ADVERTISEMENT
  • Home
  • Muysda
  • Musywil
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Kajian Ramadhan
  • Index
  • Mediamu
Selasa, Februari 7, 2023
  • Login
  • Home
  • Muysda
  • Musywil
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Kajian Ramadhan
  • Index
  • Mediamu
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
  • Home
  • Muysda
  • Musywil
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Kajian Ramadhan
  • Index
  • Mediamu
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
No Result
View All Result

Pemimpin Belia Dulu, Pemimpin Berida Kini

Jumat 22 Mei 2020 | 15:11
6 min read
1.7k
SHARES
5.5k
VIEWS
ADVERTISEMENT
Pemimpin Belia Dulu, Pemimpin Berida Sekarang ditulis oleh Hajriyanto Y. Thohari, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Pemimpin Belia Dulu, Pemimpin Berida Kini ditulis oleh Hajriyanto Y. Thohari, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Pemimpin Belia Dulu, Pemimpin Berida Kini ditulis oleh Hajriyanto Y. Thohari, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

PWMU.CO – Saya ingin mengawali tulisan ini dengan fenomena yang sangat menarik. Jenderal Soedirman—lahir di Purbalingga tanggal 24 Januari 1916, wafat 1960—terpilih menjadi Panglima TKR, sekarang TNI, ketika berumur 29 tahun (1945).

Soekarno (1901-1970) menjadi Presiden pertama Republik Indonesia pada umur 44 tahun. Soeharto (1921-2008) menjadi Pejabat Presiden pada usia 44 tahun.

Wahid Hasyim (1914-1953), ayahanda Presiden Gus Dur, dilantik menjadi menteri agama dalam usia 31 tahun. Sutan Syahrir (1909-1966) menjadi Perdana Menteri pada umur 36 tahun. Achmad Arnold Baramuli (1930-2006) dilantik sebagai Gubernur Sulawesi dalam usia 29 tahun.

KH Ahmad Dahlan dan Pemimpin Belia

Sekarang marilah kita coba lihat di kalangan Muhammadiyah. KH Ahmad Dahlan (1868-1923), pendiri Muhammadiyah yang hebat itu, pada umur 15 tahun (1883) sudah berani pergi haji (yang pertama) dan tinggal di sana selama lima tahun.

Pada usia 35 (tahun 1903) pergi haji lagi dan tinggal lagi di Mekkah selama dua tahun. Dan, ini yang penting, mendirikan Muhammadiyah pada usia 44 tahun. Betapa muda belianya!

Muhammad Soedjak, Ketua Majelis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) di masa Muhammadiyah dipimpin KH Ahmad Dahlan, berani pergi menunaikan ibadah haji sendiri tanpa orangtuanya dalam usia 17 tahun.

Nama Soejak (aslinya Syuja’) juga diberikan kepadanya karena keberaniannya itu. Kata syoeja’ berasal dari kata syaja’ah yang artinya berani atau keberanian. Orangnya memang dikenal pemberani, antara lain itu tadi: masih muda belia sudah berani pergi haji ke Mekkah yang sangat jauh itu.

Adik laki-laki Soedjak, bernama Fachrodin (1890-1929), malah berani berangkat haji pada usia 14 tahun (1905). Bayangkan pada waktu itu berangkat haji dengan naik kapal laut yang pulang pergi memakan waktu selama hampir 4 bulan!

Pada 1915 Fachrodin yang bersahabat dengan Mas Marco Kartodikromo, tokoh pergerakan yang sangat terkenal itu, dalam Syarikat Islam (SI) dan Inlandche Journalisten Bond (IJB), dan kemudian bersama-sama Haji Misbach menerbitkan beberapa media surat kabar di Solo, yaitu Medan Moeslimin dan Islam Bergerak.

Haji Fachrodin pada usia 24 tahun juga menjadi pelopor, perintis, pendiri, dan pemimpin redaksi majalah Soewara Muchammadiyah bersama KH Ahmad Dahlan. Sungguh betapa belianya!

Bayangkan umur 24 tahun mendirikan majalah Suara Muhammadiyah yang keren itu. Dan yang lebih fenomenal lagi: majalah tertua di Indonesia yang lahir 1915 tersebut masih bertahan hidup sampai sekarang dengan begitu gagahnya! Dia pendiri majalah ini, sekaligus pemimpin redaksi pertamanya!

Kemudian ketika KH Ibrahim menjadi ketua umum atau Presiden Hoofdbestuur Muhammadiyah menggantikan Ahmad Dahlan, Haji Fachrodin dipilih menjadi wakil ketua (1923-1929) dalam usia 33 (tiga puluh tiga) tahun. Lagi-lagi sangat muda belia.

