PWMU.CO-Aisyiyah terus mengembangkan sayap dakwah. Salah satunya adalah bidang kesehatan pemberantasan tuberkolusis (TB). Membentuk TB-Care.
Ini program kemitraan dengan Global Fund sejak 2009. Pelaksanaannya di Jatim bersama Dinkes Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
Demikian disampaikan Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jatim Dra Hj Siti Dalilah Candrawati MAg saat sambutan Milad Aisyiyah ke-105 yang digelar PDA Situbondo di Desa Awar-awar Kecamatan Asembagus, Ahad (8/9/19).
Dia menegaskan, Aisyiyah TB Care bekerja untuk semua masyarakat. Tidak melihat dan memandang siapa yang sakit. Bekerja sama dengan kader lintas organisasi dan lintas agama. Sebab penyakit TBC ini adalah urusan kemanusiaan.
”Tidak bisa dipisah-pisah atau disekat. Kalau ada orang sakit TBC, ditanya apa punya kartu anggota Muhammadiyah? Tidak bisa dan tidak boleh itu. Harus segera ditolong,” tuturnya.
Kalau belusukan ke kampung menemukan orang diduga mengidap TBC, sambung dia, diajak ke Puskesmas atau rumah sakit AUM diperiksa dahaknya ternyata positif TBC, maka harus disiapkan bagaimana pengobatannya.
”Kader Aisyiyah ikut mendampingi pengobatan enam bulan berturut-turut tidak boleh drop out atau berhenti minum obat supaya sembuh total,” terangnya. Di Situbondo jumlah kader TB Care Aisyiyah ada 54 orang.
Pada saat TB-Day, Peringatan Hari TB Sedunia tahun 2017, PW Aisyiyah Jatim sanggup menghadirkan 1.500 kader se Jatim.
”Itu bukan hanya dari keluarga Muhammadiyah, ini kader atau motivatornya Aisyiyah TB Care. Mereka ini yang menjadi pendamping minum obat. Ini adalah dakwah, mengajak untuk sembuh. Dakwah yang sangat kontemporer dan sangat aktual sesuai dengan kebutuhan zaman,” tandas Bu Candra, panggilan akrabnya.
Menurut Bu Candra, karena orang berpenyakit TB minum obat selama enam bulan itu membosankan. Harus dimotivasi, didatangi ke rumahnya, ditunggui bagaiman minum obatnya, sudah berapa kali minum. Ini butuh kesabaran yang luar biasa,” jelasnya.
Dia juga mengingatkan peran Aisyiyah dalam pemberantasan buta huruf sudah dilakukan sejak tahun 1923 hingga sekarang aktif di program Keaksaraan Fungsional (KF) kerja sama dengan Dinas Pendidikan.
Dijelaskan, kader putri diajak terus berjuang di masyarakat. Karena masyarakat tidak hanya laki-laki, ada perempuan dan anak-anak. Siapa yang akan mengurusnya. Maka perempuan harus dipintarkan dicerdaskan, tidak hanya baca tulis huruf Arab tapi juga huruf latin.
”Karena di situ juga ada pengajaran agama. Pengajian digerakkan supaya menjadi perempuan yang cerdas yang mempunyai kapasitas keagamaan, keilmuan dan wawasan yang luas. Ini bekal untuk membangun umat dan bangsa,” terangnya.
Pada tahun 1928, sambung Candra, saat Kongres Wanita pertama kali, Aisyiyah turut andil menjadi pembicara. Saat itu belum zamannya berkerudung tetapi Aisyiyah sudah tampil berbusana muslimah. Ini menggambarkan Aisyiyah harus tampil turut membangun masyarkat.
Kita harus menyadari bahwa Indonesia dan Situbondo sebagai kabupaten yang maju masyarakatnya heterogen. Terdiri dari berbagai macam organisasi, suku, agama, pekerjaan dan lainnya. Maka marilah kita menjalin kebersamaan.
”Marilah menjadi bangsa yang berkualitas. Perjuangan Aisyiyah Situbondo masih panjang ibu-ibu. Belum ada kabar kiamat datang. Sehingga kita harus terus mengembangkan dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid bersama Muhammadiyah,” ajaknya.
Aisyiyah, tambah dia, sudah menunjukkan bukti nyata gerakannya, bukan sekadar organisasi papan nama tetapi wujudnya nyata.
Acara dilanjutkan dengan penyerahan bantuan dari PDA untuk pembangunan Aisyiyah Training Center sebesar Rp10 juta. Kemudian peresmian penggunaan gedung baru Kelompok Bermain (KB) Az-Zaitun dan TK ABA 3 Asembagus dengan pengguntingan pita oleh Ketua PWA Jatim dan Ketua PDA Situbondo. (*)
Penulis Sugiran Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post