Lockdown di Arab Saudi, Ini Pengalaman Mahasiswa Indonesia

Lockdown di Arab Saudi dialami mahasiswa Indonesia. Sayyid Ridlo, paling kanan, bersama teman sekamar usai shalat Id. (koleksi pribadi)
Lockdown di Arab Saudi dialami mahasiswa Indonesia. Sayyid Ridlo, paling kanan, bersama teman sekamar usai shalat Id. (koleksi pribadi)

PWMU.CO– Lockdown di Arab Saudi dialami mahasiswa Indonesia yang kuliah di Universitas Islam Madinah (al-Jami’atul Islamiyah bil Madinatul-Munawarah) selama wabah corona.

Kampus ini berjarak 5 km di barat Masjid Nabawi. Jika naik mobil bisa ditempuh 10 menit. Menempati lahan 50 hektare dengan gedung-gedung fakultas, kantor, asrama, dan fasilitas lain sebanyak 22 bangunan.

Ada lima fakultas di sini. Yaitu Fakultas Syariah, Bahasa Arab, al-Quran, Hadits, serta Dakwah dan Ushuluddin. Fakultas paling favorit Syariah. Mahasiswa Indonesia banyak yang memilih jurusan ini. Mahasiswa di universitas ini terbanyak dari Pakistan, Nigeria, Indonesia, lalu negara lainnya. Jumlah mahasiswa Indonesia hingga tahun ini sekitar 900 orang.

Lockdown di Arab Saudi dimulai 27 Februari 2020. Kampus ini tertutup. Mahasiswa yang tinggal di asrama dilarang keluar kampus. Orang masuk diperiksa ketat. Kota Madinah diberlakukan jam malam.

Satu mahasiswa asal Indonesia Sayyid Ridlo menceritakan, selama lockdown mahasiswa hanya berdiam di kampus. Awalnya lockdown berlaku ketat mulai pukul 15.00-06.00 warga dilarang keluar di jalan. Lalu lintas di jalan yang biasanya ramai jadi lengang.

”Polisi patrol di jalan. Warga yang melanggar aturan ini didenda  10 ribu riyal. Sekitar Rp 30 juta. Setelah 20 hari ada pelonggaran. Lockdown dimulai pukul 19.00 malam hingga 06.00. Kalau pas hari libur diperpanjang hingga pulu 09.00,” ujar Ridlo dihubungi Ahad (12/6/2020).

Di Arab Saudi, sambung dia, administrasi penduduk sudah digital. Pelanggar jam malam dicatat nomor identitas KTP atau paspornya. Ditulis pelanggaran dan besarnya denda. Data pelanggaran ini langsung bisa diakses oleh instansi polisi, imigrasi, kependudukan, bank.

”Kalau pelanggar ini belum membayar denda lalu keluar negeri, data imigrasi pasti muncul sehingga kena cekal sebelum lunas,” tutur Ridlo asal kampung Pesapen Sumurwelut Surabaya ini.

Kuliah dan Ujian Online

Sejak lockdown kuliah tatap muka di Universitas Islam Madinah dihentikan.  Berganti online. Ada syeikh, panggilan untuk dosen, yang pakai zoom. Ada juga yang pakai rekaman video atau suara dikirimkan ke grup WA mata kuliah.  

”Hari-hari kuliah berlangsung sesuai jadwal lewat model online begitu itu sesuai keinginan syeikh,” cerita Ridlo yang mengambil Faklutas Syariah angkatan 2017. Satu angkatan mahasiswa Indonesia tahun 2017 sebanyak 280 orang.

Awal Ramadhan mereka ujian.  Juga sistem online. Ada syeikh yang menulis soal di google form. Ada yang ujian tanya jawab langsung pakai zoom. Mahasiswa hanya ditanya satu-dua soal. Ada juga syeikh yang tak mengadakan ujian. Langsung lulus.  

Beruntung bagi mahasiswa selama kuliah online, kantin masih buka sehingga makanan tetap tersedia seperti biasa. Ruang makan ini menempati gedung sangat besar. Ruangnya dibagi empat bagian agar tidak bergerombol dan antre panjang. Masing-masing ruang dilayani juru masak dari Pakistan.

”Selama masa lockdown, makan pakai nasi kotak. Ambil lalu dibawa ke asrama. Dilarang makan di situ untuk menghindari kerumunan,” kata Ridlo yang lulusan Pesantren al-Irsyad Salatiga.

Jarak dari asrama ke gedung kantin ini, ada yang dekat, ada yang jauh. Mereka yang jauh bisa pakai motor atau sepeda. Mahasiswa bisa beli motor bekas 1.500 riyal. Tanpa plat nomor. Hanya dipakai di kampus. Kalau sepeda baru 500 riyal. Model kebo atau MTB. Sepeda bekas 300 riyal.

