Haedar Nashir: Atasi Pandemi, Hentikan Kontroversi. Tulisan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir MSi.
PWMU.CO – Bangsa Indonesia masih mengalami musibah berat. Pandemi Covid-19 pekan terakhir bahkan melonjak. Kematian terkait Covid-19 di negeri ini—sampai 27 Juni 2021 dari data Kemenkes Republik Indonesia—sebanyak 57.138 orang.
Rumah sakit overload. Demikian pula para dokter dan tenaga kesehatan serta petugas lainnya, bekerja superekstra melebihi beban, di antaranya terkena positif Corona dan meninggal. Dampak sosial-ekonomi dan lainnya akibat pandemi ini semakin berat.
Jika tidak tertangani dengan seksama dan optimal, sungguh sangat berat beban yang dialami rakyat, lebih-lebih rakyat kecil yang mayoritas di negeri ini. Kehidupan rakyat semakin susah dan banyak tekanan. Ancaman jiwa oleh virus Covid-19sangat besar dan mematikan.
Tidak tahu persis kapan kondisi dan musibah berat ini akan berakhir. Beberapa tahun ke depan tentu merupakan hari-hari yang sulit dan berat bagi bangsa Indonesia. Kita terus ikhtiar dan munajat kepada Tuhan agar mampu keluar dari musibah yang sangat berat ini.
Hentikan Konroversi
Karenanya kepada elite yang sedang kontroversi soal isu presiden tiga periode maupun isu-isu panas lainnya, alangkah bijaksana bila menghentikan kegaduhan. Hentikan isu itu dan biarlah menjadi bagian dari wacana sesaat, sebaliknya alangkah elok bila dihentikan demi mencegah kedaruratan.
Kasihan rakyat kecil yang menanggung beban berat akibat pandemi maupun oleh kondisi kehidupan kebangsaan yang sarat beban. Rakyat kecil itu hanya untuk mempertahankan diri, bisa bekerja serabutan, dan mencari sesuap nasi saja betapa susah dan sangat tidak mudah. Mereka serba terbatas dalam segala hal, sehingga pandemi ini makin menambah beban hidup bagi saudara-saudara kita yang rakyat kebanyakan itu .
Boleh jadi para elite yang terus berdebat soal-soal bangsa atau isu panas itu tidak terganggu dengan pandemi Covid-19. Mereka sudah mapan atau establish dalam segala hal, bahkan berlebih. Sehingga tidak ada beban dalam situasi berat ini, yang bagi rakyat kecil sungguh sangatlah berat. Mungkin dengan memproduksi isu-isu kontroversial malah akan mendapat lebih banyak nilai-tambah bagi para elite itu.
Namun bagaimana dengan tanggung jawab etik dan sosial di tengah bangsa yang tengah menghadapi musibah bersar? Di sinilah kearifan para elite sangatlah diharapkan.
Memang demokrasi yang sudah menjadi paradigma utama kehidupan kebangsaan di negeri ini sangat membolehkan untuk memperbincangkan isu-isu yang dianggap menyangkut hajat hidup bangsa dan negara.
Sebaliknya tidak ada larangan, bahkan dianggap bertentangan dengan konstitusi dan demokrasi bila ada larangan memperbincangkan isu-isu kebangsaan yang kontroversial sekalipun. Tetapi demokrasi juga menuntut pertanggungjawaban moral dan sosial ketika bangsa dan negera saat ini tengah memghadapi masalaah yang lebih besar.
Demokarsi Bukan Tujuan
Demokrasi itu bukanlah tujuan, tetapi instrumen untuk mencapai tujuan negara. Di luar demokrasi masih terdapat aspek moral, etika, dan tanggungjawab atau kewajiban warga negara untuk tegaknya keadilan, kebaikan, perdamaian, persatuan, dan keutuhan Indonesia.
