Ada Apa Kiai Dahlan Aktif di Budi Utomo dan Jami’at Khair? Ditulis oleh M. Anwar Djaelani, peminat biografi tokoh Islam.
PWMU.CO – KH Ahmad Dahlan adalah potret pembelajar sejati. Tiada henti belajar, sejak kecil. Awal, beliau aktif belajar agama. Lalu, beliau giat juga belajar berorganisasi.
Di bidang agama, kali pertama Ahmad Dahlan belajar langsung ke ayahnya sendiri. Lalu, ke kakak-kakak iparnya. Kemudian ke sejumlah ulama di Yogyakarta dan sekitarnya. Bahkan, belajar pula sampai ke Mekkah.
Sementara, dalam hal kecakapan berorganisasi, Ahmad Dahlan punya kesempatan mengasahnya dengan cara belajar secara langsung. Caranya, beliau menjadi anggota dan/atau pengurus di sejumlah organisasi antara lain Budi Utomo dan Jami’at Khair.
Berbekal ilmu dan pengalaman yang diperoleh dari berbagai aktivitasnya di bidang keagamaan dan keorganisasian itu, pada gilirannya banyak berpengaruh terhadap perjalanan Ahmad Dahlan dalam mendirikan dan memimpin Muhammadiyah.
Bersama Budi Utomo
Ahmad Dahlan mengenal Budi Utomo melalui Joyosumarto yang merupakan anggota Budi Utomo di Yogyakarta. Di Budi Utomo, Joyosumarto bertugas membantu organisasinya di bidang kedokteran, di bawah koordinasi dr Wahidin Sudirohusodo–penggagas Budi Utomo.
Alkisah, di sebuah kesempatan, Joyosumarto bersilaturahmI ke Ahmad Dahlan di rumahnya, di Kauman Yogyakarta. Dari pertemuan itulah Ahmad Dahlan mulai mengenal Budi Utomo.
Ahmad Dahlan lalu berkenalan dengan dr Wahidin Sudirohusodo secara pribadi. Selanjutnya, Ahmad Dahlan sering menghadiri rapat anggota maupun pengurus yang diselenggarakan Budi Utomo di Yogyakarta meski secara resmi Ahmad Dahlan belum menjadi anggota. Dari situ, Ahmad Dahlan semakin tahu tentang aktivitas dan tujuan Budi Utomo.
Pada 1909, Ahmad Dahlan secara resmi menjadi anggota Budi Utomo. Keterlibatan secara langsung di dalamnya, memberi pengetahuan yang banyak kepada Ahmad Dahlan tentang bagaimana berorganisasi dan mengatur organisasi secara modern.
Pada perkembangannya, Ahmad Dahlan bahkan menjadi pengurus Budi Utomo di lingkup Kauman Yogyakarta. Tak hanya itu, Ahmad Dahlan juga menjadi salah seorang komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta.
Ada yang menarik, terkait hubungan antara Ahmad Dahlan dengan Budi Utomo. Terlihat, hubungan itu terbilang sangat baik. Bahwa, meski pada 1912 Ahmad Dahlan sudah mendirikan Muhammadiyah, namun pada 1917 rumah beliau di Kauman Yogyakarta dijadikan tempat kongres Budi Utomo.
Di kongres itu, Ahmad Dahlan berkesempatan menyampaikan ceramah keagamaan dan berhasil memesona para peserta. Hasilnya, setelah kongres berakhir dan peserta pulang ke daerah masing-masing, banyak yang lalu berkirim surat ke HB Muhammadiyah. Isinya, meminta agar Muhammadiyah mendirikan cabang-cabangnya di kota mereka.
Sebagai pengurus Budi Utomo, aktivitas Ahmad Dahlan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah organisasi. Beliau sering memanfaatkan forum pertemuan pengurus maupun anggota Budi Utomo sebagai tempat untuk menyampaikan informasi tentang agama Islam, bidang yang sangat dikuasainya. Kegiatan ini biasanya beliau lakukan setelah acara resmi selesai.
Menarik Minat Islam
Kecakapan Ahmad Dahlan dalam menyampaikan informasi tentang agama Islam dalam berbagai pertemuan informal itu telah menarik perhatian para pengurus maupun anggota Budi Utomo yang sebagian besar terdiri dari pegawai pemerintah dan guru. Di antara indikasinya, sering terjadi diskusi yang menarik di antara mereka tentang agama Islam.
Banyak pengurus dan anggota Budi Utomo yang tertarik pada masalah agama Islam. Di antara mereka adalah R. Budiharjo dan R. Sugondo. Keduanya, pada saat itu menjabat sebagai guru di Kweekschool Jetis Yogyakarta.
Melalui bantuan dua guru itu, Ahmad Dahlan lalu mendapat kesempatan mengajarkan agama Islam kepada para siswa Kweekschool Jetis Yogyakarta. Hal itu terlaksana setelah si Kepala Sekolah setuju dan memberikan izin pelajaran agama Islam di sekolah guru milik pemerintah itu. Pelajaran diberikan di luar jam pelajaran resmi, yang biasanya dilakukan setiap Sabtu sore (Heri Sucipto, 2010: 73-77).