Almarhumah Prof Baroroh Baried menjadi profesor perempuan pertama di Indonesia dalam usia 39 tahun (1964) di universitas tertua dan terbesar di Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Baroroh Baried lahir pada 1925 dan wafat pada 1999. Tahun 1965 almarhumah menjadi Ketua Umum PP Aisyiyah dalam usia 40 tahun. Betapa masih muda belia kala itu!

Pemimpin Muda Belia

Kita bisa menjejer lagi sederet nama-nama pemimpin muda di masa lalu yang tidak terlalu jauh. Pertanyaannya, “Mengapa orang dulu lebih cepat dewasa dan orang sekarang terkesan lambat dewasa?”

Mungkin ini kesannya pertanyaan psikologi, padahal sebenarnya lebih sebagai pertanyaan kebudayaan. Atau katakanlah pertanyaan antropologis. Secara psikologi kedewasaan adalah persoalan kematangan emosional, tetapi secara antropologis, sejatinya persoalan kebudayaan.

Tetapi oleh karena kita berteman, tidak usah berdebat soal ini, kita ambil saja jalan tengahnya: katakan saja persoalan kemunculan kepemimpinan adalah pertanyaan antropologi-psikologi.

Kebetulan waktu kuliah di Pascasarjana Antropologi Universitas Indonesia (1990), saya mengambil mata kuliah Antropologi Psikologi di bawah bimbingan Prof Dr James Dananjaya (Profesor yang satu ini juga mengajar Teori Foklore yang sangat menarik itu). Kematangan manusia (maturity) dalam budaya kepemimpinan, menjadi salah satu bahasannya.

Kata belia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya muda sekali. Dalam Thesaurus Bahasa Indonesia (Thesaurus: referensi berupa daftar kata dengan sinonim dan antonimnya), kata belia memiliki 37 antonim, antara lain kata uzur, renta, usang, gaek, sepuh, jompo, ringkih, berida, dan lain-lain. Dan yang paling halus adalah berida. Maka saya memilih kata berida sebagai lawan belia. Jadilah judul: Pemimpin Belia Dulu, Pemimpin Berida Sekarang.

Mengapa di masa lalu orang-orang muda dapat tampil menjadi pemimpin-pemimpin yang baik dan matang di mana kematangannya tampak sekali mewarnai kepemimpinannya? Tetapi mengapa sekarang justru sebaliknya?

Zaman dulu banyak sekali pemimpin belia yang penuh kematangan dan kedewasaan. Zaman sekarang banyak pemimpin berida, yang alih-alih menunjukkan kematangan dan kedewasaan. Malah justru seringkali kekanak-kanakan alias childish atau thufailiy?

Dulu ada ketentuan yang hampir sudah menjadi konvensi, seseorang dianggap sebagai sudah dewasa ketika umurnya sudah mencapai 17 tahun. Orang tempo doeloe, dulu yang tidak terlalu jauh, mungkin generasi orangtua kita (saya lahir tahun 1960), umur 17 tahun sudah dianggap sangat dewasa, dan nyatanya terbukti sudah dewasa.

Bahkan kebanyakan dalam usia sudah menikah. Itu pun terutama bagi laki-laki. Sementara bagi perempuan malah di bawah 17 tahun sudah tampak sangat matang alias dewasa. Tak heran jika pada masa itu sudah sangat biasa orang menikah (tepatnya: dinikahkan) pada usia di bawah 17 tahun.

Demikian juga pada masa lalu, sependek ingatan saya, dalam banyak hal ada ketentuan persyaratan untuk diterima dalam suatu pekerjaan atau keanggotaan biasa sekali disebutkan “Calon sekurang-kurangnya sudah berumur 17 tahun atau sudah kawin (menikah)”.

Apa artinya? Bagi mereka yang berumur kurang dari 17 tahun, dapat saja diterima asalkan sudah menikah. “Telah menikah” adalah tanda kedewasaan di samping umur. Meskipun umurnya baru 15 tahun, 14 tahun, atau bahkan 13 tahun, asalkan sudah menikah, dia sudah dianggap dewasa.

Di bidang politik juga ada ketentuan, yang masih berlaku sampai sekarang. Orang berhak untuk memilih dalam pemilihan umum ketika berumur 17 tahun atau sudah menikah. Pasalnya pada usia 17 tahun (atau sudah menikah) seseorang dikategorikan sebagai seudah dewasa.

Tapi sekarang kita merasakan betapa kelihatan belum dewasa dan matang anak berumur 17 tahun mendapatkan hak untuk memilih pemimpin dan wakilnya. Tentu namanya perasaan pastilah subyektif. Tapi betatapun subjektifnya saya rasa kita yang sudah tua-tua ini memiliki kesan atau perasaan yang sama.

Orang Dulu Cepat Dewasa?

