• Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Kajian Ramadhan
  • Index
  • Mediamu
Minggu, Juni 26, 2022
  • Login
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Kajian Ramadhan
  • Index
  • Mediamu
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Kajian Ramadhan
  • Index
  • Mediamu
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
No Result
View All Result

Sembelih Tuhan Palsu, Refleksi Idul Adha 1442

Rabu 7 Juli 2021 | 14:59
6 min read
189
SHARES
590
VIEWS
Kita Disentil Allah agar Tak Lupa Diri, Refleksi Idul Fitri, ditulis oleh Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO, alumnus Pendidikan Biologi FPMIPA IiKP Surabaya.
Mohammad Nurfatoni: Sembelih Tuhan Palsu, Refleksi Idul Adha (sketsa foto oleh Atho’ Khoironi/PWMU.CO)

Sembelih Tuhan Palsu, Refleksi Idul Adha 1442, ditulis oleh Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO.

PWMU.CO – Kurban, mengutip M. Quraish Shihab, berasal dari bahasa al-Quran qurban, terdiri dari kata qurb yang berarti dekat dengan imbuhan an yang mengandung arti kesempurnaan. Sehingga qurban yang diindonesiakan dengan kurban berarti kedekatan yang sempurna.  

Secara syar’i—sebagaimana tuntutan Rasulullah SAW—kurban adalah penyembelihan hewan ternak (domba, sapi, atau unta) sebagai salah satu rangkaian perayaan Idul Adha atau Hari Raya Haji.

Secara teologis, kurban adalah penapakan atas jejak tauhid lewat kisah “pengurbanan” Nabi Ismail oleh Nabi Ibrahim— sebuah kisah yang menunjukkan betapa mereka sanggup mempertaruhkan apa saja, demi kepatuhan mereka pada Tuhan.

Tiga Makna Kurban

Dengan memahami tiga unsur yang terkandung dalam makan kurban di atas—bahasa, syar’i, dan teologi—maka setidaknya ada tiga pemahaman penting yang tidak boleh dilepaskan dari ibadah kurban. 

Pertama, meskipun secara material mengandung sejumlah manfaat (dagingnya bisa dibagikan dan dikonsumsi untuk fakir miskin), tetapi sesungguhnya penyembelihan hewan kurban lebih bersifat simbolis. 

Kedua, sebagai simbol, tentu saja, penyembelihan hewan kurban itu membawa pesan penting (esensi), sebagaimana yang terkandung dalam bahasa dan sejarah teologis yang melandasinya. Esensi yang dimaksud adalah kurban sebagai salah satu cara ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Tuhan. 

Ketiga, agar bisa mendekatkan diri kepada Tuhan, maka segala keegoan (baca: hawa nafsu) yang merasuki pribadi manusia harus diruntuhkan, dengan simbolisasinya: pengucuran darah dan penyebaran daging hewan kurban kepada khalayak miskin.

Kurban untuk Siapa?

Dalam berbagai kepercayaan atau agama di luar Islam, dikenal adanya tradisi persembahan (offerings), di antaranya berupa penyembelihan hewan, bahkan manusia.

Upacara tersebut dimaksudkan sebagai bentuk persembahan material berupa darah dan daging kepada tuhan yang menjadi penguasa alam (pantai, laut, kawah, gunung, hutan, tanah). Dengan persembahan ini diharapkan tuhan tidak marah dan sebaliknya selalu memberi berkah.

Pandangan yang keliru tentang Tuhan inilah yang hendak dirombak oleh ibadah kurban. Dengan didasari oleh firman “Tidak sampai kepada Allah daging dan darahnya. Tetapi yang sampai kepada-Nya hanyalah ketaqwaanmu …” (al Hajj 37), penyembelihan hewan kurban tidak dimaksudkan sebagai persembahan darah dan daging kepada-Nya, tetapi hanya sebagai alat uji sejauhmana tingkat ketakwaan pelaku kurban itu.