Gambaran di atas, senada dengan pandangan Akhira Nagazumi (1989: 123) seperti yang dikutip Suwarno (2016: 70), bahwa masuknya Ahmad Dahlan ke dalam dan menjadi anggota Budi Utomo, tidak lain hendak mengislamkan anggota-anggotanya.
Di samping itu, Ahmad Dahlan berharap dengan menjalin kontak kalangan anggota Budi Utomo yang sebagian besar adalah guru sekolah negeri dan pejabat pemerintah maka kemungkinan baginya untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan pembaruan keagamaan di sekolah-sekolah menjadi semakin terbuka.
Usaha Ahmad Dahlan berhasil dengan baik, terbukti lewat sambutan mereka yang tampak gembira terutama di kalangan santri anggota Budi Utomo di kampung Kauman Yogyakarta.
Bergabung Jami’at Khair
Sementara, pada 1910 Ahmad Dahlan menjadi anggota ke-770 perkumpulan Jami’at Khair, sebuah organisasi masyarakat Arab di Indonesia yang berpusat di Jakarta. Bersama dia juga ikut menjadi anggota adalah Husein Jayadiningrat.
Ahmad Dahlan tertarik bergabung dengan Jami’at Khair karena mereka membangun sekolah-sekolah agama dan bahasa Arab serta bergerak dalam bidang sosial. Organisasi itu juga sangat giat membangun jaringan dengan pemimpin-pemimpin di negara-negara Islam yang telah maju.
Seperti apa profil Jami’at Khair? Organisasi ini didirikan di Jakarta pada 17 Juli 1905 oleh Sayyid Muhammad Al-Fachir bin Abdurrahman Al-Masyhur dan tiga orang lainnya. Meski Jami’at Khair seluruh pendirinya orang Arab, bahkan keturunan Sayyid, tapi terbuka untuk setiap Muslim untuk menjadi anggotanya.
Lewat Jami’at Khair, Ahmad Dahlan menjadi paham bagaimana mengelola pendidikan. Hal ini, sekali lagi, karena organisasi ini salah satunya bergerak di bidang pendidikan.
Sekolah yang dikelola Jami’at Khair, yang dimulai pada 1905, tidak hanya bersifat keagamaan saja. Sekolah-sekolah itu mendapat sentuhan modern. Misal, semua sekolah menggunakan sistim klasikal dan memakai kurikulum yang teratur. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Indonesia atau Melayu.
Belajar Organsasi
Hal yang menarik, di sekolah Jami’at Khair tidak diajarkan bahasa Belanda tetapi bahasa Inggris. Agaknya, ini semacam reaksi halus terhadap dominasi bahasa asing kolonial yaitu bahasa Belanda.
Untuk menunjang kelancaran proses kependidikan, Jami’at Khair banyak mengundang guru dari daerah-daerah lain selain dari luar negeri untuk mengajar di sekolah-sekolah mereka. Misal, pada 1907 Muhammad Mansur dihadirkan untuk menjadi guru di bidang bahasa Melayu. Beliau berasal dari Padang – Sumatera Barat. Beliau diundang, juga karena dinilai pengetahuannya di bidang agama bagus.
Pada 1911, datang Al-Hasyimi dari Tunisia, yang antara lain tercatat sebagai orang yang pertama kali memperkenalkan dan mendirikan gerakan kepanduan di kalangan orang-orang Islam di Indonesia.
Masih pada 1911 datang lagi tiga orang guru, salah satunya adalah Syaikh Ahmad Surkati dari Sudan. Beliau, terbilang sebagai salah satu yang berperan besar dalam menyebarkan pemikiran-pemikiran pembaharuan di masyarakat Islam Indonesia (Ensiklopedi Islam Indonesia, 1992: h. 480-482).
Di Jami’at Khair Ahmad Dahlan banyak belajar berorganisasi secara modern dan berdakwah di kalangan umat Islam. Beliau, juga mendapatkan pengetahuan tentang kegiatan sosial terutama yang berhubungan dengan pendirian dan pengelolaan lembaga pendidikan model sekolah formal.
Kesemua itu merupakan suatu hal yang baru dan sangat berpengaruh bagi langkah-langkah yang dilakukan Ahmad Dahlan pada masa selanjutnya.
Pada dasarnya, Ahmad Dahlan di Jami’at Khair mendapatkan pengetahuan bagaimana cara membentuk sebuah organisasi dan bagaimana cara mengusahakan pendirian sekaligus pengelolaan sekolah model Barat.
Ilmu, Ilmu!
Demikianlah, figur seorang pembelajar tekun bernama Ahmad Dahlan. Dari dan lewat Budi Utomo banyak ilmu serta manfaat yang didapatnya. Dari Jami’at Khair tak sedikit pengetahuan yang diperolehnya. Itu semua, sangat berguna saat KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dan lalu memimpinnya. Sekarang ini, kita bisa menjadi saksi bahwa ada buah manis bagi seorang pembelajar yang rajin dan ulet. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel Ada Apa Kiai Dahlan Aktif di Budi Utomo dan Jami’at Khair? ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 21 Tahun XXV, 12 Februari 2021/30 Jumadits Tsania 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.