Mirasantika dan Jokowi oleh Bekti Sawiji, Mahasiswa S3 Universitas Negeri Islam Maulana Malik Ibrahim Malang.
PWMU.CO-Dulu aku suka padamu// dulu aku memang suka, ya ya ya// Sekarang ku tak tak tak ku tak mau tak, ku tak mau tak.
Begitu lirik lagu Bang Haji Rhoma Irama yang berjudul Mirasantika. Singkatan dari minuman keras dan narkotika. Lagu itu dirilis 1997. Bang Haji mengingatkan generasi muda agar tidak terjerumus ke dalam jeratan miras dan narkotika.
Saat mencipta lagu itu, pemakaian miras dan narkotika sudah gila-gilaan. Sekarang ini malah pemerintah membuka izin investasi miras. Meski akhirnya secara lisan dicabut. Bang Haji pasti berkata, ”Terlalu!”. Mirasantika sudah terbukti bisa membuat orang menjadi gila, putus sekolah, edan, dan kehilangan masa depan. Bang Haji sudah mengalami. Anaknya sendiri terjerat narkoba.
Dalam situs https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/alcohol, WHO menyajikan fakta-fakta kunci tentang pengaruh miras.
Beberapa fakta, di seluruh dunia, penggunaan miras menyebabkan 3 juta kematian setiap tahun. Sekitar 13,5 persen dari total kematian pada kelompok usia 20-39 tahun disebabkan oleh alkohol. Alkohol membawa kerugian sosial dan ekonomi yang signifikan bagi individu dan masyarakat.
Lirik lagu Bang Haji atau fakta-fakta WHO memang tidak menjadi konsideran saat pemerintah menerbitkan peraturan presiden (perpres). Tapi seandainya saja pemerintah paham suara rakyat tak bakal mengeluarkan izin investasi miras. Dengan begitu tidak perlu ada pencabutan lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Pertimbangkan Agama
Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Maka hukum-hukum agama harus mendapatkan tempat dalam kebijakan pemerintah. Karena itulah ada kementerian agama. Hukum halal haram dalam agama Islam, semestinya negara membuka mata, hati, dan pikiran bahwa hukum buatan Tuhan Allah swt itu adalah benar.
Dalam al-Quran, miras alias khamr termasuk haram. Surat al-Maidah ayat 90 berbunyi: Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.
Maka berbahaya apabila sesuatu telah dihukumi haram tetapi masih diperbolehkan untuk dikonsumsi. Apalagi diproduksi. Sesuatu yang diharamkan Allah lantas dihalalkan oleh penguasa sama artinya membuka ruang konfrontasi dengan Tuhan.
Ironisnya alasan melegalkan investasi miras, pemerintah berdalih dengan kearifan lokal. Kearifan lokal dari Hong Kong! Apakah bisa dibenarkan minuman keras yang bikin mabuk disebut kearifan?
Suatu daerah yang mayoritas penghuninya penjudi, pencuri, pemabuk, bandar narkoba yang dipelihara turun temurun, bisakah kebiasaan dan budaya itu disebut kearifan lokal?
Terdesak Protes
Setelah Perpres Miras diprotes keras, akhirnya Presiden Jokowi mendengarkan suara ulama, ormas-ormas besar seperti Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama dengan mengumumkan mencabut Lampiran III Perpres.
Tunggu! Jangan baper dulu. Kita hargai langkah presiden ini. Tapi berdasar pengalaman masa lalu, tetap saja produk hukum itu berlaku. Misal, Undang-undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Meskipun terjadi penolakan dan demonstrasi besar karena dinilai melemahkan KPK, penguasa hanya mengulur. Setelah itu undang-undang tetap disahkan tanpa perubahan. Begitu juga sejarah pengesahan UU No. 11/2020 Omnibus Law yang menjadi dasar Perpres No. 10/2021 soal investasi miras ini.
Karena itu wajar meskipun presiden berkata mencabut Lampiran Perpres Miras, banyak kalangan masih tidak puas, suuzhan, dan prasangka lainnya. Sebab sudah hafal perangai penguasa.
Semestinya mencabut peraturan itu harus dengan menerbitkan peraturan baru yang setara. Seharusnya pencabutan itu dengan cara menerbitkan Perpres baru tanpa Lampiran III tentang aturan investasi miras. Bukan hanya pengumuman lisan.
Pengumuman presiden hanya lisan itu sekadar sikap untuk meredam keresahan masyarakat. Suara presiden yang ditunggu rakyat. Sekarang kita menunggu proses kelanjutan dari pernyataan lisan itu. Apakah ada Perpres baru menggantikan Perpres No. 10/2021.
Hidayah
Semoga sikap Presiden Jokowi terhadap investasi miras ini bukan hanya karena desakan banyak kalangan, tetapi sebuah hidayah. Allah yang membolak-balikkan hati manusia. Semoga balik ke jalan lurus terus.
Hadits dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, ”Sesungguhnya Allah berkata, Aku sesuai prasangka hambaku pada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-Ku” (HR Muslim).
Jadi berprasangka baik saja agar pemimpin-pemimpin kita segera mendapatkan hidayah untuk membela hukum-hukum Allah swt. Semoga pencabutan Lampiran Perpres Miras ini menjadi awal kebangkitan hukum-hukum Islam ditegakkan di bumi nusantara ini. Bang Haji bisa kembali bahagia. Mirasantika… no way!
Editor Sugeng Purwanto