Menu makanan kantin ini murah meriah. Harganya 5 riyal sehari. Sarapan pagi berupa telur, roti, air, dan limun. Makan siang dan malam masing-masing 2 riyal. Menunya nasi, lauknya berganti ayam, ikan, daging, ditambah sayur, air sebotol, dan limun. Ditambah buah bergantian antara apel, pisang, atau jeruk.

Sambut Lebaran dengan Opor

Cita rasa makanan kantin ini kurang cocok di lidah anak Indonesia. ”Kalau bosan makanan kantin, mahasiswa masak sendiri di asrama,” tuturnya. ”Kita beli lauk, sayur, dan bumbu di subermarkit atau baqolah di dalam kampus.”

Subermarkit itu tranliterasi Arab dari kata supermarket. Sedangkan baqolah artinya toko. Semula di dalam kampus hanya ada satu baqolah. Saat wabah covid menjadi empat baqolah. Pengelola kampus mengizinkan pengusaha toko di luar untuk buka di sini melayani kebutuhan mahasiswa.

Salah satunya baqolah Indo yang menjual bahan-bahan makanan nusantara. Ada tahu tempe harga 6 riyal, seekor ayam 13 riyal. Ada juga beras, teri, mi instan. Juga sayuran kangkung, kecambah, jagung, lombok. Bumbu instan, santan juga tersedia. Baqolah ini juga jadi jujugan mahasiswa dari Malaysia, Vietnam, Thailand.

Hari Raya Idul Fitri 24 Mei yang lalu,  mahasiswa Indonesia masak istimewa menu Lebaran. Ada opor ayam, sambal goreng ati rempela, terong goreng, dan lontong. ”Kita mau bikin ketupat gak ada janur. Penggantinya bikin lontong dibungus plastik,” kata Ridlo.   

Shalat Id dilakukan berjamaah dengan teman satu kamar di balkon asrama. Hanya shalat dua rakaat tanpa khotbah. ”Khotbah Id hukumnya sunah, tanpa khotbah shalat  sah,” ujarnya. Masa lockdown di Arab tidak ada shalat Id berjamaah di lapangan atau masjid.

Di sini satu kamar dihuni empat mahasiswa. Satu kamar ukurannya cukup lebar. Bisa disekat menjadi empat ruang berisi tepat tidur, meja belajar, dan lemari. Jadi tiap mahasiswa punya privasi.

Setelaj ujian di bulan Ramadhan itu, mahasiswa sudah libur. Karena tidak ada penerbangan keluar negeri mahasiswa belum bisa pulang. Tapi ada juga pemerintah Indonesia memfasilitasi TKI dan mahasiswa pulang dengan pesawat khusus seperti pada 5 Mei.

Setelah lockdown dibuka pada 10 Juni mulai ada penerbangan Saudi Airline ke beberapa negara termasuk Jakarta. ”Saya dan beberapa teman dapat tiket pulang 13 Juni malam naik Saudi Airlane. Penumpang lainnya juga para TKI,” kata Ridlo.

Hanya mahasiswa dari daerah konflik yang tidak diizinkan pulang oleh pemerintahnya seperti Suriah dan Palestina. Dikhawatirkan ketika pulang tidak bisa balik ke Saudi karena situasi tidak menentu.

Karantina di Wisma Atlet

Ridlo mendarat di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta tanggal 14 Juni pagi. Waktu turun semua penumpang harus antre  rapid test. Sepuluh menit kemudian dia bersyukur hasilnya non reaktif. Waktu keluar dijemput bus Damri. Semua penumpang dari luar negeri sesuai protokol kesehatan di negara mana pun harus masuk karantina.

Semua penumpang pesawatnya sekitar 400 orang dibawa ke Wisma Atlet menjalani karantina selama 10 hari. Di sini tiap kamar terdiri ruang tamu dan dua ruang tidur. Ada yang berisi satu bed, ruang tidur lainnya dua bed.

Ridlo satu kamar dengan teman sekampungnya Azmi Abdullah. Juga satu pondok di al-Irsyad sama-sama lulus tahun 2015. Juga satu kampus waktu di LIPIA Jakarta belajar bahasa Arab dua tahun.

Besoknya semua dipanggil untuk swab test. Selama menunggu hasit swab kegiatan di sini makan, tidur, baca buku, lihat TV, senam. Setiap pagi penghuni karantina harus senam di balkon hotel. Lima hari hasil tes swab keluar. Negatif. Alhamdulillah.

Lalu tes swab lagi. Nunggu lagi. Makan, minum, baca, tidur, senam. Dilarang keluar. Beruntung masakan di Wisma Atlet ini cocok di lidah sehingga tak perlu bingung cari makanan lain. Tanggal 25 Juni hasul swab keluar. Negatif. Langsung diberi surat sehat dan dibolehkan pulang. Dia pilih naik bus malam ke Surabaya yang tidak ribet. (*)

Penulis/Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version