PWMU.CO – Sebagai salah satu Majelis yang fungsinya membantu pimpinan, Majelis Tarjih dan Tajdid mempunyai peran strategis bagi Muhammadiyah. Majelis ini dapat dikatakan sebagai “think-thank”-nya Persyarikatan. Karena itu, Manhaj Tarjih dan Tajdid harus digalakkan di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah.
Hingga saat ini, ketarjihan dalam Persyarikatan belum tersampaikan secara merata ke suluruh warga. Akibatnya, banyak warga Muhammadiyah yang belum tahu dan memahami produk-produk ketarjihan yang telah diputuskan Persyarikatan. Hal ini menjadi keperihatinan bersama karena akan menyebabkan perbedaaan amaliyah di kalangan warga Persyarikatan.
(Baca: Dakwah Itu Harus Padukan Pemikiran dan Tindakan Nyata dan Berorganisasi Itu Kadang Harus Dipaksa sehingga Jadi Terbiasa)
Dalam Kajian Ramadhan 1437 H Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Malang, Ahad (19/6), Moh Nurhakim menyampaikan keprihatinan tersebut. “Sebagai Ketua Majelis dan Tajdid PWM Jatim, saya mempunyai tanggungjawab untuk menggerakkan ketarjihan agar sampai ke masyarakat bawah Muhammadiyah,” ujarnya. Pada kesempatan tersebut, Nurhakim menyampaikan bagaimana proses pembuatan dan sosialisasi produk-produk tarjih yang agak rumit.
Di samping banyak perspektif yang muncul, juga perlu kehati-hatian dalam memutuskan. Karena produk yang telah diputuskan menyangkut urusan yang berkaitan dengan hajat orang banyak. Bagitu juga, banyaknya persoalan-persoalan hukum yang muncul dalam masyarakat, bagi Nurhakim, hendaknya ditunjang juga oleh banyaknya ulama yang ahli.
(Baca juga: Agenda Penting yang Harus Dilakukan Majelis Tarjih dan Tajdid 5 Tahun ke Depan dan Tajamkan Tarjih Lewat Raker)
Nurhakim menjelaskan bahwa tarjih tidak hanya masalah fikih, tapi juga masalah-masalah sosial politik, ekonomi, budaya, saintek, HAM, dan keadilan sosial. Majelis ini juga harus turut memikirkan pokok-pokok pikirannya. Sehingga produk-produk yang dihasilkan dapat sejalan dengan nilai-nilai Islam. Ini salah satu konsekuensi dari nomenklatur baru yaitu Manhaj Tajdid. Apalagi Muhammadiyah sudah mengumandangkan tentang “Jihad Konstitusi”.
Nurhakim mengatakan, dalam menjawab perkembangan hidup yang dinamis ini, Majelis Tarjih dan Tajdid selalu aktif dan responsif. Oleh karena itu, di Muhammadiyah ada prinsip-prinsip tajdid, di antaranya, pertama, al-Mura’ah yaitu kenservasi atau melestarikan akan nilai-nilai atau ajaran yang telah ada. Dalam Muhammadiyah, upaya ini dapat disebut sebagai purifikasi.
(Baca juga: Tokoh Tarjih Itu Telah Berpulang)
Kedua, al-Tahdits yaitu perlu adanya inovasi dalam pemahaman agama. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan ajaran Islam yang terkait dengan muamalah. “Karena dalam muamalah sifatnya dinamis, sehingga diperlukan inovasi,” kata Nurhakim. Dalam prinsip ini terkandung juga konsep-konsep seperti; reaktualisasi, reinterpretasi, dan revitalisasi.
Ketiga, al-Ibtikari yaitu upaya kreatif untuk menciptakan rumusan-rumusan baru dengan cara melihat dari luar. Hal ini sebagai bagian dari perkembangan zaman. “Tentunya konsep ini hanya berlaku pada wilayah muamalah,” kata Nurhakim mengakhiri materinya. (Haeri)