Manajemen Pandemi Covid-19, Sebuah Usulan oleh Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS dan Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jawa Timur.
PWMU.CO– Pertengahan Maret 2020 yang lalu hampir tiga pekan, kami sekeluarga isolasi diri di rumah. Lalu harus ke Denpasar untuk menikahkan anak kami dengan acara minimalis untuk memenuhi aturan social distancing. Setelah itu mengisolasi diri lagi hingga memasuki kebijakan PSBB di Surabaya, Sidoarjo dan Gresik.
Setahun lebih sudah berlalu. Setelah program vaksinasi sekarang luas berjalan, kini malah kita menghadapi gelombang baru Covid-19 yang mengancam kolaps layanan kesehatan. Hemat saya, ada mismanajemen penanganan pandemi Covid-19 ini.
Setahun lalu, saya berharap, jika PSBB waktu itu berjalan efektif dan sukses, maka bisa merayakan shalat Idul Fitri di lapangan masjid depan rumah. Sebagai Muhammadiyyun, harapan itu memang agak beda dengan maklumat PP Muhammadiyah yang menyerukan shalat Id di rumah. Ternyata kini berlaku PPKM Darurat. PP Muhammadiyahpun mengeluarkan edaran yang sama.
Selama pandemi Covid, kami menerima banyak permintaan sedekah bagi kerabat yang kehilangan pekerjaan atau dirumahkan. Kebijakan PSBB nasional, lalu PPKM, dan sekarang PPKM Darurat telah menyebabkan konsekuensi sosial ekonomi yang buruk bagi korporasi besar. Apalagi usaha mikro.
Bangsa Tangguh
Setahun lalu saya sempat mengolah statistika Covid-19 dunia. Kesimpulan pendeknya, bangsa ini sebenarnya memiliki ketangguhan yang cukup dalam melawan Covid-19.
Penduduk relatif muda (umur rata-rata 29 tahun), langsing (konsumsi daging rendah), secara fisik aktif (konsumsi bensin rendah), iklim kita kurang bersahabat bagi Covid-19, negara kita kepulauan, dan suka puasa.
Dibandingkan Italia, risiko kematian menghadapi Covid-19, kita hanya 1/150-nya. Dibanding AS, kita 1/30-nya. Dua bangsa negara itu obese and ageing. Kekuatan sosial budaya kita menjadi bagian penting yang menjelaskan statistika Covid-19 itu.
Namun sayang hingga hari ini, kekuatan sosial budaya yang preventif dan promotif itu justru diabaikan bahkan digerus terus melalui kebijakan kuratif yang mahal, unsustainable, dan menguntungkan perusahan vaksin asing.
Jika warga yang rentan akibat Covid-19 kelompok berumur 60 tahun ke atas, kita perlu program yang lebih fokus pada kelompok umur ini. Sementara kelompok umur muda produktif menjalankan program preventif dan promotif peningkatan imunitas: jaga kebersihan, makan yang bergizi, aktif bekerja dan berolahraga serta memastikan hidup bahagia. Tentu tetap melaksanakan 5M.
Kelompok muda yang produktif ini jangan dikurung di rumah saja sampai kehilangan pekerjaan. Apalagi pemerintah tidak memberi jaminan makanan akibat paksaan stay at home. Kehilangan pekerjaan bagi kelompok usia produktif itu pukulan psikologis yang berbahaya karena berpotensi menurunkan daya tahan tubuh. Kondisi sosial ekonomi tidak perlu seburuk saat ini.
Kita tidak perlu utang lagi. Juga tidak boleh lagi ada TKA yang justru masuk ke Indonesia secara diam-diam dengan jumlah besar-besaran ke berbagai daerah. Ini makin menimbulkan masalah sosial saat banyak anak muda justru jadi penganggur.
Empat Usulan
Saya usul manajemen pandemi Covid agar kita merumuskan kebijakan yang more targetted pada kelompok-kelompok sasaran yang berbeda. Bukan kebijakan yang luas pada kelompok-kelompok yang berbeda.
Begitu PPKM Darurat ini selesai, kita ubah kebijakan kita untuk, pertama, fokus pada kelompok umur yang kurang produktif (di atas 60 atahun) dan memberi dukungan agar tetap sehat dan memperoleh perawatan gratis yang dibutuhkan jika sakit.
Kedua, segera membuka kembali kegiatan ekonomi secara berangsur-angsur sambil membangun herd immunity (pada saat program vaksinasi masih terbatas dan kurang meyakinkan) di kalangan anak muda, termasuk memberi bantuan modal bagi usaha kecil dan menengah yang terdampak.
Ketiga, kelompok usia muda diarahkan dengan insentif agar mengembangkan gaya hidup yang lebih sehat (tidak merokok, banyak berolahraga, menjaga kebersihan, diet yang sehat). Keempat, sekolah dan kampus di buka kembali.
Sebagai muslim, kebijakan melarang kerumunan yang berdampak pada penutupan masjid terasa menyedihkan. Apalagi melihat pasar dan mal boleh buka. Dalam prinsip pengambilan keputusan manajemen pandemi Covid, mestinya setiap kebijakan tidak berlaku selamanya dan tidak di sembarang tempat. Kebijakan itu senantiasa bisa dievaluasi jika terbukti tidak tepat karena asumsi-asumsinya sudah berubah dan tidak valid lagi.
Jika kita berani mengambil keputusan baru, dengan kepemimpinan nasional yang efektif dalam memastikan coordinated response maka kita bisa memulai kehidupan normal baru tidak terlalu terlambat di banding bangsa lain yang sudah pulih menghadapi pandemi ini. (*)
Jatingaleh Semarang, 6/7/2021.
Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post