PWMU.CO – Ma’had Umar bin Al Khattab (MUBK) Surabaya menggelar Kuliah Umum bersama Syaikh Muhammad Thayyib Khoory founder Asian Muslim Charity Foundation (AMCF), Kamis (19/9/19).
“Selamat datang buat mahasiswa baru baik banin (pria) maupun banat (wanita) di Ma’had Umar bin Al Khattab. Alhamdulillah jumlahnya banyak. Terima kasih untuk bergabung dalam belajar bahasa Arab dan keislaman,” ucapnya.
Khoory mengungkapkan ada beberapa perubahan administrasi MUBK Surabaya setelah ikut Universitas Muhammadiyah Surabaya. Sebelumnya, MUBK di bawah naungan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
“Dan yang ma’had yang di Sidoarjo akan dijadikan ma’had baru di bawah naungan Muhammadiyah dan AMCF Yayasan Muslim Asia. Namun belum bisa menentukan namanya. Sehingga di Jawa Timur ada tiga ma’had: di Surabaya, Malang, dan Sidoarjo,” ujarnya.
AMCF bekerja sama dengan Muhammadiyah dalam program pendidikan bahasa Arab, tahfidh, dan keislaman. Saat ini ada sekitar 9.700 mahasiswa di seluruh Indonesia. Khoory bersyukur ada beberapa alumni yang mengajar. “Bahkan sampai ada yang jadi mudir (pimpinan) ma’had,” ujarnya.
Pembina AMCF Jawa Timur yang juga Ketua Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren (LP3) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim Abdul Basith MA menjelaskan MUBK pernah menjadi ma’had terbaik dan terbersih di Jawa Timur.
Mahasiswa semester akhir Qism Syariah UMBK Mahatir Muhammad mengusulkan dibuat website khusus tentang ma’had. Dia juga ingin diadakan kajian bukan hanya untuk mahasiswa namun juga untuk pegawai. “Dan juga dibuatkan sosial media untuk media promosi agar dakwah lebih meluas,” usulnya.
Menanggapi itu Abdul Basith mengatakan, “Kita sudah punya Instagram @amcf_indonesia. Bisa dimanfaatkan dan disebarkan lewat IG. Brosur ma’had dicetak dan sebarkan WA grup di share sendiri
agar mudah dikondisikan.”
Tertantang Dakwah di Pedalaman
Di bagian lain Khoory menjelaskan perkembangan terbaru program kemanusiaan yang AMCF yang ada di Malang, Bandung, Makassar, dan Medan. “Ada 10 kapal kemanusiaan yang tersebar di Indonesia. Semua digunakan untuk mengabdi di negeri ini,” ungkapnya.
Khoory berada di Indonesia sejak tahun 1989 saat menjadi wisatawan dan mempelajari sejarah Indonesia. Namun akhirnya dia juga membuat planing dakwah.
Dia menjelaskan, senang bekerja sama dengan Muhammadiyah. “Karena satu visi dan misi. Hampir 80 persen kami berkerja sama dengan Muhammadiyah, mulai membangun masjid, ma’had, dan apa yang dibutuhkan dakwah di masyarakat Indonesia,” terangnya.
Pria asal Dubai ini juga mengungkapkan kenapa ia bersemangat berdakwah di Indonesia. “Karena masyarakat Indonesia adalah mayoritas Muslim terbesar di dunia,” ujarnya.
Selain itu Khoory merasa tertantang untuk dakwah di pedalaman karena harus bersaing dengan pihak lain. “Ada masyarakat yang hidupnya berpindah-pindah, tidak bisa bahasa Indonesia, sehingga perlu penerjemah ke pedalaman. Itu juga tantangan dakwah,” ungkapnya.
Dia merasa senang bisa mengirimkan pakaian, peralatan kesehatan sehari-hari, serta menikahkan dai dan suku di pedalaman. “Karena menikahkan dai dengan anak kepala suku atau tokoh akan mempermudah dakwah,” kata dia.
Khoory menyatakan pentingnya kapal kemanusian untuk dakwah di daerah terpencil, yang sulit tersentuh oleh transportasi. “Atas dasar itu digagaslah kapal kemanusiaan,” ujarnya.
AMCF yang berkantor pusat di Jakarta ini juga menjalin kerja sama dengan pihak lain. Di Sorong Papua bekerja sama dengan Merr-C dan Basnaz di bidang kesehatan, seperti mengadakan khitan massal.
“Kita memberikan bantuan dengan tidak membedakan agama, suku, atau ras agar bermanfaat untuk masyarakat Indonesia. AMCF tidak ada hubungan politik sehingga murni kemanusiaan,” jelas dia.
AMCF juga memberikan bantuan air bersih untuk daerah yang membutuhkan seperti di Tengger. “Setelah diberikan bantuan air tersebut, mereka masuk Islam secara sukarela. Mayoritas mereka masuk Islam dikawal tokohnya sehingga memudahkan dakwah,” ujarnya.
Rupanya, Khoory ingin totalitas dalam dakwah baik materi, pikiran, tenaga. Tidak hanya melihat namun membangun, meninjau, serta memantau agar berjalan sesuai yang diharapkan. Dan tak kalah penting: fair. (*)
Kontributor Syahroni Nur Wachid. Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post