Zakat Fitrah dengan Uang, Bolehkah? Ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Zakat Fitrah dengan Uang, Bolehkah? ini berangkat dari hadits riwayat Bukhari.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ. رواه البخاري
Dari Abdullah bin Umar radliallahu anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mewajibkan zakatul fitri satu sha’ dari kurma atau sha’ dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum Muslimin. Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat (Id).” (HR Bukhari)
Definisi Zakat Fitra
Zakatul fitri atau dengan istilah lain shadaqatul fitri—dalam penyebutan kita saat ini mayoritas menyebut zakat fitrah—adalah adalah zakat yang dikeluarkan ketika telah berbuka atau selesainya puasa Ramadhan yakni dalam rangka menyambut Idul Fitri.
Hikmah atau fungsi dari perintah zakat ini adalah untuk mensucikan bagi orang yang telah berpuasa di bulan Ramadhan dari berkata jelek dan sia-sia serta dalam rangka memberikan makan kepada fakir miskin.
Oleh karena itu waktu mengeluarkannya adalah yaitu mulai waktu Maghrib di akhir bulan Ramadhan (masuk tanggal 1 Syawal) sampai menjelang dilaksanakannya shalat Idul Fitri. Kalau setelah shalat maka hal itu tidak lagi dinamakan zakatul fitri tetapi sedekah biasa.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ. رواه ابو داود و ابن ماجه
Dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam mewajibkan zakatul fitri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin.
Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya sedekah diantara berbagai sedekah. (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Hukum Zakat Fitrah
Hukum mengeluarkan zakatul fitri adalah fardhu ain bagi yang mampu. Siapa saja yang wajib mengeluarkan zakatul fitri? Rasulullah menjelaskan dalam hadits riwayat Bukhari seperti di tulis di atas.
Yaitu semua anggota keluarga yang menjadi tanggungan dalam satu keluarga tanpa kecuali. Termasuk orangtua yang sudah lanjut usia, juga anak-anak atau bayi kecil mungil dan termasuk jika memiliki budak atau hamba sahaya.
Dan hal ini berlaku syarat bagi yang mampu menunaikannya, karena jika tidak mampu maka kewajiban zakatnya menjadi gugur dan bahkan sebaliknya ia berhak menerima zakatul fitri ini. Inilah kemurahan syarait Islam bagi pemeluknya, agar terjadi pemerataan kebahagiaan di hari raya idul fitri yang sedang dirayakan oleh kaum muslimin.
Zakat Fitrah dengan Uang?
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Paling tidak ada dua pendapat. Pertama, jumhur ulama dari Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah berpendapat tidak boleh. Hal ini bersandar dari teks hadits yang Rasulullah mewajibkan dalam hal ini berupa makanan, sebagaimana dalam teks hadits di atas. Hal ini juga berdasar fi’lunnabiy wa ashhabih atau prilaku nabi dan juga para sahabat nabi.
Kedua, dari Hanafiyah dan sebagaian ulama salaf di antaranya Sufyan ats Tsauri, Umar bin Abdul Aziz, Hasan Bashri, Ishaq bin Rahawiyah, dan Abu Tsur berpendapat boleh-boleh saja sekiranya seorang fakir itu lebih butuh berupa uang.
Hal ini disandarkan bahwa maksud dari zakatul fitri adalah memberikan kemampuan kepada fakir miskin untuk dapat merayakan hari raya dengan baik. Dan termasuk berpendapat demikian adalah Imam Ibnu Taimiyah.
Dalam hal ini hemat penulis—bersandar pada teks hadits di atas—adalah lebih tepat dan tidak menimbulkan keraguan dalam hati. Karena jika memang boleh dengan uang tentu di antara para sahabat nabi akan melakukannya juga.
Dan karena ibadah itu bersifat tauqifiyyah, jadi mengikuti Rasulullah dengan para sahabat beliau adalah lebih tepat. Apalagi dalam teks hadits di atas juga telah ditentukan jenis-jenis bahan makanan yang dikeluarkannya. Sehingga semua jenis makanan setempat adalah bentuk yang dikeluarkan untuk zakatul fitri.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا نُخْرِجُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ وَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ وَكَانَ طَعَامَنَا الشَّعِيرُ وَالزَّبِيبُ وَالْأَقِطُ وَالتَّمْرُ. رواه البخارى
Dari Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu anhu berkata: ‘Pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam kami mengeluarkan (zakat fithri) pada Idul Fitri satu sha’ dari makanan’. Dan berkata, Abu Sa’id: ‘Dan saat itu makanan kami adalah gandum, kismis, biji-bijian atau kurma’. (HR Bukhari)
Takaran Zakat Fitrah
Sebagaimana dalam hadits-hadits di atas bahwa takaran zakatul fitri adalah satu sha’. Ukuran ini berdasar ukuran penduduk Madinah.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَزْنُ وَزْنُ أَهْلِ مَكَّةَ وَالْمِكْيَالُ مِكْيَالُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ. رواه ابو داود
Dari Ibnu Umar ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Timbangan yang menjadi standar ukuran adalah timbangan penduduk Mekkah, takaran yang menjadi standar ukuran adalah takaran penduduk Madinah.’ (HR Abu Dawud)
Dalam takaran saat ini diantara para ulama berpendapat satu sha’ sama dengan kurang sedikit dari 3 kg. Maka digenapkan menjadi 3 kg atau dilebihkan lagi tentu lebih afdlal.
Dalam mengelurkan zakatul fitri ini tentu yang juga harus diperhatikan adalah kualitasnya sesuai yang di konsumsi setiap hari atau lebih baik, dan jangan sampai kemudian dibelikan dengan bahan makanan pokok yang kualitas atau harganya di bawah sebagaimana yang dikonsumsinya setiap hari, apalagi yang sudah tidak layak dikonsumsi.
Penerima Zakat Fitrah
Sebagaimana dalam teks hadits di atas, yang berhak mendapatkan zakatul fitri ini adalah prioritas untuk kaum fakir miskin. Panitia zakat dan juga termasuk pengurus takmir masjid tidak diperkenankan mendapatkannya jika tidak termasuk kriteria fakir miskin. Demikian juga dengan yang lainnya. Dan bisa jadi dari jamaah itu zakatnya diserahkan hanya pada seseorang yang memang dianggap berhak mendapatkannya jika tidak ada yang lainnya.
Bagi muzakki (pembayat zakat) dapat mewakilkan penyerahannya kepada panitia yang ada, sehingga panitia zakat yang harus berhati-hati dalam pelaksanaannya ini.
Tetapi menyerahkan sendiri juga lebih baik, tergantung keadaan dan kondisi masyarakat miskin disekitarnya. Dalam hal jika dibutuhkan biaya operasional bagi panitia, maka tidak boleh mengurangi dari zakatul fitri yang telah dititipkan oleh muzakki. (*)
Editor s
Discussion about this post