
PWMU.CO – Rumahku sekolahku adalah istilah yang sedng dipopulerkan di lingkungan sekolah Muhammadiyah. Seperti diungkapkan Ketua Majelis Dikdamen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dra Arbaiyah Yusuf MA.
“Pendidikan Muhammadiyah harus berada di garis terdepan. Tidak ada kata putus asa, sampai kapan pun. Pendidikan tidak ada batasnya. Sekarang, Muhammadiyah menggunakan istilah rumahku adalah sekolahku,” ujarnya.
Arbaiyah Yusuf menyampaikan itu dalam webinar bertema Persiapan Layanan Pendidikan di Era New Normal yang diselenggarakan Majelis Dikdasmen PCM GKB Gresik, Sabtu (6/6/20).
Dia menjelaskan di era seperti ini proses pendidikan harus mengalami perubahan. Yang dulunya menggunakan kelas sebagai sarana tata muka, ke depan harus ada tradisi baru dengan memadukan daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan).
“Yang tidak kalah pentingngnya, pendidikan harus memperbarui standar layanan. Maka, humanis religius harus dikolaborasikan dalam memberikan layanan pendidikan,” ujarnya.
Da menegaskan, pendidikan diarahkan pada humanity. Di mana pendidikan harus betul-betul memanusiakan manusia dan mengantarkan manusia menjadi manusia.
Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya itu menerangkan, terdapat dua model dalam education for humanity di seluruh dunia ini yaitu humanisme sekuler dan humanisme religius. Pada humanisme religius, Tuhan dalam hal ini Allah sebagai maalikal mulk, menjadi sumber dari segala sesuatu, termasuk sumber ilmu. “Agama menjadi bagian penting dalam humanisme religius,” tegasnya.
Kedua, lanjutnya, humanisme sekuler di mana ajaran agama tidak menjadi bagian yang melahirkan nilai-nilai moral. Maksudnya agama tidak menjadi sumber pendidikan moral. “Yang kita pakai adalah humanisme religius dalam pendidikan,” jelasnya.
Arba pun mencontohkan kecil model tempat duduk siswa di kelas pun harus berjarak, tidak berdempetan. Ada jarak untuk siswa lain untuk lewat ketika di dalam kelas.
Selain itu, sambungnya, humanisme religius itu pun harus berorientasi mengajak anak pada pembelajaran olah hati, olah rasa, olah karsa, dan olah raga.
Ruh Standar Layanan Pendidikan
Selain humanisme religius, ruh standar layanan pendidikan yang diberikan adalah ramah, adil, kesehatan, berdasarkan ilmu, cepat, simpel, dan melek teknologi.
“Kesembilan standar layanan ini harus menjadi pijakan atau pedoman dalam memberikan layanan pendidikan. Melek teknologi di akhir poin menjadi sebuah keharusan ketika siswa kita berada di rumah, belajar mandiri,” katanya.
Arbaiyah menjelaskan di tengah pandemi Covid-19, pembelajaran secara daring menjadi keharusan. Kalau dalam pendidikan Muhammadiyah masih belum familier ya pasti ketinggalan. Maka, melek teknologi harus dipraktikkan sehingga anak-anak bisa mendapat pelayanan pendidikan di rumah masing-masing.
Arbaiyah menambahkan, ada dua kunci utama keberhasilan dalam memberikan pelayanan pendidikan masa pandemi ini, yaitu kerja sama dan sungguh-sungguh.
“Pembelajaran harus ada kerja sama antara orangtua, guru, kepala sekolah, Majelis Dikdasmen PCM dan juga PDM (pimpinan Daerah Muhammadiyah,” pesannya.
Masa pandemi ini, tutur dia, harus ada itikad sungguh-sungguh dalam menjalankan. “Tidak boleh setengah-setengah. Harus dinikmati sehingga sehingga ada upaya memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik,” tandasnya. (*)
Penulis Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post