyenangkan.
Dengan tema Creative Learning with a Technology Media Approach, ACCES kali mendatangkan pakar teknologi media Isa Iskandar, Senin (8/9/19). Dia memaparkan bagaimana mengembangkan media yang kreatif, mudah, dan menyenangkan.
Menurut dia, pembelajaran di kelas itu tidak usah lama-lama. Cukup dua hari. ”Ibaratnya, kurikulum di Indonesia itu masih seperti obat generik. Padahal jika kita berobat, tentu lebih suka obat yang spesialis,” ujar Isa yang juga menjabat kepala SMA Muhammadiyah 10 GKB Gresik (SMAMIO).
Kurikulum dari Sabang sampai Merauke didesain sama, sambung dia, padahal kebutuhan masing-masing daerah tentulah berbeda. Karena itu menurutnya, merekayasa kurikulum yang mudah, fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan sangat diperlukan.
Ia kemudian mencontohkan pelajaran IPS tentang peta buta. ”Betapa sulitnya anak-anak SD diajari peta buta. Dari kecil sudah diajari begitu, sudah besar nanti jadi buta peta beneran,” selorohnya.
Ia menyarankan peta buta diganti dengan peta ekonomi. Yaitu dengan mengajak siswa berandai-andai di sekitar kawasan Pucang ini cocok jualan apa saja?
”Sudah pasti itu lebih menyenangkan. Akan ada yang menjawab pulsa, bakso, mainan, buku atau yang lainya. Pasti juga akan muncul berbagai ide yang terkadang tidak pernah tebersit di pikiran kita,” ungkapnya.
Selain itu, ia juga mengajarkan bagaimana membuat media dengan bantuan internet. Langsung ia memandu para guru praktik. Meskipun sampai workshop usai praktik ini belum terselesaikan. Karena itu dibentuklah delapan kelompok untuk membuat media yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu.
Para guru sangat antusias sekali, hingga tak terasa tiga jam setengah mengikuti workshop ini. ”Seru dan mudah. Kalau lagi ikut workshop gini kelihatan gampang, tapi praktiknya di lapangan berbeda,” ujar Zainal Ibad, guru Bahasa Arab, Al Islam, dan Kemuhammadiyahan. (Azizah)
Discussion about this post