Nah, bentuk konkret dari pelurusan itu bisa dilihat dari praktik distribusi daging kurban, “ … lalu makanlah sebagian dari dagingnya dan beri makanlah (dengan bagian lainnya) orang fakir yang sengsara.” (al-Hajj 28).

Jadi, dalam ibadah kurban, tidak ada sekerat daging pun yang terbuang mubadzir, dengan dalih untuk tuhan. Tuhan tidak butuh daging. Tuhan tidak butuh makan. Sebab dia berbeda dengan makhluknya (asy-Syura 11).

Dengan demikian, bisa disebut jika ibadah kurban adalah sebuah penolakan atas segala bentuk mitologi Tuhan, yaitu pemitosan Tuhan menjadi sesuatu yang berbeda sama sekali dengan “realitas” asasinya.

Dalam kaitan ini praktik mitologi Tuhan yang dimaksud adalah menganggap Tuhan sama dengan manusia, yang membutuhkan (persembahan) material.

Dengan menolak mitologi Tuhan, maka ibadah kurban sekaligus mengajarkan bentuk penyembahan Tuhan yang benar. Dengan mengatakan, “… tetapi yang sampai kepada-Nya hanyalah taqwamu…,” Tuhan ingin menunjukkan betapa kurban itu harus merefleksikan nilai spiritual terbaik seseorang (takwa).

Dalam Islam, nilai ketakwaan dibangun lewat keikhlasan, yaitu sikap memuarakan seluruh aktivitas demi dan untuk Allah semata. “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanyalah kepada Allah Tuhan semesta alam.” (al An’am162).

Ibadah kurban mengajarkan keikhlasan karena di samping merelakan “melepas” seekor hewan, kurban adalah penelusuran jejak ikhlas yang dasar-dasarnya telah diletakkan dengan sangat kokoh oleh sejarah teologis pengurbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

Mereka menyambut perintah terberat sekalipun dari-Nya (menyembelih dan disembelih), demi taat atas perintah Allah (ash-Shaffat 100-107).

Menyembelih Tuhan Palsu

Kalimat syahadat “laa ilaha illaallah” (tiada tuhan kecuali Allah) adalah verbalisasi sikap tauhid seseorang. Sikap tauhid menghendaki agar seseorang menolak tuhan-tuhan (palsu) sembari hanya mengakui Tuhan “asli” yang satu (Allah).

Meskipun kalimat syahadat tersebut kerapkali kita ucapkan, tetapi tidak jarang manusia melawan ucapannya itu sendiri. Artinya, di samping menyembah Tuhan, manusia juga menuhankan sesuatu yang bukan Tuhan sebagai tuhannya.

Di antara “sesuatu bukan Tuhan” yang sering dipertuhankan manusia adalah hawa nafsu (al-Furqan 43 dan al-Jatsiyah: 23). Dalam pengertian yang sederhana, penuhanan hawa nafsu adalah penurutan secara membabi buta terhadap segala keinginan bendawi manusia sehingga Tuhan dinomerduakan, dipinggirkan, dan disisihkan.

Dalam konteks sebagai simbol yang beresensikan tauhid, maka pengucuran darah hewan kurban pada dasarnya adalah penggelontoran tuhan-tuhan palsu dari kepribadian manusia. Kurban adalah penyembelihan terhadap kesewenangan, keangkuhan, keserakahan, kerakusan, kezaliman, kebiadaban, kekurangajaran, atau kebinalan yang mewujud menjadi tuhan palsu pada diri manusia.

Sebab, selama tuhan-tuhan palsu itu tidak “disembelih”, maka selama itu pula manusia tidak bisa dekat dengan Tuhannya. Bagaimana bisa dekat, jika manusia memiliki kepribadian ganda: di satu sisi merasa membutuhkan Tuhan; tetapi di sisi lain justru ia berkehendak menjadi tuhan.

Dekat Tuhan di Keramaian

Dengan maknanya yang mendekatkan diri kepada Tuhan, ibadah kurban menjadi salah satu tolok ukur penting, bahwa untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, tidak selamanya harus ditempuh dengan jalan sunyi.

