PWMU.CO –Pendekar Tapak Suci dari Jawa Timur Jam’iyatul Khoir ST KUa mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (12/8/2019).
Dalam dakwaan jaksa, Jam’iyatul Khoir dari Tapak Suci Kota Malang ini dituduh sebagai dalang kerusuhan di depan Sarinah Jakarta saat terjadi kerusuhan demonstrasi pada 21 Mei 2019. Jamiatul Khoir didampingi tim penasihat hukum dari PP Muhammadiyah dipimpin Taufik Nugroho SH.
Juru bicara tim hukum Jamil Burhanuddin mengatakan, dakwaan jaksa terhadap Jamitul Khoir ngawur tidak sesuai fakta. ”Dia dituduh dalang padahal dia ditangkap di dalam gedung Sarinah, tidak ikut demonstrasi,” ujarnya dihubungi Jumat (16/8/2019).
Dia menjelaskan, Jam’iyatul Khoir datang ke Jakarta berdasarkan tugas dari Pimpinan Wilayah Tapak Suci Jawa Timur untuk menjaga aset dan tokoh Muhammadiyah sesuai edaran Pimpinan Pusat. Dia ikut tim yang mengawal Pak Amien Rais.
”Jadi bagaimana bisa dituduh sebagai dalang kerusuhan dan membuat kerusakan,” tandasnya. ”Karena fakta lapangan dan dakwaan jaksa yang tidak sesuai, kami mengajukan keberatan atau eksepsi dan meminta hakim membatalkan dakwaan itu demi kepastian hukum dan keadilan,” sambungnya.
Jamil menerangkan, eksepsi yang diajukan memuat enam pokok substansi. Intinya pertama, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Jami’yatul Khoir kabur atau obscuur libel. ”Karena tidak sesuai antara hasil pemeriksaan penyidikan tersangka dengan surat dakwaan,” tuturnya.
Kedua, surat dakwaan JPU membingungkan, karena tidak memberikan kejelasan tentang unsur secara bersama-sama, sebagaimana uraian dakwaan kesatu paragraf tiga maupun dakwaan kedua paragraf dua.
”Dakwaan JPU tidak menggunakan pasal 55 ayat (1) KUHP. Hal ini merugikan kepentingan pembelaan terdakwa, karena terdakwa tidak mengetahui secara persis apa sebenarnya yang ingin didakwakan JPU,” ujarnya.
Ketiga, dakwaan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena JPU salah dalam menerapkan ketentuan hukum dalam perkara a quo.
Keempat, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo, karena perbuatan terdakwa Jam’iyatul Khoir bukan tindak pidana.
Kelima, dakwaan JPU harus dinyatakan batal karena obscuur libele atau kabur. Karena JPU dalam merumuskan dakwaan kesatu, dakwaan kedua dan dakwaan ketiga, dengan pengulangan/uraian perbuatan yang sama. ”Padahal unsur-unsur tindak pidana terutama dakwaan kesatu dengan dakwaan kedua dan ketiga berbeda,” kata dia menerangkan.
”Keenam, proses hukum terhadap terdakwa yang melahirkan surat dakwaan diduga mengalami cacat yurudis sehingga dakwaan JPU harus dinyatakan tidak dapat diterima,” tegasnya.
Berdasarkan uraian keberatan ini, Penasihat Hukum meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan memutus perkara a quo untuk memberikan putusan menyatakan menerima keberatan (eksepsi) seluruhnya.
”Meminta Majelis Hakim menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara ini dan perkara aquo tidak diperiksa lebih lanjut serta surat dakwaan penuntut umum dinyatakan batal demi hukum atau harus dibatalkan atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,” ujarnya. (*)
Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post