PWMU.CO – Pagelaran seni teater Extra (Pasaxy) SMA Muhammadiyah 1 (Smamsatu) Gresik berlangsung apik penuh inspirasi, Sabtu (24/8/19).
Memasuki lobi yang tertutup tirai hitam dengan properti ban bekas, tong, dan sepeda motor tahun 70-an, penonton dipersilakan menaiki tangga menuju lantai 4, tempat pagelaran Pasaxy. Hanya dengan tiket Rp 15 ribu, sudah bisa menonton sekaligus menyumbang pembangunan gedung baru Smamsatu di Randuagung, Gresik.
Acara ini dihadiri 250 orang yang terdiri dari sejumlah siswa dan guru. Hadir juga Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jatim Dodik Priyambada, Kepala Smamsatu Ainul Muttaqin, budayawan Gresik Amang Gonggong, dan pemerhati teater.
Lakon Graffito dengan tokoh utama Limbo dan Ayesha berhasil dimainkan secara apik berkat penjiwaan total para pemain dan dukungan properti yang memadai seperti pencahayaan dan mural.
Naskah karya Akhudiyat itu menceritakan dua kekasih beda agama—Limbo Katholik dan Ayesha Islam—yang hendak mengikatkan diri dalam sebuah perkawinan. Kedua orangtuanya tidak merestuinya.
Limbo dan Ayesha, dibantu dua temannya, akhirnya menemui pemuka agama untuk meminta restu. Orang pertama yang ditemui adalah seorang Kiai. Tapi sang kiai—sesuai ajaran Islam—tidak merestui pernikahan beda agama ini.
Orang kedua yang ditemui adalah pastur. Namun sang pastur pun tak merestuinya. Akhirnya, kepada seorang dukun, kedua anak muda itu meminta restu.
Dewi Musdalifah, guru Smamsatu pembina Teater Extra menjelaskan, cerita di atas diangkat dari realitas yang ada di lapangan. “Kami angkat untuk mengingatkan bahwa tugas kita, orangtua, pendidik, dan pemuka Islam untuk membimbing dan menguatkan akidah generasi muda agar tidak melenceng dari Alquran dan Alhadits,” ujarnya pada PWMU.CO, Selasa (27/8/19).
Sementara itu Dodik Priyambada menangkap bahwa pesan agama kepada anak-anak muda harus disampaikan dengan bil hikmah (dengan bijaksana). “Pendekatan represif dan one way (pokoke) akan membuat mereka lari dan mencari solusi liar dan sesat,” ujarnya.
Agama bisa difigurkan kiai atau ustaz dan pastur. Dalam lakon Graffito, kata Dodik, mereka menasihati tetapi tidak bisa mengambil hati kedua remaja itu. Karena tidak diposisikan sebagai subjek mereka mengambil cara sendiri yang disimbolkan dukun.
“Kaidah agama itu kebenaran mutlak, tetapi penyampaiannya, khususnya kepada segmen anak muda, harus bil hikmah, bukan otoriter,” ungkapnya pada PWMU.CO, Rabu (28/8/19).
Namun Dodik punya saran agar naskah cerita dibuat lebih soft sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa Graffito mendukung nikah beda agama. Rencananya lakon itu akan dimainkan lagi di Taman Budaya Surabaya Jumat (30/8/19) karena terpilih sebagai peserta Parade Teater 2019.
Takut perankan pastur
Annisya Fauzia Aini kelas XI IBBu yang memerankan teman Ayesha menuturkan, “Saya dan teman-teman senang sekali dan bangga. Karena pagelaran Teater Ekstra kali ini mendapat antusiasme dari penonton.”
Kami tidak menyangka, lanjutnya, Kepala Smamsatu dan Ketua Majlis Dikdasmen PDM Gresik bisa duduk bareng dengan biarawati Gereja Santa Maria Gresik.
Pemeran pastur, Fathan Luthfan Syah, siswa kelas XI MIPA 3, menceritakan, “Saya sempat takut memerankan pastur. Apalagi ketika menghafal dialognya ada ayat injilnya. Apalagi ketika Pak Ainul ikut nonton. Saya jadi grogi.”
Raditya Devani Ardhiansyah siswa kelas XII MIPA 4, mengatakan, “Kitab Injil dan salibnya pinjam Gereja Santa Maria. Alhamdulillah. Mereka juga pingin lihat.”
Pembina teater Ekstra M Irfan senang dan tidak menyangka karena ternyata tidak hanya warga Smamsatu yang antusias nonton. “Tetapi dari luar juga antusias,” ucapnya bangga.
Kepala SMA Muhammadiyah 1 Gresik, Ainul Muttaqin SP MPd, berpesan, “Jadikan seni sebagai alat dakwah Islam. Sehingga dakwah lebih efektif dan mudah diterima,” ujarnya.
Selain itu, sambungnya, melalui seni peran teater, diharapkan bisa mencari dan menciptakan lakon-lakon positif sehingga membawa manfaat bagi yang melihat khususnya bagi yang melakukan peran itu.
Kontributor Estu Rahayu. Editor Mohammad Nurfatoni.