
In Memoriam KH Muhammad Sjafi’i, Mubaligh yang Menggembirakan. Ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan
PWMU.CO – KH Muhammad Sjafi’i bin Masdar wafat karena sakit mendadak Jumat (29/1/2021) pukul 18.50.WIB. Ia wafat dalam perkalanan menuju Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya.
Menurut penuturan Ahmad Sa’dan, adik bungsunya, kakaknya itu tidak pernah mempunyai sakit yang serius. Hanya dua pekan sebelum wafat, Sjafi’i menjalani operasi katarak mata di RS Al Irsyad Surabaya, dan berhasil.
“Tapi beberapa hari ia merasakan ada keluhan di lambungnya,” ujarnya pada PWMU.CO, Selasa (2/1/2021).
Sa’dan menjelaskan, sebagai Ketua Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Muhammadiyah Kota Surabaya, Sjafi’i selalu mengkoordinasi para alumni haji untuk melakukan kegiatan bakti sosial.
“Hampir setiap bulan di PCM (Pimpinan Cabang Muhamamdiyah) Pucuk. Sudah lima kali yaitu di ranting Kesambi, Gempolmadu, Paji, Ngambek, dan Badu,” terangnya.
Dia menjelaskan, sebelum wafat Sjafi’i dan alumni hai KBIH Muhammadiyah Kota Surabaya mengadakan bakti sosial di PCM Benjeng Gresik: membagikan santunan berupa sembako, pakaian, atau uang kepada para fakir miskin.
Oleh karena itu, kabar duka itu mengejutkan semua sanak kerabatnya dan para aktivis Muhammadiyah, baik yang ada di Lamongan maupun di Surabaya.
Mubaligh yang Menghibur
KH Muhammad Sjafi’i dikenal sebagai mubaligh yang energik, jenaka, dan bersahaja. Ceramahnya sering mengundang tawa pendengarnya.
Menurut Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya HM Arif An, almathum Sjafi’i adalah mubaligh yang langka di Muhammadiyah. Karena dalam menyampaikan dakwah, beliau sangat kalem, ringan, humoris, dan banyak joke segar. Jarang mubaligh Muhammadiyah yang mempunyai gaya humoris seperti beliau,” tuturnya.
“Joke segar yang sering disampaikan ke jamaah sangat mengena. Beliau menjadi mubaligh yang diidolakan ibu-ibu Aisyiyah. Jasa beliau bagi Muhammadiyah adalah membesarkan KBIH Muhammadiyah Kota Surabaya sampai sekarang,” ujar Arif An yang pernah bersama Sjafi’i melaksanakan ibadah haji tahun 2008.
Soal dakwah yang menghibur itu juga diakui Syamsul Efendi, muridnya. Menurutnya, Sjafi’i adalah guru dan mubaligh yang hamble. Ia ayah bagi semua mantan murid-muridnya di SMP Muhammadiyah 15 Surabaya.
“Belum lama ini beliau mengisi pengajian di rumah Ibu Hj Umi Salamah, Ketua PWA (Pimpinan Wilayah Aisyiyah) Jawa Timur periode 2000-2005. Peserta pengajiannya banyak yang di luar warga Aisyiyah. Kesan mereka sangat senang dengan pengajian ustadz Sjafi’i,” ungkapnya.
Kenangan yang tak terlupakan bahi Syamsul Efendi adalah saat Sjafi’i mengurus jenazah ayah dan adiknya. “Semoga ditempatkan pada tempat mulia dan terbaik di sisi-Nya,” jelas alumnus SMP Muhammadiyah 15 Surabaya angkatan pertama tahun 1986-1987.

Pengganti Ayah
Ahmad Sa’dan menuturkan kakaknya itu adalah pengganti orangtuanya yang telah tiada. “Saya sangat merasa kehilangan dengan dipanggilnya Kak I—panggilan akrab Sjafi’i.
Kak I yang membiayai sekolah adik-adiknya sepeninggal Bapak Masdar,” ungkap alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair itu. Dia menambahkan, hampir setiap pekan Sjafi’i mengunjungi adik-adiknya di kampung halamannya: Desa Kesambi.
Menurut S’dan, kakaknya itu lemah lembut dalam tutur katanya. Belum pernah sekalipun saya mendengar nada bicaranya tinggi dan membentak. Suka bersilaturrahim ke keluarga dan teman. Sangat dermawan dan humoris.
