PWMU.CO– Makam Fatimah binti Maimun terletak di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Situs makam ini menjadi populer karena bukti kedatangan Islam di nusantara lebih tua di abad 11.
Makam Fatimah binti Maimun ditemukan tahun 1911 dalam kondisi rusak parah. Temboknya berlubang dan atapnya ambrol. Kemudian direnovasi oleh penulis Belanda yang juga pegawai pabrik gula Krembung Sidoarjo Jean Pierre Moquette dan peneliti Prancis Paul Ravaisse tahun 1920 hingga bentuknya yang sekarang.
Sepintas bangunan makam ini mirip candi. Ukurannya 4×6 meter. Disusun dari batu putih yang lazim dipakai di daerah Gresik. Jika melihat bentuk cungkup ini, di zamannya tampak megah dan mewah. Hanya orang kaya yang bisa membangun makam model begini.
Di dalamnya terdapat lima kuburan. Siapa sosok yang dimakamkan di sini masih misteri. Tak ada penjelasan. Kecuali satu informasi dari sebuah batu nisan yang dulu tergeletak bersandar di dinding.
Informasi dari Batu Nisan
Batu nisan Leran ini sekarang disimpan di Museum Majapahit Trowulan Mojokerto. Bertuliskan kaligrafi Arab pinggirnya dihiasai ornamen sulur bunga. Bagian atasnya sudah keropos. Kaligrafi itu kata para ahli bergaya tulisan Kufi. Ukiran hurufnya sudah sangat tipis dan kabur. Bahkan dua kata sulit dibaca.
Kaligrafi itu oleh JP Moquette dibaca berbunyi
Bismillahirrahmanirrahim, kullu man alaiha fanin wa yabqa wajhu rabbika dzul jalali wal ikram. Hadza qabru syahidah Fatimah binti Maimun bin Hibatallah tuwuffiyat fi yaumi al-Jumah… min Rajab wa fi sanati khamsatin wa tis’ina wa arba’ati min ‘atin ila rahmatallah… shadaqallah al-azhim wa rasulihi al-karim.
Kalimat wa tis’ina (artinya sembilan) sulit dibaca karena kabur. Paul Ravaisse membacanya wa sab’ina (artinya tujuh). Arti tulisan Arab itu adalah
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tiap makhluk di bumi itu fana yang kekal hanya wajah Tuhanmu yang perkasa dan mulia (Surat ar Rahman: 26-27) Inilah kubur syahidah Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat di hari Jumat … dari bulan Rajab di tahun 495 H menuju rahmat Allah… Maha Benar Allah Yang Agung dan rasulnya yang mulia..
Ada perbedaan membaca angka tahun karena hurufnya tak jelas. Moquette berkesimpulan tahun 495 H atau 1102 M. Tapi Paul Ravaisse membacanya tahun 475 H atau 1082 M. Selisih satu abad. Rupanya kesimpulan Ravaisse ini yang banyak dianut sejarawan Indonesia karena menunjukkan waktu lebih tua.
Dongeng yang Rancu
Hanya itu informasi dari batu nisan. Tak ada penjelasan lain. Batu nisan di empat kuburan lainnya lebih rusak lagi sehingga tak terbaca kaligrafinya. Dari misteri ini mendorong masyarakat mengarang cerita yang tak jelas sumbernya.
Dongeng itu mengatakan, Fatimah binti Maimun adalah Putri Dewi Suwari. Ayahnya Maimun adalah Sultan Mahmud Syah, raja Malaka. Dia masih bersaudara dengan Maulana Malik Ibrahim. Dewi Suwari ke tanah Jawa untuk berdakwah. Tapi rombongan putri ini terkena wabah yang berjangkit di desa ini hingga meninggal dan dikubur di sini bersama empat dayangnya.
Dongeng itu tentu saja ngawur dan kacau. Karena menghubungkan antara tokoh-tokoh yang hidupnya berbeda tahun menjadi satu zaman. Cerita yang terlalu memaksa. Sebab batu nisan itu menyebut meninggalnya Fatimah tahun 1082 atau 1182 M.
Sementara Maulana Malik Ibrahim di batu nisannya tertulis meninggal tahun 822 H atau 1419 M. Tahun kematian ini selisih 337 tahun dengan masa hidup Fatimah. Sedangkan Sultan Mahmud Syah, raja Malaka, hidup tahun 1511. Dialah sultan Malaka yang diserang Portugis untuk menguasai pelabuhannya. Ada selisih empat abad dengan Fatimah.
Misteri memang makin menarik banyak orang. Apalagi dibumbui cerita dahsyat dikaitkan dengan tokoh-tokoh terkenal sehingga menjadi sensasi sejarah. Tak peduli logis atau tidak. Terpenting tempat bersejarah itu ada ceritanya untuk memuaskan orang yang penasaran. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post