Setahun Perginya Cak Choliq, Sabar meski ‘Divonis’ 3 Bulan, ditulis oleh Faiz Rijal Izzuddin, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta dan adik istri almarhum.
PWMU.CO – Pagi itu, suasana di Desa Payaman berbeda dengan hari biasa. Orang berpeci dan bersarung tampak ramai di salah satu rumah warga. Tak lama berselang rombongan warga berbondong ke masjid.
Tepat pukul 08.30, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2010 dan 2010-2015 Prof Dr KH Muhammad Sirajuddin Syamsuddin MA, hadir di Payaman dan langsung menuju ke Masjid Al Jihad.
Keluar dari mobil, pria yang akrab disapa Din Syamsuddin itu langsung masuk masjid. Di dalam masjid tampak juga Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr Saad Ibrahim MA.
Ternyata kehadiran Pak Din dan Pak Saad kali ini (Ahad, 2 Februari 2020) bukan untuk mengisi pengajian. Akan tetapi untuk bertakziyah pada almarhum Chusnul Choliq, Kepala Kantor PWM Jawa Timur. Dan di masjid itu kedua tokoh ini bergabung dengan warga melakukan shalat jenazah.
Banyak yang merasa kehilangan atas kepergian Cak Choliq, salah satunya adalah Pak Din. Begitu luar biasanya Cak Choliq di mata Pak Din sampai-sampai beliau menyempatkan ingin hadir untuk bertakziah dan menjadi imam shalat jenazah Cak Choliq yang pada malam harinya (Sabtu, 1 Februari 2020) wafat di RSML.
Semula dikabarkan malam itu juga Pak Din akan menuju ke Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan (RSML). Karena itu, setelah jenzah Cak Choliq dimandikan, kami menunggu kehadiran beliau.
Tapi Pak Din batal datang. Menurut informasi yang beredar Pak Din tidak bisa hadir malam itu karena ada suatu halangan. Usut punya usut, batalnya Pak Din bertakziah ternyata karena esok harinya beliau ada jadwal pergi ke luar negeri.
Besoknya, pada pagi hari Ahad kami kembali mendapatkan informasi bahwasanya beliau ingin tetap hadir di Payaman, sebagai bentuk penghormatan terakhir pada Cak Choliq. Ternyata benar, Pak Din hadir di Payaman dan langsung tiba di Masjid Al Jihad Payaman.
Pada saat memberikan tausiah, Pak Din benar-benar merasa kehilangan. Dengan suara lirih Pak Din berpesan, mengutip hadits Nabi, “Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya.”
Keakraban Cak Choliq dengan Pak Din terjalin ketika Pak Din menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2010-215. Saat itu Pak Din sering diundang ke daerah Jawa Timur dan Cak Choliq menjadi sopir yang membersamai dalam setiap blusukannya di Jawa Timur.
Menurut Pak Din, Allah SWT mendatangkan musibah seperti itu adalah sebagai ujian, dan Pak Din menyaksikan almarhum Cak Choliq adalah seseorang yang menghadapi kehidupan dengan penuh kesabaran dan ketawakalan.
Sabar Dapat “Vonis” Mati
Sewaktu Cak Choliq masih dirawat di RS Siti Khodijah Sepanjang Sdoarjo, infonya kanker hati Cak Choliq sudah stadium tiga dan sudah sulit diatasi. Menurut dokter, tidak banyak yang bisa bertahan dengan penyakit ini. Paling lama tiga bulan. Kecuali ada keajaiban Tuhan.
Sulit dibayangkan, Cak Choliq sudah mengetahui akan hal itu. Tapi dalam kenangan saya, setelah mengetahui vonis kanker hati dan sering keluar masuk rumah sakit, Cak Choliq begitu sabar menghadapinya, “Sabar, Allah sudah mengatur semuanya, terus berikhtiar untuk sembuh,” ucapnya.
Masih tetap semangat bekerja seolah penyakit yang ada di dalam tubuhnya tidak ada. Postur tubuh yang semula berisi semakin kurus dan wajah berserinya kian pucat. Tetapi semua itu tidak bisa membenamkan semangatnya.
Bagi saya, Cak Choliq adalah pribadi yang sangat ringan tangan dalam segala hal. Cak Choliq adalah tempat referensi. Kalau diibaratkan, dia adalah tempat curhat. Ketika calon mahasiswa bingung dalam menentukan tempat studi, Cak Choliq adalah orang yang tepat jika dimintai informasi-informasi tentang beasiswa, termasuk saya sendiri.
Masih hangat dalam benak saya, Cak Choliq seolah baru kemarin pergi untuk selamanya. Waktu dirawat di RSML kebetulan saya libur semester, sehingga saya, serta istri dan anaknya menungguinya sejak dirawat sampai tutup usia. Pada Sabtu itu kondisi Cak Choliq menurun dan seluruh keluarga berkumpul pada hari itu juga. Dan sore hari menjelang Maghrib, kondisi Cak Choliq membaik.
Maghrib berlalu, istrinya memanggil nama Cak Choliq tepat di telinganya. Akan tetapi, berbeda dengan panggilan-panggilan sebelumnya yang selalu mendapat respon yang anggukan. Panggilan tersebut sudah tidak mendapat respon dari Cak Choliq. Dia benar-benar dinyatakan wafat oleh tim dokter setelah melewati ujian berupa penyakit kanker hati stadium tiga.
Semoga tenang di alam sana, Cak! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post