Hal senada diungkapkan Lutfillah, keponakan Sjafi’i. “Saya menyaksikan beliau orang baik. Ahli silaturahmi dan selalu menyampaikan amar makruf nahi mungkar. Insyaallah surga tempat beliau,” ujarnya.
Dia berdoa keluarga besar yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran dalam menerima ujian Allah ini. “Sepeninggal beliau keluarga besarnya semakin sayuk rukun. Putra-putrinya, cucu-cucunya selalu meneladani akhlaknya dan melanjutkan perjuangannya,” jelas Lutfillah yang menjadi Wakil Ketua Majelis Pelayanan Sosial (MPS) PCM Babat.
SD-SMA Wajib Sekolah Muhammadiyah
Menurut anak pertamanya, Nida Urrohamah Ipmawati, Sjafi’i senang berorganisasi di Muhammadiyah. “Beliau sangat memegang pesan KH Ahmad Dahlan, ‘Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah’,” terangnya.
Dia mengungkapkan, ayahnya mengharuskan keempat anaknya menuntut ilmu di lembaga milik Muhammadiyah dari SD, SMP, hingga SMA.
“Setelah itu memberikan kebebasan untuk perguruan tingginya. Bapak juga mengharuskan anaknya aktif di organisasi otonom,” jelas Nida Urrohamah yang aktif di Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur.
Nida menurutkan, ayahnya juga sangat gemar bersedkah untuk amal usaha Muhammadiyah dan bagi orang yang tidak mampu. “Bapak mengkoordinasi para alumni haji KBIH Muhammadiyah Kota Surabaya untuk mengadakan baksos tiap bulan ke ranting-ranting Muhammadiyah di Jawa Timur,” kata dia.

Riwayat Hidupnya
Muhammad Sjaf’i lahir di Desa Kesambi, Jecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, 26 Juli 1947. Ia anak pertama dari sembilan bersaudara pasangan Masdar dan Nafisah. Ayahnya seorang tukang besi dan petani yang rajin di desanya.
Saudara Muhammad Sjafi’i adalah Hj Moedhofah, Achmad Moechin, Brigjend H Hadi Khusnan, Imam Syahri (alm), Mas’anah, Fatah Hasan, Hamam Soebroto, dan dan Ahmad Sa’dan SKM.
Pendidikan Muhammad Sjafi’i dilalui di Madrasah Ibtidaiyah Nidzomiyah Kesambi (sekarang MIM 1 Kesambi) dan SMP Muhammadiyah 1 Jombang. Pendididkan Guru Agama (PGA)—dulu setingkat SMA enam tahun—diselasakan di Bojonegoro. Sedangkan perguruan tingginya ditempuh di FIAD (Fakultas Ilmu Agama Jurusan Dakwah)—bagian Fakultas Ushuluddin Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Pada saat menempuh pendidikan SMP Muhammadiyah Jombang ia mengikuti KH Fauzan, pamannya yang menjabat Ketua PDM Jombang periode 2000-2005.
Aktifitas organisasinya dilalui di Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Jawa Timur, Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Surabaya, PCM Semampir, PDM Kota Surabaya, dan Ketua KBIH Muhammadiyah Surabaya.
Pada usia 25 tahun, tepatnya pada tahun 1972 ia menikah dengan Rr Andjar Anjasmara Tri Masayuda, putri kelahiran Malang 6 Mei 1953 dari pasangan R Soegeng Hartono dan Soekarmiatun.
Dari pernikahannya itu, ia dikarunia empat anak. Uniknya, beberapa anaknya diberi nama panggilan organisasi otonom. Mereka adalah Nida Urrohamah lpmawati, Rahmat Nahar lpmawan, Imma Laili Rahmawati, dan Agus Fajar Izzudin.
Sjafi’i pernah mengabdi antara lain sebagai: guru SD Pasar Turi, Kepala Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 25 Surabaya, guru SMP 8 Surabaya, guru SMPN 5 Surabaya, Pengawas Pendidikan Agama Islam Surabaya, dan Kepala SMPM 15 Surabaya.
Sjafi’i meninggal dalam usia 73 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Wonokusumo Kecamatan Semampir, Kota Surabaya. Wakil Ketua PDM Kota Surabaya H Imam Sobari turut melepas kepulangannya.
Semoga Allah memberi tempat terbaik di sisi-Nya! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni