
Rona: Nohtah Hitam Hati dan Cara Menghapusnya ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Rona: Nohtah Hitam Hati dan Cara Menghapusnya ini berangkat dari hadits riwayat Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ ، صُقِلَ مِنْهَا قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَا قَلْبَهُ ، فَذَلِكَ الرَّانُ ” قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (المطففين آية 14) .
Dari Sahabat Abu Hurairah dari Nabi bersabda “Sesungguhnya seorang Mukmin, jika ia melakukan dosa, di hatinya ada noktah hitam. Jika ia bertobat dan ia meninggalaknya serta meminta ampunan (istighfar), maka hatinya akan cemerlang kembali. Namun jika bertambah dosanya, maka bertambah pulalah noktah tersebut. Itulah yang disebut ‘Ron’. Allah SWT. berfirman, ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.'” (al-Muthaffifin 14)
Rona dalam Hati
Rona artinya menutupi, yaitu apa yang dapat menutupi hati seseorang, sebagamana dalam firman Allah:
كَلَّاۖ بَلۡۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (al Muthaffifin:14).
Dalam kaidah membaca al Quran, bacaan di atas mengandung saktah, yaitu berhenti sejenak tanpa bernapas yaitu antara kata bal dan rona. Karena kalau tidak saktah maka bacaan tersebut termasuk idgham bila ghunnah.
Dalam kategori hadits di atas yang menjadi penutup hati adalah dosa yang dilakukan oleh seorang Mukmin. Semakin banyak dosanya maka penutup hatinya akan semakin banyak pula.
Hati manusia pada awalnya adalah bersih dan bening, setelah manusia berinteraksi dengan manusia lainnya maka jadilah hati manusia mulai terpengaruh dengan keadaan lingkungan dimana ia tinggal. Termasuk yang sangat dominan adalah pengaruh orang-orang yang berada didekatnya. Jadilah manusia membawa watak atau karakter sesuai dengan pengaruh tersebut.
Lingkungan Pembentuk Karakter
Oleh karena itu setiap orangtua berkwajiban menjaga pengaruh negatif bagi anak-anaknya, yaitu dengan memberikan keteladanan dan pendidikan yang baik. Sehingga anak tumbuh dengan memeiliki kebiasaan yang baik dan sekaligus memiliki menajemen hati yang dapat terkendali oleh nilai-nilai kebenaran.
Tingkat kondusivitas lingkungan dalam rangka cenderung kepada kebaikan sangat menentukan. Itulah sebabnya ada sebuah teori bahwa manusia baik masuk dalam sistem lingkungan yang tidak baik besar kemungkinan akan menjadi tidak baik pula.
Demikian pula sebaliknya manusia jahat yang hidup di lingkungan yang baik, besar kemungkinan akan menjadi baik atau dipaksa menjadi baik pula. Ini berarti masyarakat seharusnya menciptakan suatu lingkungan dengan nilai-nilai yang baik sehingga menutup kemungkinan untuk orang lain berbuat tidak baik tersebut.
Ketika sikap jahat yang notabene merupakan bentuk dosa sudah menjadi kebiasaan, maka hati akan menjadi semakin buram dan gelap. Dan jika telah terjadi demikian maka manusia seringkali bertindak di luar nilai kebenaran. Bahkan tidak peduli lagi benar atau salah, yang penting ia merasa aman dengan tindakannya itu. Padahal semua itu harusnya bias dipertanggung jawabkan kepada Allah, Dzat yang telah memberikan amanah hidup kepada kita semua.
Tindakan maksiat merupakan penyebab hati menjadi semakin tertutup dengan noda. Dan bisa terbuka kembali jika melakukan pertobatan, taubat dengan sesungguhnya. Maka secara bertahap pasti akan mengalami pembersihan yang jika hal itu dilanjutkan maka hati akan semakin jernih sebagaimana sedia kala.
Cinta Dunia Penyebab Hati Lalai
Termasuk yang melalaikan hati adalah terlalu cinta dunia.
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمُ ٱسۡتَحَبُّواْ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا عَلَى ٱلۡأٓخِرَةِ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَٰفِرِينَ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ طَبَعَ ٱللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ وَسَمۡعِهِمۡ وَأَبۡصَٰرِهِمۡۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡغَٰفِلُونَ
“Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai.” (an-Nahl: 107-108).
Sebagaimana perkataan orang bijak: “Tidak ada manusia yang sempurna yang tidak pernah berbuat salah, tetapi yang terbaik dari setiap kesalahan itu seharusnya diikuti dengan penyesalan dan pertaubatan atau permohonan ampun”. S
Seberapa pun kesalahan yang kita lakukan Allah adalah Dzat Yang Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun kepada hamba-Nya yang selalu berkenan memohon ampun kepada-Nya. Dengan demikian yang lebih penting adalah tazkiyatunnufus atau pembersihan jiwa tersebut.
Takwa Penjaga Diri
Jika kebersihan jiwa sudah dimiliki oleh seseorang maka Allah akan selalu memberikan bimbingan kemampuan untuk ia membedakan antara kebenaran dengan kebatilan, antara kejahatan dengan kebaikan. Sikap takwa itu menjadi penjaga dirinya agar tidak terjebak melakukan kesalahan tanpa diiringi dengan penyesalan dan istighfar.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَتَّقُواْ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّكُمۡ فُرۡقَانٗا وَيُكَفِّرۡ عَنكُمۡ سَئَِّاتِكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡۗ وَٱللَّهُ ذُو ٱلۡفَضۡلِ ٱلۡعَظِيمِ
“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (al Anfaal 29)
Kemampuan furqan adalah suatu pertolongan dari Allah untuk senantiasa membedakan antara kebenaran dengan kebatilan tersebut, termasuk diantaranya adalah jika terdapat motifasi-motifasi diri yang tidak hanya karena Allah Subhanahu wa Taala.
Bulan Ramadhan yang telah berlalu, memberikan Pendidikan agar kita selalu membiasakan diri dengan ketaatan kepada-Nya dan menjauhkan diri dari lingkungan yang tidak kondusif bagi tumbuhnya keimanan, dan hal itu merupakan keniscayaan bagi setiap kita.
Selalu bergaul dengan orang-orang shalih dan berkomunitas dengan mereka serta membentuk halaqah kebaikan serta menjadikan komunitas kita menjadi komunitas dalam kebaikan adalah kewajiban setiap muslim.
Ancaman bagi orang-orang yang selalu mengotori hatinya sangatlah luar biasa semua kita harus mewaspadainya, yaitu mereka memiliki hati tetapi tidak digunakan untuk memahami al Quran. Ancaman itu adalah neraka Jahannam. Na’udzubillah min syarri dzalik.
وَلَقَدۡ ذَرَأۡنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِۖ لَهُمۡ قُلُوبٞ لَّا يَفۡقَهُونَ بِهَا وَلَهُمۡ أَعۡيُنٞ لَّا يُبۡصِرُونَ بِهَا وَلَهُمۡ ءَاذَانٞ لَّا يَسۡمَعُونَ بِهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَٱلۡأَنۡعَٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡغَٰفِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (al A’raaf 179). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Artikel Rona: Nohtah Hitam Hati dan Cara Menghapusnya ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 32 Tahun XXV, 14 Mei 2021/2 Syawal 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.
Discussion about this post