Kurban mengajarkan bahwa pendekatan diri kepada Tuhan justru ditempuh dengan pendekatan diri kepada sesama manusia, khususnya mereka yang serba kekuarangan.

Pesan seperti ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW, “Tidak termasuk orang yang beriman kepadaku, seseorang yang bisa tidur nyenyak dalam keadaan kenyang, sedangkan ia tahu bahwa tetangganya berbaring dalam keadaan lapar.” (HR Al Bazar).

Islam mengajarkan, jika ingin mendapatkan nikmat maka hendaklah nikmat itu disebut-sebut (disebarkan kepada orang lain) [adh-Dhuha 11]. Dalam kaitan ini pula kurban adalah salah satu bentuk penyebaran nikmat itu.

“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (al-Kautsar 1-3).

Dengan demikian, ibadah kurban mengajarkan, untuk bisa dekat dengan Tuhan, tidak cukup dengan menempuh jalan spiritual, sebab ibadah kurban bukan sekadar ritus spiritual seseorang. Bukan hanya cara untuk memperolah kepuasan batin. Bukan juga kesempatan bagi orang kaya untuk memamerkan kesalehan dengan harta yang dimiliki.

Kurban adalah jalan keseimbangan antara nilai spiritual (ketaatan dan keikhlasan kepada Allah) dan jalan sosial (berbagi nikmat dengan yang lain).

Jalan sosial itu harus ditempuh di antara nilai-nilai spiritual. Allah mengecam orang-orang yang tidak menjaga keseimbangan jalan itu. “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang-orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberikan makan orang-orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (al-Ma’un 1-7).

Kurban, Bukan Korban

Jika kurban adalah sarana mendekatkan diri kepada Tuhan, maka korban adalah buah dari sikap manusia yang sok menjadi Tuhan. Ketika manusia merasa paling berkuasa dengan kedudukan dan jabatan, sebisa mungkin mereka akan menimbulkan korban.

Maka kita bisa melihat banyak sekali korban pembangunan (baca: penggusuran). Ketika manusia dengan harta-kapitalnya merasa paling berkuasa, maka kita lihat korban-korban rente berjatuhan. Dengan sistem ribawi yang dibangunnya, yang punya modal semakin kaya, sementara yang miskin semakin terpuruk.

Begitulah seterusnya. Tak heran jika di sekitar kita selalu berjatuhan korban. Ada korban (rekayasa) politik; korban kebebasan (baca: kebablasan) media sosial. Korban hegemoni Amerika Serikat. Korban pemilu dan seterusnya.

Kurban sebenarnya bukan sekadar sedekah berupa seekor domba kepada fakir miskin. Kurban bukan pula ajang pesta makan daging. Kurban bukan simbol pengorbanan atas yang tak berdaya—atas nama pembangunan, sekalipun.

Tetapi kurban adalah simbol perjuangan mengangkat para korban; yaitu mereka yang tertindas, dan terdzalimi; yang terdesak oleh roda pembangungan, dan terpinggirkan oleh hegemoni kekuasaan. Yang tertindas oleh buzzer. Yang terzalimi oleh ulah para koruptor.

Kurban adalah simbol penyelamatan korban-korban dari tuhan-tuhan palsu; yang bisa jadi berwujud “aku”: egoku, nafsuku, kekuasaanku, jabatanku, kekayaanku, kepintaranku, medsosku, buzzerku, kelompokku, golonganku, jamaahku, partaiku, bangsaku, negaraku, ….! (*)

Sembelih Tuhan Palsu, Refleksi Idul Adha 1442 ini pernah disampaikan dalam khutbah Idul Adha di Wisma Sidojangung Indah, Menganti, Gresik, 10 Dzulhijjah 1425 atau Januari 2005.

