Hanya Sekadar Saja, ditulis oleh Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO.
PWMU.CO – Tidak hanya uang, kata-kata pun harus dihemat. Bila tidak, bisa terjadi pemborosan. Dan apapun bentuknya, itu tidak baik. Bahkan bisa jadi sekutu setan.
Salah satu bentuk pemborosan adalah penggunaan kata yang punya makna sama dalam satu ungkapan. Seperti kalimat ini: “Saya hanya sekadar menyampaikan saja. Keputusan terserah Anda!”
Pada kalimat di atas, ada tiga kata yang memiliki makna sama tetapi ketiganya dipakai bersamaan. Yaitu: ‘hanya’, ‘sekadar’, dan ‘saja’.
Agar tidak mubazir, kalimat di atas bisa ditulis, “Saya hanya menyampaikan. Keputusan terserah Anda.”
Bisa juga: “Saya menyampaikan saja. Keputusan terserah Anda!” Atau, “Saya sekadar menyampaikan. Keputusan terserah Anda!”
Selain menghemat ruang dan waktu, hemat kata bisa menghemat ‘umur’ mata. Dalam kalimat tak efisien di atas, mata harus membaca delapan kata. Tapi setelah dipangkas, tersisa enam kata. Hemat dua kata.
Itu baru satu kalimat. Hitung saja berapa yang bisa dihemat dari 50 kalimat—masing-masing mengandung 20 kata. Jika satu kalimat bisa menghemat dua kata, maka ada 40 kata yang bisa ‘ditabung’.
Contoh lain pemborosan kata—yang sadar atau tidak—sering kita gunakan. Yaitu, “Makkah adalah merupakan salah satu tempat suci bagi umat Islam.”
Kalimat tersebut efisien jika hanya menggunakan salah satu kata, ‘adalah’ atau ‘merupakan’. Jadi, “Makkah adalah salah satu tempat suci bagi umat Islam.” Atau, “Makkah merupakan salah satu tempat suci bagi umat Islam.”
Sekadar dan Sila
Selain boros kata, kita juga sering menulis kata yang salah. Termasuk kesalahan (paling laris) adalah menulis ‘sekadar’ dengan ‘sekedar’ dan ‘sila’ dengan ‘silah’.
Contoh, “Saya sekedar bertanya. Kamu jangan marah!” Kata ‘sekedar’ seharusnya ditulis ‘sekadar’—berasal dari kata kadar yang bermakna ukuran, ketentuan, atau kuasa (taqdir).
Jadi, sekadar bermakna sesuai atau seimbang dengan; menurut keadaan (kemungkinan, keperluan, dan sebagainya); sepadan (dengan). Arti lainnya, seperti dalam pembahasan pemborosan kata di atas, sekadar bermakna ‘hanya’.
Kata lain yang sering salah ditulis adalah ‘sila’. Seperti, “Maaf, silahkan duduk. Saya akan panggilkan ayah.”
Kata ‘silahkan’ seharusnya ditulis ‘silakan’ (tanpa ‘h’). Sebab ‘silakan’ dari kata dasar ‘sila’, yang bermakna ‘sudilah kiranya’ (kata perintah yang halus).
Cek Kamus
Sebelum menulis—terutama untuk kata-kata yang ‘sulit’ atau meragukan—sebaiknya kita mengeceknya terlebih dahulu di kamus. Misalnya KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Di era digital seperti saat ini, kamus yang versi cetaknya sangat tebal itu sudah bisa ‘dibaca’ secara cepat. Karena sudah tersedia secara online. Masukkan saja kata yang kita tanyakan itu dalam tautan ini: kbbi.web.id atau kbbi.kemendikbud.go.id. Maka dalam beberapa detik akan kita temukan jawabannya.
Tapi perlu dicatat, tulisan ini sekadar pengalaman saya sebagai penulis dan editor. Semoga tidak salah, sebab saya hanya lulusan Jurusan Pendidikan Biologi FPMPA IKIP Surabaya. Silakan tanya lebih jauh pada ahli bahasa, he-he-he ..! (*)