ADVERTISEMENT
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu
Selasa, November 28, 2023
  • Login
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
No Result
View All Result
Home Kolom

Politik Islam seperti Gema Teriakan Takbir

Senin 25 Januari 2021 | 10:13
6 min read
106
SHARES
331
VIEWS
Politik Islam
Ainur Rafiq Sophiaan

Politik Islam seperti Gema Teriakan Takbir oleh Ainur Rafiq Sophiaan, Wakil Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PWM Jawa Timur.

PWMU.CO-Peta politik Islam di Indonesia belakangan ini dipastikan mengalami sedikit perubahan lanskap. Setidaknya ada tiga faktor yang menarik dicermati. Pertama, kehadiran parpol baru yang berbasis Islam, yakni Partai Gelora, Partai Masyumi (Reborn), dan Partai Ummat. 

Kedua, menguatnya oposisi dari masyarakat sipil akibat lumpuhnya fungsi kontrol dari parlemen, seperti hadirnya KAMI (Koalisi Aksi Mednyelematkan Indonesia) yang sudah membuat merah telinga penguasa.

Ketiga, pulangnya Habib Rizieq Shihab dari Saudi Arabia  yang untuk pertama kali dalam sejarah disambut pendukungnya luar biasa sejak dari Bandara Soekarno-Hatta hingga di rumahnya kampung Petamburan, Slipi, Jakarta, Rabu (10/11/2020).

Pertanyaan penting adalah apakah ketiganya bisa dikapitalisasi menjadi sebuah kekuatan determinan dalam peta besar politik Indonesia mutakhir? Menghadapi gaya politik otoritarianisme ala Orde Baru dan pengaruh oligarki ekonomi dan politik yang merugikan rakyat. Mengusik eksistensi umat Islam yang  selama ini dianggap sangat lemah dari sisi ekonomi dan politik.

Pada tahun 1980-an Prof Ahmad Syafi’i Ma’arif pernah membuat  gambaran bahwa umat Islam di Indonesia itu numerical majority, but political minority yang bermakna besar jumlahnya tapi kecil kekuatan politiknya.

Di awal-awal Reformasi  mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah  dan pendiri The Maarif Institute  itu bahkan menyebut parpol-parpol yang  pasca Reformasi jumlahnya puluhan sudah tidak  menarik lagi bicara ideologi.  ”Ideology is dead in politics,”  kata Buya Syafii dalam wawancara eksklusif dengan The Jakarta Post (10/10/2000).

Bersatu dalam Strategi

Sekiranya takaran kekuatan politik Islam diukur dari perolehan jumlah suara parpol berbasis Islam dalam setiap Pemilu, maka jumlahnya sejak Pemilu pertama 1955 tidak pernah mencapai 50 persen. Mentok di angka 42,9 persen. Pemilu 1982 (27,78 persen), 1999 (35,01 persen), 2004 (40,92 persen), 2009 (22,15 persen), 2014 (29,93 persen), dan 2019 (27.04 persen). Itu pun sudah termasuk PAN dan PKB yang lebih plural dibanding PPP, PKS, dan PBB.

Ketika terjadi peristiwa monumental Aksi Bela Islam 2 Desember 2016 di Monas Jakarta banyak pihak merasa optimitis bahwa massa berjumlah konon hingga 7 juta orang itu bisa dikonversi menjadi  penggerak utama suara Islam pada Pemilu 2019.

Faktanya, perolehan suara parpol Islam tetap berada di tengahan. Malah, PBB yang secara ideologis lebih dekat dengan psikologi politik mereka hanya mendapat 0,79 persen (1,09 juta suara) terlepas dari manuver Yusril Ihza Mahendra mendukung Jokowi-Ma’ruf pada laga Pilpres 2019.

Apakah gegap gempita politik sekarang akan berimplikasi positif bagi perolehan suara di Pemilu 2024? Tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Pengalaman sejarah membuktikan umat Islam paling sulit bersatu secara politik kecuali di masa Masyumi (1945-1960) walaupun unsur NU telah keluar dan mendirikan parpol sendiri di tahun 1952. Toh koalisi mereka (termasuk PSII)  dalam menghadapi PKI dan PNI di dalam dan luar parlemen  tetap solid. Tokoh-tokoh mereka juga bersepakat dalam hal-hal yang strategis dan substantif.

