
PWMU.CO – Munculnya paham fundamentalisme Islam di Indonesia dapat dilihat dari maraknya identitas kultur arab (Arabisme) di ruang publik. Mulai dari penggunaan pakaian cingkrang, memanjangkan jenggot hingga wanita yang memakai cadar, yang itu dinilai sebagai tradisi Islam. Padahal menurut penulis buku Fundamentalisme Islam, Nafi’ Muthohirin, itu bukan bagian dari tradisi Islam. Tetapi bagian dari tradisi Arab.
Nafi’ menerangkan munculnya gejala gerakan fundamentalisme Islam di Indonesia itu dilatarbelakangi oleh romantisme sejarah kejayaan Islam di masa lalu, yakni kejayaan Turki Usmani.
”Pemikiran dari gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang di pelopori oleh Hasan Albana untuk menjadikan Islam sebagai ideologi politik, ternyata di copy paste oleh gerakan Islam di Indonesia. Sehingga pasca-reformasi muncul gerakan-gerakan antara lain gerakan tarbiyah, salafiyah dan PKS,” urainya.
Nafi’ menambahkan gerakan-gerakan tersebut juga akhirnya masuk dan menjangkit ke Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Mereka menyebarkan faham untuk mengajak kembali ke jaman kejayaan Islam, dengan anggapan itu sebagai sunnah rasul dan mereka juga menolak faham demokrasi.
”Gerakan semisal harakah tarbiyah, HTI, dan jamaah salafi sangat menolak HAM dan kesetaraan gender. Tetapi intensif mengkampanyekan ekonomi Islam,” paparnya.
Nafi’ menegaskan gerakan Islam di Indonesia tidak bisa disamakan dengan gerakan Islam yang ada di Timur Tengah. Amaliyah dan ubudiyah yang disebarkan itu bukanlah paham Islam yang dipahami Muhammadiyah. Maka kader harus mampu membedakan dengan logika sederhana. sehingga kader Muhammadiyah tidak terjebak dalam lingkaran jama’ah tarbiyak dan salafi.
”Itu karena kader Muhammadiyah gagal memahami tafsir dari amar ma’ruf nahi munkar yang terlanjur jadi icon Muhammadiyah,” tegas lulusan Pascasarjana UIN Jakarta ini.
Secara pemikiran, lanjut Nafi’ Muhammadiyah sangat menerima demokrasi dan memandang indonesia sebagai darul ahdi wa shahadah. “Itu berbeda 100 derajat dengan gerakan tarbiyah maupun salafi,”cetusnya sembari mengingatkan ancaman fundamentalisme Islam bagi kader muda Muhammadiyah untuk tidak terjebak pada persoalan khilafah dan kampanye politisasi Islam.
Bedah buku yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) Paciran bersama PK IMM dan PC IPM ini dihadiri langsung Sekretaris Umum PDPM Lamongan Ali Mamak Ahmadi. Selain itu juga Sekretaris Umum PCPM Paciran Afnan Nafi’ y ang dalam kesempatan itu mengungkapkan kegiatan bedah buku ini terselenggara dengan tujuan untuk terus menggeliatkan teradisi literasi di Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM), khususnya di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.
”Semoga dengan kegiatan bedah buku ini, khasanah keilmuan kader muda Muhammadiyah akan semakin terasah. Dengan begitu kader tidak gampang untuk ikut arus dengan ideologi lain,”harapnya. (Nukman/aan)
Discussion about this post