
PWMU.CO – Enam Humor Sufistik ala Salim A Fillah. Ustadz Salim A Fillah ternyata pandai juga berhumor. Tapi humornya tidak kacangan yang melenakan. Melainkan humor sufistik. PWMU.CO setidaknya mencatat enam tema humor yang dia selipkan di tengah materi serius di acara Pengajian Ramadhan 1442, Senin (3/5/2021).
Mugeb Islamic Center (MIC) Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB Gresik yang menggelar kegiatan bertema Teladan Nabi SAW di Bulan Ramadhan tersebut secara virtual melalui Zoom Cloud Meetings.
Di tengah ujian kantuk yang menyengat, candaan Salim A Fillah berhasil mengubahnya menjadi gelak tawa. Acara di siang bolong yang panas dan itupun jadi adem, eh salah … jadi renyah, kriuk-kriuk.
Setan yang Tidak Terbelenggu
Salim A Fillah menjelaskan, saat Ramadhan—seperti dalam salah satu sabda Rasulullah—para setan terbelenggu. Tapi kata dia, tidak semua setan terbelenggu. Setan yang terbelenggu itu dari golongan jin sehingga tidak bisa menggoda manusia.
“Tapi setan dari golongan manusia tidak terbelenggu,” ujarnya. Dia merujuk Surat an-Nas bahwa setan itu terdiri dari dua golongan: jin dan manusia.
Wajah-wajah peserta pun tampak berguncang sehingga giginya pada kelihatan. Oh … itu tanda mereka sedang ketawa. Kan suara ketawanya nggak terdengar, karena mikrofon mereka di-mute oleh host.
Tapi Ustadz Salim—sapaan populernya—buru-buru ‘meralat’. Sebenarnya setan jenis manusia juga terbelenggu, tapi batinnya doang. Karena kesempatan untuk melakukan (banyak) dosa tidak seperti bulan-bulan yang lain, he-he-he … [ketawa lagi].
Dan ketawa peserta pun semakin kriuk-kriuk ketika Salim berharap agar di antara hadirin jamaah Zoomiyah, tidak ada yang merasa terbelenggu.
“Jangan sampai nanti euforianya Idul Fitri bukan (karena) berhasil mentaati Allah, tapi ‘Hore! Bebas dari belenggu!’.” ucapnya sambil tertawa, menirukan kegembiraan setan, eh … manusia yang merasa terbelenggu di bulan Ramadhan.
Dia lalu menjelaskan dengan serius—meski saja tetap lucu—jika ada manusia di malam Idul Fitri yang merasa bebas dari belenggu, berarti ada sifat setan dalam dirinya. “Waduh, naudzu billahi min dzalik!”
Rawat Inap Hawa Nafsu
Candaan Salim A Fillah kembali mencuat ketika menjelaskan tentang masih banyakknya kemasiatan di tengah kondisi setan sedang dipenjara.
“Setan sudah dibelenggu, kok keinginan maksiatnya masih menggebu-gebu? Kok keinginannya melakukan dosa masih kuat?”
Menurut dia, bukan setan yang menyuruh melakukan maksiat dan dosa. Tapi hawa nafsunya sendiri yang, memang, masih bersemangat melakukan dosa.
“(Karena itu) Hawa nafsunya perlu dirawat inap. Kasih ventilator di ruang perawatan intensif barangkali,” candanya, yang kembali mengundang gerr-gerran.
Libur Dulu, Habis Ramadhan Lanjut Lagi
Tawa peserta kembali tak terhankan, meski Ustadz Salim berbicara soal neraka—yang pintunya ditutup di Ramadhan ini. “Maka, cabang-cabangnya di dunia juga tutup. Paling tidak … berkurang jam operasionalnya!” katanya setengah menahan tawa. Tapi peserta tidak bis amenahan ketawa. Lucu, ada cabang neraka!
Bagaimana tidak, kata dia, tempat-tempat maksiat mengalami penyempitan. Jadi orang yang mau bermaksiat mengalami kesulitan.
“Bahkan orang yang terbiasa bermaksiat kadang bikin pengumuman, ‘Aku Ramadhan libur dulu ya, nanti habis Ramadhan lanjut lagi’,” sindirnya sambil tertawa.
