PWMU.CO – Tantangan komunikasi pasca Covid-19 dibahas dalam webinar Program Magister Ilmu Komunikasi, Jurusan Public Relations, Universitas Brawiaya, Ahad (10/5/2020).
Mengangkat tema Masa Depan Public Relations di Tengah Perubahan Dunia Akibat Pendemi Covid-19, web seminar (webinar) dengan 100 peserta itu menghadirkan tiga pembicara. Yaitu Pakar Ilmu Komunikasi Dr Antoni, Pakar Ilmu Komunikasi dan Public Relations Maulina Pia Wulandari PhD, dan Praktisi Corporate Social Responsibility (CSR) PT Adaro Indonesia Aan Nurhadi SKM Mkes.
Pembicara pertama Maulina Pia Wulandari menyatakan, tatanan perubahan pasca Covid-19 semakin menantang. “Prediksinya, kondisi ekonomi hingga kondisi psikologis masyarakat mengalami perubahan,” ujar Pakar Ilmu Public Relations (PR) Universitas Brawijaya (UB) itu.
Dunia Komunikasi Melebur
Tantangan komunikasi pasca Covid-19, lanjut dia, akan terjadi penggabungan yang terpadu. “Penggabungan dalam bidang manajemen reputasi dan komunikasi pemasaran terpadu. Dunia komunikasi akan melebur pada bidang-bidang industri kreatif dan public relations akan menjadi tools utama,” papar dosen Ilmu Komunikasi UB tersebut.
Pia, sapaannya, menambahkan, profesi PR dan marketing akan menjadi alat utama di dunia bisnis. “Dunia komunikasi akan lebih banyak digunakan untuk mempercepat laju dunia bisnis dan mengantisipasi krisis di dunia, pasca wabah Covid-19,” ungkapnya.
Menurutnya, selama pandemi ini berlangsung, akan terjadi perubahan besar dalam pola komunikasi pada manusia yang mengandalkan teknologi. “Dalam dunia bisnis, perusahaan dan organisasi akan mengalami tantangan komunikasi baru dengan publik dan stakeholder-nya, khususnya kendala distorsi informasi karena penggunaan teknologi komunikasi,” jelas dia.
Ada hal-hal yang perlu dipersiapakan untuk para praktisi humas atau PR, yaitu kemampuan marketing yang melebur dengan kemampuan komunikasi. Juga kemampuan analisis kritis untuk peka dalam memprediksi apa yang terjadi, khususnya dalam mengatasi masa krisis.
“Kemampuan membangun pembicaraan dengan cara telling story atau bercerita, serta sikap mental yang pro-aktif serta familiar dengan komunikasi digital,” ujar wanita yang menempuh program doktoral di University of Newcastle, Australia tersebut.
Di bagian lain, Praktisi Corporate Social Responsibility (CSR) yang juga ahli kesehatan masyarakat Aan Nurhadi menuturkan, pasca Covid-19, sektor kesehatan mengalami perubahan dan menjadi prioritas utama dalam program CSR seluruh perusahaan di dunia.
“Pada tahun 2010, isu kesehatan belum menjadi prioritas menurut data GlobeScan terkait prioritas CSR pemangku kepentingan global,” ungkapnya.
Karena, lanjut dia, saat itu masalah kesehatan belum terjadi signifikan, yang kini kondisinya berbeda. “Sejatinya, yang memengaruhi derajat kesehatan masyarakat menurut Henrik L.Blum adalah pelayanan kesehatan, lingkungan, keturunan, dan perilaku,” ujarnya. Pada masa pendemi covid-19, kata Aan, pengaruh perilaku masyarakat menjadi dominan dan perlu diperhatikan.
Agen Perubahan Sosial
Aan melanjutkan, salah satu peran profesi PR saat pandemi Covid-19 adalah menjadi agen perubahan sosial. “Di antaranya dapat menggerakan perusahan untuk bertindak lebih sebagai modal sosial masyarakat. Seperti menjadi tenaga kesehatan dalam penanggulangan Covid-19, serta mengubah perilaku masyarakat agar aware terhadap virus Corona,” ujarnya.
Menurutnya, ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan PR dalam memengaruhi perilaku masyarakat. Mulai dari public policy, komunitas, organisasi, individual dan pendekatan interpersonal (keluarga, teman, dan media).
“Salah satu pendekatan yang efektif adalah dengan pendekatan interpersonal. Seperti melibatkan tokoh masyarakat dalam memberikan informasi terkait virus. Bisa juga menggerakan komunitas-komunitas yang ada di masyarakat,” papar pria asal Pelaihari, Kalimantan tersebut.
Di sisi lain, dari sektor kajian ilmu komunikasi, pakar komunikasi Dr Antoni menilai, selama pandemi Covid-19 banyak sekali penyebaran informasi hoax atau berita bohong (fake news). Berita-berita tersebut telah mengacaukan pemahaman khalayak tentang informasi Covid-19.
Masyarakat juga memberi penilaian terkait kelambanan pengambilan keputusan saat pandemi oleh para pemangku kebijakan. Untuk itu peran ilmu komunikasi sangat dibutuhkan, terutama penyampaian informasi yang jelas melalui pers.
“Peran profesi PR harus bisa memberi informasi yang tepat dengan beberepa pendekatan, seperti biologi komunikasi, human communicartion, family coomunication, instructional communication, interpersonal communication, political communication, health communication, dan new media,” ujarnya.
Dari semua pendekatan, lanjutnya, komunikasi interpersonal perlu dimaksimalkan untuk menginformasikan perihal Covid-19, termasuk pendekatan biologi komunikasi serta komunikasi kesehatan dengan fakta-fakta ilmiah,” kata pria yang menjadi ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UB itu.
Antoni berpesan agar fokus komunikasi tidak hanya saat pandemi Covid-19, namun juga masa recovery atau pemulihan nantinya. “Sehingga masyarakat bisa benar-benar memahami tentang informasi Covid-19 secara utuh,” pesan dia.
Menurutnya, informasi media dengan model investigasi lebih dalam juga masih diperlukan, meskipun wartawan dibatasi pergerakannya melalui protokol physical distancing.
“Mari bersolidaritas dengan masyarakat dalam konteks lingkungan untuk mengembalikan kondisi seperti semula. Kecermatan memilah informasi juga diperlukan agar tidak terjadi disinformasi perihal Covid-19,” kata pakar Ilmu Komunikasi kelahiran Bukit Tinggi tersebut.
Kontributot Nikmatus Sholikah. Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post