PWMU.CO – Guru Besar FISIP Universitas Airlangga Surabaya Prof Dr H Henry Subiakto MA punya definisi sederhana tentang Islam Nusantara. Menurutnya, selama masih pakai peci, sarung, dan batik, serta masih mengadakan acara halal bi halal, maka bisa disebut Islam Nusantara.
“Muhammadiyah yang disebut Islam Berkemajuan sebenarnya sudah Islam Nusantara, selama masih pakai peci ya Nusantara. Kalau Muhammadiyah pakai halal bI halal ya Nusantara. Karena di Arab Saudi gak ada halal bi halal,” ucapnya dalam acara Temu Pengelola Website Keislaman – Penguatan Narasi Kebangsaan di Era Digital, di Hotel Orchadz, Jalan Raya Industri No 8 Jakarta, Kamis (11/7/19).
Menurut Henry, sebenarnya Islam Nusantara itu Islam yang syariahnya sama, haditsnya sama, akidahnya sama. “Yang beda cuman cara pelaksanaan sesuai dengan kultur di Indonesia. Pakai sarung, peci. Shalat pakai batik, gak pakai gamis,” ujarnya.
Cuman, sambungnya, seakan-akan Islam Nusantara hanya identik dengan NU. Kalau Muhammadiyah itu kan Islam Berkemajuan. “(Tapi) Emangnya di Arab Saudi bukan Islam Berkemajuan? Berkemajuan juga. Atau di NU tidak maju?” katanya.
Henry mencontohkan, dalam hal pakaian prinsipnya menutup aurat. Soal model atau warna itu bisa mengikuti budaya lokal. Jadi tidak harus berwarna hitam seperti mayoritas pakaian wanita di Arab Saudi atau putih bagi lelakinya.
Staf Ahli Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI) itu hadir menjadi pembicara dalam kegiatan yang digelar oleh empat pengelola situs keislaman: Santrionline, Harakatuna, Bincang Syariah, dan Harakah Islamiyah.
Pria asli Yogyakarta itu menekankan pentingnya kelompok Islam Nusantara menyebarkan narasi kebangsaan untuk menghadapi narasi-narasi lain yang dikembangkan oleh kelompok Islam transnasional, seperti Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, atau Salafy.
“Saya senang ada media-media online yang narasinya Islam Kebangsaan. Memang itu sangat dibutuhkan. Kominfo akan mendukung,” ujarnya. (MN)
Discussion about this post