
PWMU.CO – Inna lillahi wa innaa ilayhi raaji’uun. Kabar duka datang dari keluarga Muhammadiyah Jawa Timur. Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) periode pertama, –saat itu masih bernama Pimpinan Muhammadiyah Wilayah (PMW) –Jawa Timur, H. A. Latief Malik, wafat, di Surabaya (6/10).
Sosok bersahaja kelahiran Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), ini wafat dalam usia 88 tahun. A. Latief Malik merupakan salah satu tokoh tua Muhammadiyah Jatim. Bersama H. Oesman Muttaqin, KH M. Anwar Zain, dan Haji Makhin, dia menjadi salah satu perintis kepemimpinan Muhammadiyah pada level provinsi. Dia sendiri yang menjadi Sekretaris PWM Jatim, baik di era H. Oesman Muttaqin maupun KH M. Anwar Zain periode awal.
Lahir di Sumbawa, 28 April 1928, Latief cukup singkat menghabiskan masa kecil di tanah kelahirannya. Setamat dari SR, pada 1940, di berangkat ke Yogyakarta untuk ‘nyantri’ ke Madrasah Zuama’ Muhammadiyah. Sekolah yang kini demerger dengan Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta ini, dulu sengaja didesain sebagai perkaderan calon pimpinan Muhammadiyah.
(Baca juga: Istri Ketua PWM Jatim 1970-an Wafat dan Mughnijah, Istri Prof Fasich Meninggal Dunia)
Sampai Yogyakarta, 07 Desember 1940, anak dari pasangan Abdul Malik dan Hadiyatullah, ini dikejutkan dengan meletusnya Perang Dunia II. Dia menyaksikan langsung bagaimana stasiun Kauman dibombardir oleh sekutu. Dia bersama kawan-kawannya menyaksikan sendiri dari menara asrama Zuama’.
Lulus dari Zuama’, tentunya harus memakan waktu yang lebih lama karena harus terlibat dalam perang, Latief kembali pulang ke Sumbawa. Pada 1952 dia menjadi Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah Sumbawa.
Selain itu dia juga aktif mengikuti dinamika politik nasional, dia terlibat aktif dalam Partai Masyumi. Keaktifannya dalam Masyumi membuatnya dekat dengan tokoh Masyumi yang juga pahlawan Nasional, Moh. Natsir. Bahkan menjadi sekretarisnya.
(Baca juga: 70 Tahun Wafatnya KH Mas Mansur, Sapukawat Pembabat Alas dan Tokoh Tarjih Itu Telah Berpulang)
Pada 1959, Latief tiba-tiba dipaksa keadaan politik nasional untuk ‘hijrah’ ke Surabaya karena PKI semakin membabi buta. Di sinilah Latief Malik kembali bersentuhan dengan Muhammadiyah, mulai Ranting, Cabang, hingga PMW. Dia dan Oesman membidani berdirinya RS Sitti Aisyah di Pacarkeling, Surabaya.
Ketika kepemimpinan PMW mulai diputuskan lewat Muktamar Bandung, 1965, Latief dipercaya sebagai Sekretaris mendampingi Ketua KH. Oesman Muttaqien (1965-1968). Bahkan ketika tampuk kepemimpinan PMW beralih ke KH. M. Anwar Zain periode pertama (1968-1978), Latief juga dipercaya sebagai Sekretaris.
(Baca juga: Pejuang Pengentasan PSK Itu Telah Tiada dan H Abdul Mughni, Ayah dari Ketua PP Muhammadiyah Tutup Usia)
Dalam kepemimpinan duet Oesman Muttaqien dan A. Latief Malik, keduanya dibantu oleh anggota Pimpinan lainnya. Yaitu dr Daldiri Mangoendirwirdja, S.U. Bayasyut, H. Solahudin, H. Machin, Ismail Abukasim, Isngadi, dan Turchan Badri. Sementara duduk sebagai penasehat adalah dr. Moch. Soewandhi, tokoh yang kini diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Surabaya.
Kini salah satu pelaku dan juga narasumber penting perjalanan Muhammadiyah di Jatim itu telah wafat. Semoga husnul khatimah. (kholid)