Belajar di atau dari Rumah? Ditulis oleh Prof Daniel Mohammad Rosyid, Ketua Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) Jawa Timur.
PWMU.CO – Setelah bertahun-tahun pasrah bongkokan ke sekolah, banyak orangtua bingung dan bahkan stress bagaimana study from home (belajar dai rumah) itu. Ini bisa dipahami karena konsep itu memindahkan pembelajaran di sekolah ke rumah dengan difasilitasi internet.
Namun ini bukan sikon terbaik yang bisa kita bayangkan. Kita harus berpikir study or learn at home. Betul-betul belajar di rumah.
Tidak mungkin dan keliru jika orangtua diminta mengambil peran guru profesional di sekolah. Memang tugas orangtua berbeda dengan tugas guru di sekolah.
Banyak pekerjaan di rumah yang perlu dikerjakan anak-anak di rumah bersama keluarga, bukan PR guru dari sekolah.
Bahkan pekerjaan di rumah ini jauh lebih efektif dalam mendidik adab dan akhlak anak-anak yang tidak mungkin dikerjakan guru di sekolah: membangun sikap jujur, berani, bertanggungjawab, kesetiaan, pengorbanan, dan kepedulian.
Belajar di atau dari Rumah?
Jangan membayangkan belajar di rumah itu seperti belajar di sekolah. Tujuan dan metodenya berbeda. Belajar di rumah bahkan jauh lebih penting. Anak-anak yang belajar dengan baik di rumah akan siap menghadapi pembelajaran apapun di sekolah, tidak peduli mutu guru dan sekolahnya.
Belajar di rumah itu syarat perlu pembelajaran yang sukses, sedang belajar di sekolah itu hanya syarat cukup saja.
Belajar adalah sebuah proses memaknai pengalaman. Sebagai rangkaian kegiatan, belajar paling tidak terdiri dari praktik (mengalami), berbicara, membaca, dan menulis. Pengalaman atau praktik adalah papan lontar proses belajar. Pendidikan dasar harus memberi pengalaman spasial (3-D) dan temporal. Bermain di luar ruang sangat penting.
Di rumah orang tua perlu berbicara dengan anak-anaknya dengan tutur kata yang lembut, jelas dan tegas. Ajarkan juga mendengarkan dengan baik saat orang lain berbicara. Gunakan tata bahasa yang benar untuk membangun logika berbahasa yang baik.
Ajarkan membaca agar anak senang membaca, tidak sekadar bisa membaca. Lalu ajarkan menulis untuk mengekspresikan diri melalui tulisan. Selanjutnya sediakan buku-buku bacaan dan akses pada websites yang sesuai. Sederhana sekali.
Banyak orangtua yang merasa bingung menghadapi anak-anak mereka di rumah. Ini karena kebiasaan lama menahun proses propaganda sekolah yang menggantungkan pendidikan anak-anak mereka pada guru di sekolah. Jadikan rumah sebagai ruang belajar yang menyenangkan di mana ekspresi bebas dapat diwujudkan tanpa rasa takut dan tanpa standardized tests.
Perubahan kebiasaan ini tidak akan mudah. Namun perlu diingat, semua yang penting dan bernilai tidak ada yang mudah dan gratisan. (*)
Penulis Daniel Mohammad Rosyid. Editor Mohammad Nurfatoni.