
Kisah KH Ahmad Dahlan Beri Panggung Perempuan SI Merah, tulisan oleh M Anwar Djaelani, peminat biografi tokoh Islam; tinggal di Kabupaten Sidoarjo.
PWMU.CO – “Hendaknya aktivis Muhammadiyah berhati-hati terhadap masalah perempuan (Aisyiyah). Jika bisa memimpin dan membimbing perempuan dengan menempatkan mereka pada tempat yang tepat, insyaallah mereka akan menjadi partner dan teman yang memperlancar pencapaian cita-cita luhur Muhammadiyah”.
Itulah, salah satu wasiat berharga dari KH Ahmad Dahlan. Kita, terutama wara Muhamamdiyah, akan terus mengingatnya.
Ada Pesona di Kepanjen
KH Ahmad Dahlan aktivis yang tak kenal lelah dan konsekuen dengan kata-katanya. Lihatlah, meski KH Ibrahim telah ikut serta membantu KH Ahmad Dahlan dalam memimpin pengajian wanita yang dulu KH Ahmad Dahlan memmpinnya sendiri, ternyata kegiatan dia tak surut. Bagi Ahmad Dahlan, tak boleh ada banyak waktu untuk beristirahat.
Cermatilah, frekuensi dakwah Ahmad Dahlan tetap tinggi, penuh gelora. Ahmad Dahlan, bahkan sering meninggalkan Yogyakarta, berdakwah ke luar daerah. Dia perlu berkunjung ke tempat, kerena memang dia harus mengunjunginya. Atau karena memang sudah ada janji untuk berkunjung sebelumnya.
Pada suatu waktu Ahmad Dahlan berkunjung ke Jawa Timur sampai berapa hari, di antaranya ke Kepanjen, Malang. Di daerah itu memang sudah ada komunitas Muhammadiyah yang selama ini telah berhubungan langsung dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta.
Saat KH Ahmad Dahlan berkunjung itu, bersamaan dengan adanya sebuah pertemuan yang menghadirkan banyak orang. Di situ dia menyaksikan seorang perempuan, pembicara di forum itu. Dalam catatan indonesiana.id perempuan ini bernama Woro Sastroatmojo.
Ahmad Dahlan tertarik dengan performanya yang mantap: cakap dan bersemangat. Saat di mimbar, dia mendapat perhatian dari banyak orang.
Ahmad Dahlan pun spontan punya gagasan, ingin menghadirkan perempuan itu datang ke Yogyakarta. Beliau memintanya berbicara di pertemuan-pertemuan kaum perempuan. Baik untuk skala umum maupun khusus di internal anggota Aisyiyah. Bentuknya bisa ceramah/diskusi, yang itu tentu akan memberi manfaat besar kepada kaum perempuan pada umumnya dan anggota Aisyiyah khususnya.
Setelah menyampakan ide itu, perempuan-pembicara itu setuju, dengan syarat agar seorang perempuan yang lain menemaninya. Tentu saja Ahmad Dahlan setuju dengan syarat itu.
Setelah kedua perempuan itu sama-sama meminta izin kepada suaminya masing-masing, dan diizinkan, esok paginya mereka berangkat ke Yogyakarta dengan kereta api yang paling pagi. Sore hari sampai di Yogyakarta dan terus menuju Kauman, ke rumah KH Ahmad Dahlan.
Aktivis Ketemu Aktivis
Keluarga KH Ahmad Dahlan kedua tamu itu dengan gembira. Sebuah ramah-tamah yang spontan segera terasakan, karena aktivis ketemu aktivis.
Suasana makin hidup, karena rumah Ahmad Dahlan memang tempat berkumpulnya aktivis Aisyiyah. Meski tidak diundang secara khusus, para pegiat dakwah itu datang.
Alhasil, atmosfir kegembiraan menjadi bertambah-tambah. Meski si tamu tidak dapat beristirahat secara leluasa, setelah menempuh perjalanan Kepanjen-Malang ke Yogyakarta, mereka tampak bisa menikmati rasa senang karena seketika itu dapat berkenalan dengan banyak aktivis.
