
PWMU.CO – Tantangan dakwah Muhammadiyah semakin hari semakin hebat. Terutama dalam menghadapi arus informasi yang begitu deras. Sebab dalam derasnya arus informasi itu, ada pihak-pihak yang sengaja berusaha memutarbalikkan fakta tentang Muhammadiyah.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Syafiq Mughni MA dalam Kajian Ramadhan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan di Kampus STIKES Muhammadiyah, Ahad (19/6) sore.
(Baca: Pengamat Politik Chusnul Mar’iyah: Muhammadiyah Jangan Alergi Politik dan Nonmuslim pun Berterima Kasih pada Muhammadiyah)
Syafiq memberi dua contoh tentang upaya pemutarbalikan fakta tersebut. “Pada saat Pak Amin ceramah tentang keutamaan tahlil, ternyata oleh pihak lain diplintir bahwa Muhammadiyah sudah mengijinkan tahlilan,” katanya. Contoh lainnya, kata pria kelahiran Paciran Lamongan ini, adalah beredarnya buku Muhammadiyah itu adalah NU, yang isinya bertentangan dengan pemahaman Muhammadiyah.
Oleh karena itu Syafiq mengajak para kader Muhammadiyah tetap waspada dan tidak terpancing oleh hal itu. Ketua PWM Jawa Timur 2005-2010 ini yakin bahwa kader-kader Muhammadiyah yang berkualitas dan punya militansi yang tinggi tidak akan mudah diprovokasi.
(Baca: Kenapa Umat Islam Indonesia Tak Semuanya Muhammadiyah? Ternyata Inilah Penyebabnya dan Di Turki, Subuh pun Serasa Jumatan)
Berkaitan dengan banyaknya aliran dalam Islam di Indonesia, Syafiq mengatakan bahwa sejatinya Islam itu satu. Tetapi Islam menurut pemahaman umat Islam menjadi bermacam-macam. Menurut Syafiq, ada dua kutub besar Islam di Indonesia.
Pertama, Islam “import” dari Timur Tengah, yang mengedepankan pemahaman secara harfiah (tekstual). Dalam kelompok ini tidak dikenal adanya takwil, memahami sebuah ayat yang dikaitkan dengan asbabun nuzul (penyebab turun ayat) dan memahami pesan moral sebuah ayat. “Dan tidak jarang mereka membawa pemahaman radikalis,” ujarnya. Yang kedua, kata Syafiq, Islam Nusantara, yang akomodatif terhadap tradisi lokal.
(Baca: Akankah Muhammadiyah Jadi Sisifus? dan Etika Ber-Medsos Umat Islam Masih Mengkhawatirkan)
“Muhammadiyah berdiri di antara dua kelompok itu,” katanya. Muhammadiyah, kata Syafiq, mengusung paham Islam berkemajuan atau Islam progresif. “Terhadap budaya lokal, Muhammadiyah tidak alergi dan akan menerima selama tidak berbau tahayul, syirik, khurafat, dan bid’ah,”
“Saya bersyukur bahwa Muhammadiyah sudah mulai mampu mengadaptsikan diri dan menguasai terhadap peta dakwah,” ujar Syafiq sambil berpesan kepada para mubaligh Muhammadiyah hendaknya memahami dan membekali diri. “Dan ingat semnagat ijtihad menjadi ciri dari Islam berkemajuan.”
(Baca: Ketika Imam Masjid Muhammadiyah Membaca Qunut dan Kakak-Adik Anak Penjual Timba Keliling, Pimpin Muhammadiyah-Aisyiyah)
Pada bagian lain, Syafiq mengingatkan bahwa bangsa ini masih dipenuhi oleh berbagai kepentingan, tanpa mengedepankan profesionalitas dan akhlak. “Muhammadiyah tidak boleh larut di dalamnya,” pesan Syafiq yang juga mengintakan bahwa tujuan akhir yang hendak dicapai dalam masalah kenegaraan dan kebangsaan adalah terwujudnya baldatun thayyibatun warabbun ghafuur. (Mohamad Su’ud)