Melihat fenomena yang sebenarnya menyedihkan itu, pengasuh pengajian Majelis Jejak Nabi itu berharap, “Mudah-mudahan, setelah Ramadhan usai yang lanjut liburnya, bukan bermaksiatnya!” He-he-he…, amin.
Kok Dikasih Susah Terus ya Allah?
Humor Salim A Fillah masih berlanjut. Awalnya dia menjelaskan, di bulan Ramadhan Allah membuka waktu mustajabah yang luar biasa. Sejak berpuasa sampai berbuka… mustajabah!
“Makanya di bulan Ramadhan, saat mustajabah itu justru saat bahagia. Kadang kita hanya berdoa ketika sedih, atau hajat sesuatu tidak terpenuhi,” ungkapnya.
Jadi, dia mengingatkan agar berdoa juga di saat lapang dan merasakan kenikmatan. Mengapa? Supaya kita ingat Allah pada saat senang. Kalau kita ingat Allah saat kita susah, Allah pasti ingat kita saat kita susah.
“Nah kalau kita ingat Allah pada saat susah saja, maka biar kita ingat terus sama Allah, Allah lalu membuat kita susah terus,” ujarnya.
Lalu dia mengilustrasikan dengan sebuah curhat seorang hamba Allah yang protes, “Kok dikasih susah terus ya Allah?”
Allah pun menjawab, “Lha ingat aku saat susah (saja)!”
Sahabat Kapok Ikut Tarawih Nabi
Pengurus Masjid Jogokariyan Yogyakarta itu lagi-lagi menyelipkan kisah lucu di tengah ceramahnya. Awalnya, dia mengisahkan bagaimana Nabi Muhammad SAW “menghidupkan” malam-malam Ramadhannya.
Katanya—masih secara serius—meleknya (terjaganya) Rasulullah lebih banyak dari pada meremnya (tidurnya), sebab beliau menyibukkan diri dengan shalat malam di rumah maupun di masjid. “Begitulah kiranya beliau ‘menghidupkan’ malam-malamnya,” jelasnya.
Nah, Ustadz Salim lanjut cerita bagaimana Ibnu Abbas radhiyallahu anhu merasa kapok setelah mengikuti shalat di rumah Rasulullah SAW. Begini kisahnya: “Saya pernah mengikuti shalat (qiyamul lail) Rasulullah SAW di rumah beliau. Di rakaat pertama, Rasulullah membaca surat al-Baqarah.”
Sambil tersenyum Salim melanjutkan kisah tersebut, “Kupikir habis (baca) al-Baqarah rukuk, ternyata disambung Ali-Imran. Aku pikir habis ali-Imran rukuk, ternyata disambung an-Nisa. Kupikir habis an-Nisa rukuk, ternyata disambung al-Maidah. Aku pikir habis al-Maidah rukuk, ternyata disambung al-An’am setelah itu.”
Setelah itu, katanya, Ibnu Abbas kapok mengikuti shalat di rumah Rasulullah. “Lebih baik aku ikut yang di masjid,” ungkapnya menirukan.
Sebab, Abbas tahu, Rasulullah memperpendek bacaannya saat shalat di masjid supaya tidak membebani makmumnya: para sahabat. Ibnu Abbas baru sadar, saat shalat di rumah, Rasulullah berdiri shalatnya panjang sekali.
He-he-he… Ada-ada saja, Sahabat Ibnu Abbas! Begitulah dampaknya akibat coba-coba ikut di tarawih rumah.
Siapa yang Jadi Sampah?
Masih ada lagi humor Ustadz Salim di acara yang diikuti guru dan karyawan sekolah Muhammadiyah GKB itu. Yaitu saat dia mengingatkan peserta untuk selalu bermesra-mesraan dengan al-Quran, apalagi saat Ramadhan.
Kemudian dia menjelaskan tetang sampah. Semua yang kita buang menjadi sampah. Misal, makanan atau pakaian. “Kalau makanan dan pakaian itu kita buang, akan jadi sampah,” ucap dia.
“Semua yang kita buang jadi sampah, kecuali al-Quran. Karena kalau al-Quran yang kita buang, kita yang jadi sampah!” ujarnya.
Dan peserta pun (lagi-lagi) ketawa. Untungnya puasa tidak batal oleh katawa. He-he-he … (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post