PWMU.CO – Pembelajaran IPA berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, dan Mathematic) memuat dua aspek utama yaitu scientific approach dan engineering desain process (EDP).
Pernyataan ini disampaikan oleh Noeraida SSi MPd pada kegiatan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Pembelajaran IPA berbasis STEM yang Terintegrasi dalam Kurikulum 2013, di Hotel Sanyrosa Bandung, selama tujuh hari (8-14/7/19).
Dia mengetakan, scientific approach (pendekatan sains) telah diimplementasikan sejak diluncurkan Kurikulum 2013 oleh pemerintah. Semua mata pelajaran dituntut bisa mengimplementasikan lima tahapan proses sains yang meliputi mengemukakan pertanyaan atau melakukan pengamatan, menyusun hipotesis, melakukan ekaperiman atau uji coba dan mengemukakan hasil atau kesimpulan.
Namun, menurut Noer, sapaannya, dalam menjawab tantangan kehidupan di abad 21 dan perkembangan teknologi yang semakin mudah dan meluas ini, guru sangat perlu memobilisasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STEM. “Di mana siswa diberikan pengalaman belajar untuk mengintegrasikan empat muatan materi sekaligus yaitu sains, teknologi, enjinering dan matematika dalam pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA,” terangnya.
Teknologi saat ini, sambungnya, dekat banget dengan kehidupan siswa, kiranya perlu siswa memperoleh pengalaman belajar yang dapat memberikan solusi yang riil terhadap permasalahan kehidupan nyata siswa dengan mendasarkan pada eksplorasi pengetahuan, mengkonstruk solusinya sekaligus optimalisasi teknologinya.
Pada akhirnya, menurut Widyaiswarara P4TK IPA Jawa Barat ini, keterampilan proses sains dan keterampilan desain produk enjinering ini penting untuk membekali kehidupan siswa sebelum masuk dalam jenjang dunia kerja nantinya.
“Jiwa sainstis sekaligus enjiner inilah yang bisa dijadikan bekal siswa dengan hadirnya tantangan kehidupan di abad 21 ini,” katanya saat memberikan materi ke-8, Kamis (11/7/19).
Pada kegiatan yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) IPA Jawa Barat, Noer menyampaikan enam langkah EDP pembelajaran berbasis STEM, yaitu:
Pertama, define the problem (identifikasi masalah). Guru dapat menstimulasi siswa dengan kondisi nyata terkait muatan materi. Lalu siswa diminta mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan dan tantangan yang diberikan.
Kedua, plan solution (perencanaan pemecahan masalah). Pada tahap ini siswa secara berkolaboratif berdiskusi atau melakukan studi referensi untuk menemukan solusi atau menemukan gagasan atau ide baru. Dari penilaian Noer, dengan menggunakan pendekatan STEM, siswa terlatih menjadi seorang problem solver sekaligus inovator dalam pemecahan masalah diri, lingkungan dan bangsa.
“Belajar dengan STEM, maka seorang insiyir berpikir untuk menyelesaikan masalah dengan sains, dan sebaliknya,” jelasnya.
Make a model (menyusun rancangan) dan test a model (menguji coba rangcangan) menjadi langkah ke empat dan ke lima dalam EDP. Pada tahap ini siswa akan memodelkan solusi dalam bentuk rancangan yang kongkrit serta memiliki kemampuan dalam berkolaborasi tim dan berkomunikasi terkait konsep terkait.
Juga soal material yang dibutuhkan serta memastikan desain yang dibuat mampu menjawab permasalahan. Selanjutnya siswa diminta menguji desain yang dibuat. Pada tahap ini siswa akan lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis, (critical thinking), kreatif (creativity), dan kerja tim (team collaboratif).
“Pembelajaran STEM ini akan berproses di mana siswa sebagai seorang enjiner akan semakin diperkuat oleh jiwa saintis dengan penyajian dan interpretasi datanya,” ungkapnya.
Tahapan kelima, reflect and redesain (releksi dan mendesain ulang). Bila mengalami sebuah kegagalan maka siswa diberi kesempatan yang luas untuk sharing dan mempertahankan argumentasinya dan secara kritis menilai sesuatu. Selanjutnya, Noer menyampaikan siswa akan kembali berproses untuk menemukan gagasan barunya dan mendesain ulang modelnya.
Kepada 31 peserta kelas IPA dari berbagai daerah di Indonesia ini, Noer berpesan agar guru mengidentifikasi kompetensi dasar (KD) yang dapat diimplementasikan dengan pendekatan STEM dan tidak memaksakan diri dalam mengembangkan di sekolah.
“Tidak harus dipaksakan, pilih KD yang bisa diproses dengan STEM. Ajak siswa semakin paham persoalan nyata yang ada dan menyadari potensi sumber daya alam di sekelilingnya,” tuturnya. (Anis Shofatun)