Pertanyaannya, mengapa orang dulu cepat sekali dewasa dan matang, sementara sekarang tidak? Mungkin karena faktor struktur masyarakat di masa lalu yang masih sederhana, sementara sekarang relatif lebih kompleks.

Atau mungkin karena tekanan kehidupan, atau mungkin juga karena zaman dulu adalah zaman perjuangan. Tapi kalau soal perjuangan, bukankah zaman sekarang perjuangan untuk hidup juga luar biasa berat karena persaingan semakin ketat dan keras?

Barangkali saja ini ada kaitannya dengan sistem pendidikan kita yang kurang pas. Maksudnya pendidikan kita pascakemerdekaan tidak berhasil mendidik anak-anak bangsa untuk cepat dewasa.

Atau barangkali pembaca ada yang mempunyai teori dan hipotesis sendiri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Yang jelas, sependek pengetahuan saya, faktanya orang-orang dulu banyak yang bisa dan berhasil tampil menjadi pemimpin dalam usia sangat muda belia.

Fakta-fakta yang saya sebutkan di atas menunjukkan kebenaran pernyataan saya. Coba bandingkan dengan kita! Saya, misalnya, sekarang umur 60 tahun belum juga bisa menjadi apa-apa: jangankan menjadi ketua (President Hoofdbestuur) Muhammadiyah, menjadi presiden Indonesia saja belum bisa!

Bahkan melihat gelagatnya sepertinya tidak ada tanda-tanda zaman yang menunjukkan kemungkinannya. Dengan kata lain, insyaallah, tanpa bermaksud mendahului kehendak-Nya, rasanya tidak akan pernah bisa! Dan saudara sekalian, para pembaca sendiri, bagaimana? Jangan ketawa: jangan-jangan juga setali tiga uang dengan penulis ini.

Terlebih lagi generasi sekarang. Silakan lihat saja anak-anak kita: jangankan yang baru berumur 17 tahun, bahkan yang sudah berumur 22 tahun saja seringkali masih sangat kekanak-kanakan alias childish atau dalam Bahasa Arab thufaily!

Malah ada beberapa pemimpin kita, baik pemimpin negara maupun ormas, apalagi partai politik, sikapnya masih ada banyak yang kekanak-kanakan: “Mengritik, Yes! Dikritik, No!” Itu kan salah satu tanda belum dewasa alias kekanak-kanakan!

Malah ada banyak juga pemimpin yang suka bermain-main dengan urusan negara dan rakyatnya. Syahdan, sekali lagi syahdan, ada yang suka menjadikan urusan rakyatnya sebagai mainan, sampai terkesan kayak main-main saja dalam mengurus negara dan rakyatnya.

Tapi, akhirnya, mungkin juga apa yang penulis kemukakan ini hanya fenomena psikologis orangtua belaka yang suka sok dewasa. Jangan-jangan. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni.

Tags: Hajriyanto Y Thohari
SendShare698Tweet437Share

Related Posts

Batik Muktamar Jatim Menarik Perhatian Dubes, Begini Komentarnya

Sabtu 5 November 2022 | 13:21
1.2k

Peserta muktamar dari Jawa Timur berbaju batik biru. (Sayyidah Nuriyah/PWMU.CO) PWMU.CO – Batik muktamar PWM...

Dubes Lebanon: Kalau Abdul Mu’ti Jadi Calon Presiden, Pemilihnya 95 Persen

Senin 12 September 2022 | 19:41
9.3k

Dubes Republik Indonesia (RI) untuk Lebanon HE Hadjriyanto Y. Thohari menerima buku dari Abdul Mu'ti...

Kecintaan Buya Syafii pada Negara Ini Terlalu Besar

Sabtu 28 Mei 2022 | 08:47
206

Duta Besar RI untuk Lebanon Hajriyanto Y. Thohari (tangkapan layar Sugieran/PWMU.CO) Kecintaan Buya Syafii pada...

Duta Besar Indonesia

Jumat 25 Maret 2022 | 08:06
221

Andar Nubowo Duta Besar Indonesia oleh Andar Nubowo, mahasiswa doktoral Jurusan Filsafat dan Epistemologi Ecole...

Pesan Dubes RI Lebanon pada Siswa Baru Smamda Surabaya

Selasa 13 Juli 2021 | 12:56
183

Hajriyanto Y. Tohari memberikan sambutan pada kegiatan Fortasi 2021 Smamda Surabaya. Pesan Dubes RI Lebanon...

Semangat ala Palestina dan Kisah Perang Baratayuda

Rabu 2 Juni 2021 | 06:30
463

 Hajriyano Y Thohari. Semangat ala Palestina dan Kisah Perang Baratayuda (Tangkapan Layar Sayyidah Nuriyah/PWMU.CO) PWMU.CO...

