
PWMU.CO – Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan yang memurnikan ajaran Islam dari tahayul, bid’ah, dan khurafat (TBC). Jika di perkotaan bukti pemurnian semacam itu sulit ditemukan, tidak begitu dengan di daerah pedalaman. Banyak kisah nyata bagaimana Muhammadiyah menghindarkan masyarakat dari kepercayaan mistis semacam itu.
Salah satunya seperti yang terjadi di Bawean, tepatnya di Kecamatan Sangkapura. Tokoh Muhammadiyah di Sangkapura yakni Raden Hozaimi dan Raden Ismail, keduanya mewarisi benda pusaka peninggalan Maulana Sidiq. Benda Pusaka berupa 5 keris, 1 tombak, 1 badik, dan 1 besi kuning yang diterima keduanya secara turun temurun itu dirawatnya dalam status sebagai benda bersejarah, bukan barang mistis.
(Berita terkait: Ketika Ketua PCM “Marah”; Pemuda dan NA)
“Kami punya dokumen yang membuktikan keaslian keris-keris ini peninggalan Maulana Sidiq. Ibarat mobil, dokumen ini BPKB-nya, atau ibarat tanah ya seperti sertifikatnya,” ujarnya sambil memperlihatkan dokumen yang dimaksud.
Saat ditemui reporter pwmu.co di rumahnya, Sabtu (29/10), di Sangkapura, kedua kakak beradik ini menunjukkan semua benda-benda pusaka tersebut.
“Bagi kami, benda ini adalah pusaka yang bersejarah. Hal-hal yang sifatnya mistik tidak kami perhatikan. Kami merawatnya semata karena nilai sejarahnya,” terang pak Raden Ismail. “Alhamdulillah kami bersentuhan dengan ajaran Muhammadiyah, jika tidak maka pusaka ini tentu sudah disakralkan. Dan rumah ini bisa jadi seperti padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi,” candanya.
(Baca juga: Gugah Kesadaran Maritim, Pemuda Muhammadiyah “Bersumpah” di Tengah Laut)
Dalam merawat dan menjaga pusaka ini, bukan tanpa tantangan. Menurut lelaki 67 tahun ini sudah banyak pengusaha maupun ahli sejarah yang mendatangi mereka. “Bahkan ada yang menyodorkan cek kosong. Berapapun harganya akan dibeli. Tapi kami tidak mau, karena kalau pusaka ini jatuh ke tangan tidak benar dan tahu keaslian serta asal usulnya maka akibatnya tidak baik,” lanjut Raden Ismail yang menurut pengakuannya adalah generasi ke-13 dari Maulana Sidiq.
Terkait keaslian keris-keris tersebut, lelaki ini menuturkan bahwa keris ini telah diuji otentisitasnya oleh Keraton Jogja. “Ada saudara yang pernah membawanya ke sana. Dan dipastikan ini asli. Oleh keraton kami diberi pesan untuk menjaganya dan dilarang menjualnya,” ujarnya.
(Baca juga: Cerita-Cerita Menarik dalam Perjalanan Dakwah di Bawean)
Itulah yang membuat kedua sesepuh ini tetap menjaga keberadaan pusaka Bawean tersebut. Namun alhamdulillah karena mendapatkan sentuhan dakwah Muhammadiyah, benda pusaka itu tidak sampai disakralkan. Hanya nilai sejarahnnya yang tinggi yang terasa membekas pada pusaka pusaka tersebut.
Maulana Sidiq sendiri adalah penyebar Islam di Bawean yang kemudian mendirikan kadipaten Bawean. Kadipaten Bawean selalu ikut dalam musyawarah raja-raja Islam. Pada saat itu, musyawarah raja Islam berkesimpulan bahwa pusaka yang diperebutkan itu menjadi sumber peperangan antar kerajaan. Agar peperangan berakhir, pusaka itu harus diamankan. Itulah pusaka yang kemudian dibawa ke Bawean dan kini dirawat oleh mereka berdua. (Faizin)
Discussion about this post