Bila isu yang diperbincangkan itu dianggap untuk mencegah keterbelahan politik Indonesia, sebaliknya maka terbuka pula kemungkinan bahwa melalui isu-isu panas itu malah bangsa Indonesia menjadi terbelah secara nyata. Politik Indonesia itu menuntut moral dan nilai “hikmah kebijaksanaan” sebagaimana terkandung dalam sila keempat Pancasila, bukan sekadar politik nilai-guna dan asas kebebasan belaka.
Indonesia setelah reformasi itu memang kehidupan kebangsaan dan kenegaraannya sangat demokratis, bahkan demokrasi menjadi overproduksi. Namun perlu dicatat, bahwa demokrasi itu sarana dan bukan tujuan. Selain itu demokrasi dalam praktiknya selama hampit dua dasawarsa ini demokrasi substansial semakin terkalahkan oleh demokrasi proseduranl yang pragmatis dan liberal.
Siapa yang dapat menghentikan politik uang, transaksional, dinasti, dan oligaki akibat demokrasi yang prosedural, liberal, dan overproduktif di negeri ini saat ini. Kurang apa lagi demokrasi di negeri ini, yang dalam sejumlah hal dan prosesnya memgalami deviasi dan distorsi dari jiwa Pancasila dan konstitusi yang dletakkan para pendiri Indonesia tahun 1945.
Kontroversi isu atas nama demokrasi juga harus diperhitungkan dampaknya bagi masyarakat. Boleh jadi karena sebagian warga ikut mengkonsumsi isu-isu kontroversial atasnama demokrasi itu, terbuka kemungkinan sebagian warga pun terbawa arus, yang akhirnya terlibat pro dan kontra dengan sesama warga lainnya yang berbeda pandangan.
Kondisi gaduh dan kontroversi itu terlalu mahal harganya bagi kepentingan bangsa dan negara. Terjadi mobilisasi masa yang saling berbeda sikap politik secara diametral, yang pertaruhannya sangat mahal bagi keutuhan Indonesia. Akibatnya, rakyat yang sudah menderita akibat musibah pandemi makin menanggung beban berlipat oleh isu-isu kontroversial atasnama demokrasi.
Karenanya dalam memahami dan menerapkan demokrasi seyogyanya para elite dan warga bangsa perlu berpijak nilai-nilai luhur kebangsaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila, konstitusi, dan kepentingan negara yang lebih luas. Pemahaman demokrasi harus substansial dan mendalam, bukan pada pikiran verbal semata.
Tidak sekadar bersandar pada paham demokrasi untuk demokrasi yang bersifat kegunaan, tetapi pada nilai dan kemaslahatannya. Apalagi kalau niatnya keliru dan bergagasan demokratis yang ternyata tidak sejalan dengan jiwa demokrasi, fondasi hidup bangsa, serta kemaslahatan Indonesia ke depan.
Bersikaplah moderat dan tidak radikal-ekstrem dalam memahami serta mempraktikkan demokrasi di Indonesia, karena di atas politik dan demokrasi Indonesia itu terdapat nilai utama Pancasila. Letakkan demokrasi dengan segala perdebatannya yang gaduh itu dalam konteks nilai dasar Pancasila serta kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas. Lebih-lebih ketika Indonesia saat ini tengah sarat beban akibat pandemi Covid-19 dan masalah kebangsaan lainnya, yang dampaknya sangat membuat rakyat menderita.
Kepada para cerdik pandai marilah sebarluaskan dan manfaatkan ilmu dan akses yang dimiliki untuk mencerdaskan, mencerahkan, dan membawa kemaslahatan dalam kehidupan bangsa, negara, dan kemanusiaan semesta. Ilmu itu memerlukan etika dan kebijaksanaam agar menjadi suluh keadaban dan peradaban.
Insyaallah bila para cerdik pandai memanfaatkan ilmu dan kearifannya untuk kemaslahatan umum serta mencegah diri dari kemudaratan, maka para pemilik ilmu akan menjadi pewaris para Nabi yang mengeluarkan umat manusia dari kegelapan pada kehidupan yang bercahaya pencerahan. Ilmunya akan membawa dirinya ke sorga! (*)
Haedar Nashir: Atasi Pandemi, Hentikan Kontroversi: Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post