Kehadiran parpol-parpol baru berbasis Islam Partai Gelora, Partai Masyumi (Reborn), dan Partai Ummat juga menyiratkan kembali kegalauan lama sulitnya menyatukan visi dan misi para pemimpin alih-alih  bersatu dalam satu basis kekuatan untuk konslolidasi demokrasi dan membuka kekuatan tawar (bargaining power) umat yang lebih besar.

Diakui atau tidak kehadiran ketiga parpol baru itu lebih disebabkan perpecahan internal partai lama karena persaingan kepemimpinan. Bukan didorong oleh hasrat membangun peta jalan baru politik Islam yang lebih kolegial dan sinergis. Dari awal sudah kental dengan warna parokial (sempit) kendatipun dibalut tagline universal, seperti Partai Ummat dengan slogan ”Menegakkan Keadilan dan Melawan Kezaliman.”

Demikian pula kehadiran kembali Habib Rizieq Shihab di panggung politik akan menjadi teka-teki baru mampukah ”kerumunan massa” yang oleh majalah TEMPO disebutnya sebagai mobokrasi akan berubah menjadi amunisi demokrasi dalam melipatgandakan basis kekuatan politik umat?

Tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Jargon perjuangan baru Revolusi Akhlak yang sangat  menarik itu apakah mampu mengubah akhlak politik para pejabat negara, termasuk Presiden Jokowi, dalam mengelola pemerintahan?

Sekurang-kurangnya bisakah mendorong pemerintahan menciptakan good governance and clean government sehingga tidak dikuasai oleh segelintir kekuatan ekonomi yang mengisap nyaris tak tersisa sumber daya umat.

Civil Society

Sudah menjadi rahasia umum periode kedua Jokowi makin kuat dikuasai segelintir elite politik dan ekonomi (plutokrasi) yang membuat dia tersandera. Atau justru tidak merasa tersandera atau bahkan telah menikmati dengan penyandera itu? Lolosnya Revisi UU KPK, UU Minerba, UU Corona, maraknya gelombang protes RUU HIP, dan terakhir UU Omnibus Law mengukuhkan konstatasi ini.

Sementara itu munculnya gerakan civil society berlabel gerakan moral KAMI sedikit banyak telah membuat gerah pusat Istana. Terbukti belum apa-apa sudah tiga aktivisnya diciduk dengan tuduhan delik pidana UU ITE, yaitu Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, dan Anton Permana.

Safari mantan Panglima TNI Jenderal TNI Pur Gatot Nurmantyo juga dipersekusi oleh elemen massa tidak jelas. Fenomena ini cukup menyimpulkan ada kelompok-kepentingan terpendam (vested interest) yang terusik. Dengan kata lain, ada perilaku/moralitas politik menyimpang  yang terancam dengan gerakan ini.

Ketiga faktor di atas kemungkinan akan menjadi gelombang baru politik Islam dengan berbagai persyaratan dan kondisi tertentu. Sebelum itu kita mesti memahami bahwa politik Islam itu juga tergantung bagaimana masyarakat menerjemahkannya apakah politik dalam pengertian ideologis yang ketat (puritan).

Atau diejawantahkan dalam perjuangan menegakkan demokrasi yang menghargai partisipasi, transparansi dan akuntabilitas publik secara luas. Sebab moralitas politik Islam hanya akan berlaku ketika tatanan sosial berjalan baik. Pada tahap ini saja beberapa pemimpin Islam sudah berbeda pendapat.

Tesis Harold Crouch

Energi baru ini akan menjadi amunisi dalam perjuangan politik umat ke depan dengan beberapa catatan. Pertama, para pemimpin Islam di parlemen dan luar parlemen perlu menyatukan langkah yang tidak kontraproduktif bagi konsolidasi demokrasi yang menghargai kelompok mayoritas dengan berbagai hak-haknya yang melekat.

Sudah terbukti teori Gunnar Myrdal di tahun 1970-an dengan trickle down effect-nya gagal. Tidak mungkin yang kecil mendorong yang besar. Meninggalkan egoisme pribadi dan kelompok menjadi keniscayaan. Perbedaan tidak identik dengan perpecahan.