Dubes RI untuk Lebanon: Kita Bisa Galang Solidaritas Palestina Berdasarkan Nilai-Nilai Agama

Senin 31 Mei 2021 | 12:53
182

Hajriyanto Y Thohari, Dubes RI untuk Lebanon saat memberikan testimoni pada kegiatan PPNA (Nely Izzatul/PWMU.CO)

Begini Dubes Hajri Tanggapi Kutipan Hadits Presiden AS Joe Biden

Senin 31 Mei 2021 | 09:10
586

Begini Dubes Hajri Tanggapi Kutipan Hadits Presiden AS Joe Biden PWMU.CO - Begini Dubes Hajri...

Tiga Penyebab Dunia Islam Sulit Bersatu Bebaskan Palestina

Senin 31 Mei 2021 | 07:01
2.5k

Hajriyanto Yasin Thohari (kanan) bersama moderator Untung Cahyono. Tiga Penyebab Dunia Islam Sulit Bersatu Bebaskan...

Mungkinkah Indonesia Bernasib seperti Palestina, Dikuasai Pendatang?

Senin 31 Mei 2021 | 05:38
15.9k

Hajriyanto Y Thohari (Tangkapan layar Sayyidah Nuriyah/PWMU.CO) PWMU.CO - Mungkinkah Indonesia Bernasib seperti Palestina, Dikuasai...

Discussion about this post

Populer Hari Ini

  • Siswa Smamio Raih Perak di World Young Biologist Olympiad

    67990 shares
    Share 27196 Tweet 16998
  • Rebut Emas, Siswi Smamsatu Harumkan Jatim di Kerjunas Muay Thai

    66690 shares
    Share 26676 Tweet 16673
  • Muhammadiyah Siap Muliakan Tamu 1 Abad NU

    2798 shares
    Share 1119 Tweet 699
  • Smamsatu Mantu, Praktik Unik Penilaian Proyek Karakter

    50014 shares
    Share 20006 Tweet 12504
  • KM3 Smamio Diterjun ke Desa Karangsemanding Balongpanggang

    1828 shares
    Share 731 Tweet 457
  • Tiga Siswi Smamio Mengikuti Istanbul Youth Summit

    1847 shares
    Share 739 Tweet 462
  • Tentang Investasi Leher ke Atas di Midnight Motivation Smamio 

    12441 shares
    Share 4976 Tweet 3110
  • Begini Business Model Canvas Sekolah Muhammadiyah GKB

    1534 shares
    Share 614 Tweet 384
  • Muhammadiyah Siapkan 28 Ambulans untuk Harlah Satu Abad NU

    1311 shares
    Share 524 Tweet 328
  • 4000 Porsi Bakso Gratis Umsida-Lazismu untuk Harlah 1 Abad NU

    1114 shares
    Share 446 Tweet 279

Berita Terkini

  • Berkah Satu Abad NU
    Berkah Satu Abad NU, Masjid Nurul Azhar Porong Ramai LagiSelasa 7 Februari 2023 | 15:41
  • NU Berharlah Muhammadiyah BerkiprahSelasa 7 Februari 2023 | 14:41
  • Drumband TK Al-Kautsar
    Drumband TK Al-Kautsar Bikin Gemas PenontonSelasa 7 Februari 2023 | 14:10
  • Pasien
    Pasien Digigit Tikus Warnai Harlah Satu Abad NUSelasa 7 Februari 2023 | 12:50
  • SDMM Bawa 4 Piala dari Ceria Pandu AthfalSelasa 7 Februari 2023 | 12:35
  • Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ucapkan Selamat Harlah 1 Abad NUSelasa 7 Februari 2023 | 12:09
  • Sesepuh Terharu Melihat Jumlah Peserta Acara Ini MelimpahSelasa 7 Februari 2023 | 11:48
  • Wakil Grand Syaikh Al Azhar Bertemu Ulama Jatim di Grahadi Bicarakan IniSelasa 7 Februari 2023 | 11:15
  • Bagaimana sih Menjadi Pemimpin Lincah Itu?Selasa 7 Februari 2023 | 10:35
  • Pesan Layanan Maksimal pada peserta Harlah Satu Abad NU; Liputan Moh Ernam, Kontributor PWMU.CO Sidoarjo.
    Layanan Maksimal Muhammadiyah pada Peserta Harlah 1 Abad NUSelasa 7 Februari 2023 | 10:31

Hubungi Kami

WA : 0858-5961-4001
Email :pwmujatim@gmail.com
  • Dewan Redaksi dan Alamat
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

No Result
View All Result
  • Home
  • Muysda
  • Musywil
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Kajian Ramadhan
  • Index
  • Mediamu

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
error: Content is protected !!