PWMU.CO – Pengajian Ahad Pagi yang diselenggarakan Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik, di Gedung Dakwah Muhammadiyah Gresik (GDMG), Ahad (6/10/19) menghadirkan Drs HM Najih Ihsan MAg, Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Membawakan tema “Tauhid sebagai Jalan Kebahagiaan dan Keberkahan” Najih menerangkan syahadat bagi warga Muhammadiyah tidak sekadar diucapakan melainkan menjadi gerakan praksis sehingga muncul amal usaha Muhammadiyah yang bertebaran di mana-mana.
“Maka dari itu selaku warga Muhammadiyah menghadirkan semangat kalimat syahadat menjadi suatu keniscayaan yang pasti terwujudkan dalam amaliah-amaliah ubudiyah dan muammalah,” ujarnya.
Dia menjelaskan, semangat kalimah tauhid yang luar biasa bisa dilihat dari hadist qudsi yang diriwayatkan Ibnu Hibbaan dan Al-Hakim.
“Dari Sa’id al-Khudriy RA dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: ‘Berkata Musa AS: ‘Wahai Rabb, ajarkanlah padaku sesuatu yang dengannya aku berdzikir kepadaMu dan berdoa kepadaMu’. Maka (Allah) berfirman: ‘Wahai Musa, ucapkanlah: ‘Laa ilaaha illallah’. Berkata (Musa): ‘Setiap hambaMu mengucapkan hal ini’. (Allah) berfirman: ‘Wahai Musa, seandainya langit yang tujuh serta seluruh penghuninya, selain Aku, dan ketujuh bumi diletakkan dalam satu sisi timbangan dan kalimat laa ilaaha illallaah diletakkan pada sisi lain timbangan, niscaya kalimat laa ilaaha illallaah lebih berat timbangannya’.”
“Begitu luar biasanya kalimat tauhid yang diajarkan oleh Allah kepada hamba-hambaNya,” ucap Najih setelah membahas hadits di atas.
Najih lalu mengingatkan kepada hadirin, “Ketika masyarakat dikuatkan dan dibekali tauhid mampu menjamin kesejahteraan dan keberkahan bagi bangsa”.
Dalam kehidupan berbangsa, lanjutnya, kalimat tauhid implementasinya bisa dipakai tidak hanya bagi umat Islam, seperti halnya persaudaraan kita dengan orang lain diingatkan oleh Allah dalam surah Annisa ayat 1.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Dalam hal ini umat Islam sudah diajari tentang kebhinekaan, sehingga Islam mampu mengimplementasikan kebersamaan. “Maka jangan ajari umat ini tentang kebhinekaan, sudah lama umat Islam diajari dalam kitab suci Alquran,” tegas Najih Ihsan.
Najih menceritakan, pada Fathul Makkah tahun 8 Hijriyah, Bilal bin Rabah diperintahkan naik Kakbah untuk adzan. Tiba-tiba ada tga orang mengomentari ras kulit Bilal bin Rabah, maka Nabi SAW diberitahukan malaikat Jibril, sehingga Rasulullah mengumpulkan seluruh manusia menyampaikan surat Alhujurat ayat 13.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Najih menegaskan, dari ayat ini, bagi umat Islam sudah tidak lagi mengenal perbedaan-perbedaan manusia terkait ras. “Bagi umat Islam kita diajarkan bersama-sama tanpa membedakan ras, suku, kelas, status sosial, dan perbedaan yang lain,” uarnya.
Najih menceritakan Ketua Pimpinan Pusat tahun 1968-1990 AR Fachruddin pernah ditanya Paus Paulus tentang terjalinnya kerukunan agama di Indonesia. “Dijawab Pak AR, ‘Karena di Indonesia masih mayoritas Islam.’,” ujarnya menirukan.
Dari jawaban ini, sambungnya, kita diajarkan bahwa umat Islam harus menjadi mayoritas supaya persatuan dan kesatuan di negara ini tetap terjaga.
Dia menambahkan, Rasulullah SAW telah mengajarkan masalah toleransi dalam nukilan surat Alkafirun. “Beliau telah lama mengajarkan bagaimana bertoleransi kepada agama lain, akan tetapi tegas dalam masalah ubudiyah,” kata Najih.
Menurut dia, syahadat itu sederhana secara tulisan. Akan tetapi implementasinya yang sangat luas sehingga mampu memberikan kebahagiaan dan keberkahan.
“Maka dari itu kalimat tauhid mampu memberikan sikap bagaimana menghargai perbedaan agama, perbedaan etnis, perbedaan madzhab, dan menghormati berbagai macam perbedaan. Karena perbedaan adalah suatu keniscayaan,” terangnya.
Menutup pengajian, Najih menukil pidato Bung Karno, “Tuhan kekal abadi, Tuhan satu. Dan kepercayaan kepada Tuhan satu inilah tauhid. Inilah yang menjadi api yang berkobar-kobar menyala-nyala di dalam Quran itu. Dan jikalau api ini telah berkobar-kobar dan menyala-nyala pula di dalam dadanya seseorang manusia, manusia yang demikian itu menjadi manusia yang—sebagaimana yang dikatakan saudara Hamka—tidak takut akan mati.” (*)
Kontributor Dimas Hasbi Assiddiqi. Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post