PWMU.CO – Aksi kekerasan yang di latar belakangi oleh motif sosial maupun agama, masih kerap kali terjadi di Indonesia. Menyikapi hal itu, LPPM Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya mengandeng Forum Kajian Dosen (FKD) ‘Padhang Wetan’ FAI UMSurabay mengadakan Fokus Group Diskusi (FGD) di Aula Rapat UMSurabaya, Selasa (2/8).
Kegiatan yang mengangkat tema “Pendidikan Agama Berkarakter Toleransi di Perguruan Tinggi (PT)” itu diikuti mengundang dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) se-Surabaya, baik PTN maupun PTS. Seperti Unair, Unesa, ITS dan lainnya. Itu dilakukan sebagai ajang sharing antar sesama dosen.
(Baca: 3 Faktor yang Pengaruhi Maju-Mundurnya Pendidikan dan Para Pemuda Harus Berkhidmat untuk Perbaiki Perpolitikan Indonesia)
Sholikh Al-Huda MFil.I selaku pengasuh FKD PAI UMSurabaya dan dosen AIK mengatakan, seharusnya ada keterlibatan aktif dari Perguruan Tinggi untuk mengatasi konflik kekerasan sosial dan keagamaan yang terjadi di masyarakat. Bukan sebaliknya memperihatinkan, aksi kekerasan itu dipertontonkan insan akademisi.
”Para kaum intelektual dan terdidik seharusnya mampu menyelesaikan konflik yang ada dengan mengedepankan rasionalitas dan kearifan. Bukan sebaliknya menjadi aktor kekerasan itu sendiri,” katanya.
Persoalan ini, lanjut Sholikh diakibatkan karena faktor pendidikan agama di Perguruan Tinggi yang dinilai kurang berfungsi maksimal, terutama dalam menekankan dan membangun karakter toleransi kepada para mahasiswanya.
(Baca: Ada Dua Tipe Manusia Baik di Dunia, Anda Masuk yang Mana? dan Ratusan Pelajar Serukan Rawat Kebhinekaan dan Tolak Sektarianisme)
Sholik menambahkan untuk kedepannya diperlukan penekanan dan pengembangan model pendidikan berkarakter toleransi, termasuk juga di UMSurabaya. Kerena tidak menutup kemungkinan akan banyak mahasiswa nonmuslim yang kuliah di UMSurabaya. Untuk itu diperlukan pengembangan model AIK yang berkarakter toleransi, dengan cara memperbanyak studi lapangan untuk menamkan kepekaan rasa dengan realitas persoalan yang ada di masyarakat. Terutama persoalan konflik sosial agama.
”UMSurabaya harus membentuk laboratorium mediator konflik, semisal Muhammadiyah Mediator Center (MMC) yang berfungsi sebagai pusat studi perdamaian dan penangan konflik sosial agama. Penting juga dilakukan Studi exchange,” tandasnya. (aan)