Selepas shalat Isya’, para aktivis pulang. Nyai Ahmad Dahlan bertindak sebagai nyonya rumah yang baik. Dia menjamu dua tamu itu makan malam secara sederhana.
Rekor Pertemuan
Esok malamnya, sekira pukul 20.30, pertemuan yang diinisiasi Ahmad Dahlan bisa terlaksana. Acara dipimpin oleh ketua Aisyiyah.
Pertemuan itu mendapat kunjungan banyak perempuan. Jumlah yang hadir, luar biasa. Belum pernah terjadi sebelumnya, begitu banyak otang menghadiri pertemuan seperti itu.
Setelah dipersilakan, pembicara pertama tampil. Benar, penampilan perempuan dari Kepanjen, Malang itu memesona. Si pembicara memang memperlihatkan sosok perempuan yang berbakat sebagai pemimpin.
Antara lain, dia tenang meski menghadapi banyak orang. Juga, dia menguasai persoalan yang diangkat. Saat itu, dia menerangkan di sekitar suasana pergerakan yang diikutinya, yaitu pergerakan Syarikat Islam (SI) yang sudah berbau “merah” yakni dekat dengan PKI.
Sekali lagi, dia menyampaikan semua itu dengan lancar. Dia berpidato dengan penuh semangat sehingga dapat membangkitkan kesadaran dari para peserta pertemuan atas persoalan yang ada di masyarakat. Setelah berbicara satu jam dengan menarik, dia menyudahi ceramahnya.
Setelah itu, Ahmad Dahalan mengistirahatkan pertemuan selama 15 menit. Berikutnya, dia mempersilakan pembicara yang kedua. Dalam hal isi, pidatonya hampir sama dengan yang pertama karena memang kedua-duanya tokoh Syarikat Islam.
Jikapun ada yang berbeda dengan pembicara pertama, yang kedua ini agak lunak suaranya. Tetapi, dalam hal semangat, keduanya serupa. Perbedaan lain, pembicara kedua yang juga berbicara sekitar satu jam itu, punya sifat jenaka.
Sejarah mencatat, semua yang hadir senang. Ada rasa puas mendengar uraian pembicara yang datang dari Jawa Timur itu. Hal itu wajar, sebab kedua pembicara memang tampil prima. Sementara, pada masa itu, di Yogyakarta belum tampak ada perempuan yang bisa berbicara secakap mereka.
Pelajaran dari Ahmad Dahlan
Apa pelajaran yang bisa kita petik? Dari fragmen di atas, sangat boleh jadi, KH Ahmad Dahlan sedang menunjukkan konsistensi beliau atas ucapannya seperti yang telah kita baca di paragraf pembuka tulisan ini.
Pertama, beri kaum perempuan (terutama aktivis Aisyiyah) bimbingan yang tepat. Kedua, ambil ilmu dan inspirasi dari mana saja.
Rasakanlah, KH Ahmad Dahlan tanpa ragu-ragu mengundang dua perempuan aktivis Syarikat Islam ‘Merah’ dari Kepanjen, Malang untuk menyuntikkan semangat bagi semua perempuan, terutama di kalangan Aisyiyah.
Yang juga menarik, bagaimana respon KH Ahmad Dahlan ketika mendapat kritik karena telah memberi panggung dua wanita Sarekat Islam ‘Merah’. Seperti disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim Nadjib Hamid.
“Ketika ditegur oleh kawan seperjuangannya, beliau hanya bilang: ambillah yang baik darinya,” ungkapnya seperti dikutip PWMU.CO.
Menurut Nadjib, sikap KH Ahmad Dahlan itu merupakan implementasi dari hakikat politik, yaitu lobi dan komunikasi. Dan pendiri Muhammadiyah itu memberi contoh nyata tentang hal tersebut: bersikap cair dan tidak membatasi sekat partai atau golongan apa pun. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel Kisah KH Ahmad Dahlan Beri “Panggung” Perempuan SI Merah ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 22 Tahun XXV, 19 Februari 2021/7 Jumadits Tsania 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.
Discussion about this post