Belajar dari studi kegagalan politik Islam yang dilakukan Oliver Roy dalam bukunya The Failure of Political Islam (1994) di negara-negara mayoritas muslim, disebutkan, gerakan-gerakan Islam  telah gagal merespon tantangan modernisasi dengan menawarkan gagasan alternatif. Pada saat yang sama para pemimpinnya juga terjebak pada persaingan pribadi dan mengedepankan kelompoknya.

Kedua, belajar dari perubahan politik besar di republik ini selalu ditandai dengan dinamika internal dalam negeri (termasuk internal pemerintahan) dan desakan/intervensi dari luar negeri.

Pengamat militer Harold Crouch dalam tesisnya (Military and Politics, 1990) menyatakan, perubahan besar politik di Indonesia hanya akan terjadi jikalau ada perpecahan di internal pemerintahan dan  tekanan (pressure) dari luar negeri. Crouch melihatnya pada peristiwa pergantian Orde Lama ke Orde Baru. Tesis ini saya kira juga berlaku pada pergantian Orde Baru ke Reformasi.

Kemenangan Joe Biden dari Partai Demokrat menjadi Presiden AS diperkirakan juga akan berdampak pada politik dalam dan luar negeri Indonesia. Pendulum ke Cina akan dicoba dipaksa kembali melihat AS di tengah persaingan global dua adidaya itu.

Ini sedikit banyak akan mengganggu dominasi oligarki. Kedekatannya dengan pemilih muslim yang lebih dari 80 persen konon Biden akan membuka ruang dialog lebih besar bagi masa depan Islam.

Mampukah para pemimpin Islam di Indonesia membaca ini dengan mengesampingkan ego pribadi dan kelompok masing-masing? Kita lihat saja nanti. Jangan cuma lantang meneriakkan takbir, lalu gemanya hilang disapu angin. (*)

Editor Sugeng Purwanto

Tags: Ainur Rafiq SophiaanAksi Bela IslamPartai Politik Islam
SendShare42Tweet27Share
Previous Post

Unismuh Siapkan 200 Relawan Psikososial ke Sulbar

Next Post

Elliyah Fatmawati Susul Dua Saudaranya, Wafat dalam Sebulan

Related Posts

Stop Premanisme Intelektual, Review Majalah Matan Edisi Terbaru

Selasa 6 Juni 2023 | 11:31
99

Sampul majalah Matan Edisi Juli 2023 (Didik Nurhadi/PWMU.CO) Stop Premanisme Intelektual, menjadi Fokus majalah Matan...

Popularitas dan Integritas di Musywil Muhammadiyah

Jumat 23 Desember 2022 | 10:31
996

Ainur Rafiq Sophiaan Popularitas dan Integritas di Musywil Muhammadiyah oleh Ainur Rafiq Sophiaan, Pemred Majalah...

Khutbah Idul Adha, Meneladani Ibrahim untuk Pendidikan Keluarga dan Kehidupan Demokrasi

Jumat 8 Juli 2022 | 14:36
1.3k

Khutbah Idul Adha, Meneladani Ibrahim untuk Pendidikan Keluarga dan Kehidupan Demokrasi Oleh Ainur Rafiq Sophiaan...

Masjid Imam Balqi Kampung Inggris Usung Khotbah Tiga Bahasa

Sabtu 26 Maret 2022 | 09:33
1.2k

Gambar grafis Masjid Imam Balqi Kampung Inggris Pare. PWMU.CO- Masjid Imam Balqi menjadi ikon baru...

PAN Jatim Dilantik, Ini Target Kursi Pemilu

Minggu 12 Desember 2021 | 06:33
521

Pelantikan PAN Jatim, Sabtu malam. PWMU.CO- PAN (Partai Amanat Nasional) Jawa Timur siap bertarung di...

Reuni 212 Tidak Cukup Bernostalgia

Kamis 2 Desember 2021 | 10:53
962

Ainur Rafiq Sophiaan, tengah, saat hadiri di Aksi 212 Jakarta. (doumentasi) Reuni 212 Tidak Cukup...

