
PWMU.CO-Dai khusus Muhammadiyah diminta bisa mewarisi perjuangan KH Ahmad Dahlan untuk didakwahkan sekarang ini. Dua warisan itu, pertama, Alquran-hadits bisa dibumikan. Kedua, menjadi orang yang rela berkorban.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Drs H Nur Cholis Huda MSi saat mengisi Bimbingan Teknis Dai Komunitas Lembaga Dakwah Khusus (LDK) di Gedung SMA Muhammadiyah 1 Kota Blitar, Ahad (8/9/2019).
Nur Cholis menjelaskan, contoh membumikan Alquran itu seperti kisah Kiai Dahlan dengan murid-muridnya yang belajar surat Al Maun. Berbulan-bulan surat ini diajarkan sampai para muridnya bosan dan protes, karena masih banyak surat-surat lain yang belum diajarkan.
”Kiai Dahlan menjelaskan, yang penting itu melaksanakan isi pesan surat itu dalam kehidupan sehari-hari,” cerita Nur Cholis.
Besoknya saat mengaji lagi, sambung dia, Kiai Dahlan mengajak santrinya membawa apa saja yang bisa diberikan kepada orang miskin di Kota Yogyakarta.
”Belajar surat Al Maun adalah belajar menyantuni orang miskin, pengemis, atau gelandangan dan orang-orang yang lemah. Inilah yang namanya membumikan Alquran. Jadi bukan sekadar teori tapi langsung praktik,” tuturnya.
Menurut dia, LDK ini termasuk lahan yang tidak subur. Mengurusi pelacur, anak punk, anak jalanan. Dai khusus tidak dapat apa-apa. ”Dakwah di LDK lahannya kering yang tidak mudah ditanami tapi pahalanya sangat besar. Di LDK tidak ada seger-segernya. Tekor malah iya,” ujar pria asal Gresik ini yang disambut tawa para peserta.
Warisan kedua adalah menjadi orang yang rela berkorban. ”Bukan mencari korban,” selorohnya. Dijelaskan, Kiai Dahlan selama hidupnya sering berkorban. Contohnya saat waktunya menggaji guru-guru, pas tidak punya uang.
Gak pikir lama, Kiai Dahlan langsung menjual lemari, meja, kursi dan peralatan rumah tangga kepada para tetangganya. ”Masih banyak lagi contoh-contoh pengorbanan Kiai Dahlan. Saya ini ngomong di depan para perwira jadi cukup memberi materi seperempatnya saja pasti sudah paham,” ujarnya.
Dia bersyukur warisan Muhammadiyah ini terus dijalankan sampai sekarang. Mau mendirikan Ranting syaratnya harus punya amal usaha. Maka urunan membangun masjid. ”Bahkan sampai menyekolahkan sertifikat tanahnya ke bank. Semua berkorban, terus kalau sudah jadi semua atas nama Pimpinan Pusat Muhammadiyah bukan pribadi. Inilah pengorbanan itu, makanya masuk Muhammadiyah pasti dapat masalah. Menjadi dai khusus akan banyak menemukan masalah, ngajak anak jalanan ngaji tidak gampang itu. Perlu berkorban,” tandasnya.
Karenanya, sambung dia, ber-Muhammadiyah itu harus gembira. Seperti saat ini, dia merasa senang dan gembira. Pertama, gembira karena pesertanya penuh sampai-sampai panitianya harus menyediakan kursi lagi.
Kedua, peserta wanitanya paling banyak dari Bimtek sebelumnya. Menjadi dai khusus harus gembira. Dengan gembira akan bisa mencerahkan dan membahagiakan orang lain. (*)
Penulis M. Khoirul A Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post