Hari Terakhir Hidup Rasulullah, Menunjuk Abu Bakar sebagai Imam Shalat

Hari Terakhir Hidup Rasulullah
Replika Masjid Madinah di Museum Nabi Mekkah.

PWMU.CO– Hari terakhir hidup Rasulullah dikisahkan dalam kitab Sirah Nabawi Ibnu Hisyam. Ketika sakit, Rasulullah berkata kepada Aisyah,”Beritahukan orang-orang untuk mengangkat Abu Bakar sebagai imam shalat bagi kaum muslimin.”

”Wahai Nabi Allah, ayahku Abu Bakar itu melankolis, bersuara rendah, dan sering menangis saat membaca al-Quran,” ujar Aisyah.

Rasulullah tetap berkata,”Perintahkan Abu Bakar menjadi imam shalat bagi kaum muslimin.” Aisyah tetap memberikan alasannya.

”Kamu hampir sama dengan sahabat-sahabat Yusuf. Segera perintahkan Abu Bakar menjadi imam shalat bersama kaum muslimin,” kata Rasulullah lagi.

Bilal bin Rabah mengumandangkan adzan. Rasulullah berkata,”Perintahkan seseorang mengimami orang-orang untuk shalat.”

Aisyah segera keluar. Umar bin Khaththab sudah berada di jamaah. Aku berkata,”Wahai Umar, berdirilah dan imamilah orang-orang untuk shalat.”

Umar bin Khaththab berdiri. Tatkala ia bertakbir, Rasulullah mendengar suaranya yang sangat lantang. Langsung bertanya,”Dimana Abu Bakar? Allah dan kaum muslimin tidak menginginkan ini semua. Allah dan kaum muslimin tidak menginginkan ini semua.”

Abu Bakar lalu dicari. Setelah bertemu segera dia mengimami shalat kaum muslimin. Umar bin Khaththab berkata ke Aisyah,”Apa yang sebenarnya terjadi? Demi Allah, saat kamu menyuruhku untuk menjadi imam, aku pikir Rasulullah memerintahkan itu padamu. Andaikata aku tahu Rasulullah tidak menyuruhmu seperti itu, aku tidak akan mau menjadi imam.”

Aisyah beralasan,”Demi Allah, Rasulullah tidak menyuruhku seperti itu. Hanya saja ketika aku tidak mendapatkan Abu Bakar, maka aku memandangmu sebagai orang yang paling pantas menjadi imam bagi kaum muslimin.”

Senin pagi, Rasulullah mencoba bangkit dari pembaringan. Keluar dari kamarnya melihat kaum muslimin sedang berjamaah shalat Subuh. Nabi mengangkat tirai kamar lantas berdiri di pintu rumah Aisyah lalu melangkah ke masjid. Jamaah yang melihat Nabi hampir saja membatalkan shalat saking gembiranya.

Jamaah merenggangkan shaf agar Nabi dapat berjalan ke tempat imam. Abu Bakar melangkah mundur dari tempat imam, tapi Rasulullah mendorongnya dari belakang sambil berkata,”Tetaplah kamu menjadi imam shalat untuk kaum muslimin.”

Rasulullah duduk di samping Abu Bakar dan bertakbir melaksanakan shalat sambil duduk di sebelah kanan Abu Bakar. Seusai shalat, Rasulullah berbicara kepada jamaah dengan nada yang tinggi hingga suaranya keluar dari pintu masjid.

Rasulullah berkata, ”Wahai manusia, neraka telah dinyalakan dan terus berkobar-kobar dan beragam ujian telah datang bagaikan serpihan malam yang malam gelap gulita. Demi Allah, kalian tidak bisa meletakkan tugas kewajibanku. Sungguh aku tidak menghalalkan apapun kecuali yang dihalalkan al-Quran dan tidak mengharamkan apapun kecuali yang diharamkan al-Quran.”

Kemudian Abu Bakar bertanya,”Wahai Nabi Allah, pada pagi ini engkau sungguh terlihat berada dalam nikmat Allah dan keutamaanNya sebagaimana yang kami harapkan. Hari ini adalah hari Bintu Kharijah, bolehkah aku datang menemuinya?”

Rasulullah menjawab,”Ya.” Abu Bakar pun pulang ke rumahnya di kebun Sunh.

Kabar dari Ali

Usai shalat, Ali bin Abu Thalib menjenguk Nabi. Kaum muslimin menunggu di masjid menanti nanti kabar kesehatan Rasulullah. Begitu keluar rumah, Ali bin Abu Thalib langsung diserbu pertanyaan.

”Ya Abu Hasan, bagaimana kondisi Rasulullah pada pagi ini?”

Ali bin Abu Thalib menjawab, ”Alhamdulillah, pagi ini beliau sehat bugar.”

Tapi Abbas bin Abdul Muthalib, pamannya, tak percaya. ”Tapi aku melihat rona kematian di wajah Rasulullah sebagaimana pemah aku lihat pada wajah-wajah Bani Al-Muthalib. Mari kita masuk ke tempat Rasulullah. Jika perkara siapa penerus beliau berada di tangan kita maka kita akan mengetahuinya, namun apabila perkara ini diberikan kepada orang selain kita maka kita minta beliau berwasiat untuk kita kepada manusia,” katanya.

Ali berkata kepada Abbas, ”Demi Allah, aku tidak mau melakukannya. Demi Allah, jika perkara ini tidak diserahkan kepada kita, maka ia tidak akan diberikan kepada siapa pun sepeninggal beliau.” Kaum muslimim pada hari terakhir hidup Rasulullah diliputi perasaan cemas dan gembira.

Penulis/Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version