Ketika Saad Ibrahim Mencium Gambar Nadjib Hamid

Minggu 29 Agustus 2021 | 06:19
1.4k

Ketika Saad Ibrahim Mencium Gambar Nadjib Hamid (Miftahul Ilmi/PWMU.CO) PWMU.CO – Ketika Saad Ibrahim Mencium...

Milad Ke-15 Matan, Pertarungan Tiga Misi Dakwah

Sabtu 28 Agustus 2021 | 08:10
23.7k

Majalah Matan edisi September 2021. Milad K-15 Matan, Pertarungan Tiga Misi Dakwah oleh Ainur Rafiq...

Harmoko Wafat, Ini Kenangan Safari Ramadhan Bersamanya

Senin 5 Juli 2021 | 12:32
854

Menpen Harmoko dikerubungi wartawan tiap jumpa pers. Harmoko Wafat, Ini Kenangan Safari Ramadhan Bersamanya oleh...

22 Juni Teringat Piagam Jakarta dan Ki Bagus Hadikusumo

Selasa 22 Juni 2021 | 07:01
27.3k

Bung Karno dalam Sidang PPKI. 22 Juni Teringat Piagam Jakarta dan Ki Bagus Hadikusumo oleh...

Discussion about this post

Populer Hari Ini

  • Guru Muhammadiyah Banyak Pindah ke Lain Hati, Pentingnya Dana Abadi

    1353 shares
    Share 541 Tweet 338
  • Ada 150 Rumah Harga Terjangkau untuk Guru Muhammadiyah 

    805 shares
    Share 322 Tweet 201
  • Momen Abdul Mu’ti dan Zainuddin Maliki Naik Kereta Kencana nan Penuh Filosofi

    802 shares
    Share 321 Tweet 201
  • Siswa MTsM 9 Wotan Berprestasi di ToS Karangasem

    368 shares
    Share 147 Tweet 92
  • Banjir Kado di Hari Guru: Terima Kasih Anak-anakku

    3358 shares
    Share 1343 Tweet 840
  • Gerombolan Intoleran Beraksi di Minahasa

    226 shares
    Share 90 Tweet 57
  • Inilah 19 Guru SD MI Muhammadiyah Gresik dengan Masa Bakti Terlama

    420 shares
    Share 168 Tweet 105
  • Outbound Wego Pikat Hati Wali Siswa SD Muhammadiyah Benjeng

    224 shares
    Share 90 Tweet 56
  • Hasil Musyran Muhammadiyah dan Aisyiyah Ngrendeng Ngawi

    221 shares
    Share 88 Tweet 55
  • Orang Muhammadiyah yang Lucu Dulunya NU

    545 shares
    Share 218 Tweet 136

Berita Terkini

  • Inspirasi sang Ayah Bawa Kontributor PWMU.CO Juara Fachrodin AwardSelasa 28 November 2023 | 23:23
  • Ketua Terpilih PDPM Situbondo 2023-2027 Ajak Satukan HatiSelasa 28 November 2023 | 23:01
  • Nyaris ke Jakarta, Kontributor PWMU.CO Juara 4 Fachrodin Award 2023Selasa 28 November 2023 | 22:54
  • Musyran PRM Kramat
    Musyran PRM Kramat Bertema Mengingat Perjuangan PalestinaSelasa 28 November 2023 | 22:12
  • Terpilih 9 Anggota PDPM Situbondo Periode 2023-2027Selasa 28 November 2023 | 21:51
  • Mengasah berpikir kritis
    Mengasah Berpikir Kritis pada Anak Dikupas dalam Seminar IniSelasa 28 November 2023 | 21:38
  • Kemah Kader AMM Sukses Digelar MPKSDI BojonegoroSelasa 28 November 2023 | 21:29
  • Mencari yang Terbaik, Istikharah dan Musyawarah Harus DilakukanSelasa 28 November 2023 | 21:26
  • Siswa Spemdalas Beri Kejutan untuk Guru di Hari Spesial IniSelasa 28 November 2023 | 20:33
  • Abdul Mu’ti Resmikan Gedung TK Aisyiyah 23 MojopetungSelasa 28 November 2023 | 19:54

Hubungi Kami

WA : 0858-5961-4001
Email :pwmujatim@gmail.com
  • Dewan Redaksi dan Alamat
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

No Result
View All Result
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In