Tags: KhutbahKhutbah Idul AdhaMohammad NurfatoniNaskah Khutbah Idul AdhaNaskah Khutbah Idul Adha 1442Naskah Khutbah Idul Kurban di RumahRefleksi Idul Adha
SendShare76Tweet47Share

Related Posts

Korban, Kurban, atau Qurban?

Minggu 26 Juni 2022 | 10:49
278

Mohammad Nurfatoni: Korban, Kurban, atau Qurban? (sketsa foto oleh Atho' Khoironi/PWMU.CO) Korban, Kurban, atau Qurban?...

Kader IPM Diajak Merawat Basic Instinct sebagai Penulis

Senin 20 Juni 2022 | 18:43
45.7k

Pemimpin Redaksi PWMU.CO Mohammad Nurfatoni Kader IPM Diajak Merawat Basic Instinct sebagai Penulis, liputan Viradyah Lulut...

Jadilah Editor atas Tulisanmu Sendiri 

Sabtu 11 Juni 2022 | 11:43
1.1k

Mohammad Nurfatoni: Jadilah Editor atas Tulisanmu Sendiri (sketsa foto oleh Atho' Khoironi/PWMU.CO) Jadilah Editor atas...

Kisah Perjodohan Berkah Silaturahmi

Minggu 22 Mei 2022 | 12:30
654

Faza Fajrulfatkhi Mohammad dań Rahmandito Kurnia Pratama Hadiwinoto. Kisah Perjodohan Berkah Silaturahmi (Istimewa/PWMU.CO) Kisah Perjodohan...

Khutbah Pernikahan: Akad Nikah Bukan Peristiwa Kecil, Dahsyatnya seperti Perjanjian para Rasul

Minggu 15 Mei 2022 | 16:46
10.6k

Dr Syamsudin saat menyampaikan Khutbah nikah. Khutbah Pernikahan: Akad Nikah Bukan Peristiwa Kecil, Dahsyatnya seperti...

Setelah Libur Lebaran, Kerja Itu Siksa?

Minggu 8 Mei 2022 | 06:00
215

Mohammad Nurfatoni: Setelah Libur Lebaran, Kerja Itu Siksa? (sketsa foto oleh Atho' Khoironi/PWMU.CO) Setelah Libur...

Orang-Orang yang Dipojokkan Pembangunan

Jumat 6 Mei 2022 | 08:00
307

Mohammad Nurfatoni, penulis Orang-Orang yang Dipojokkan Pembangunan. (Sketsa ulang foto Atho' Khoiron/PWMU.CO) Orang-Orang yang Dipojokkan...

Medan Berat Banglades dan Buah Silaturahmi

Rabu 4 Mei 2022 | 07:43
456

Mohammad Nurfatoni: Medan Berat Banglades dan Buah Silaturahmi (sketsa foto oleh Atho' Khoironi/PWMU.CO) PWMU.CO – Medan Berat...

Lebaran, Minta Maaf Jangan Basa-basi

Senin 2 Mei 2022 | 03:56
203

Mohammad Nurfatoni, penulis Rezeki Mahal di Tengah Covid. (Sketsa ulang foto Atho' Khoiron/PWMU.CO) Lebaran, Minta...

Khotbah Idul Fitri Dr dr Sukadiono di Masjid Sabilillah PCM Tandes Surabaya

Minggu 1 Mei 2022 | 15:57
173

Dr dr Sukadiono Khotbah Idul Fitri: Mengembangkan Kecerdasan Spiritual dan Emosional Melalui Puasa Ramadhan oleh ...

Discussion about this post

Populer Hari Ini

  • Mengenal Lebih Dekat Pasangan

    21540 shares
    Share 8616 Tweet 5385
  • Naik Drastis, 29 Siswa Smamsatu Lolos SBMPTN 2022

    12832 shares
    Share 5133 Tweet 3208
  • Letkol HS Prodjokusumo sang Pendiri Kokam, Ini Lima Idenya untuk Muhammadiyah

    3377 shares
    Share 1351 Tweet 844
  • Ramai Pamflet saat Lolos SBMPTN, Sepi jika Diterima di Universitas Muhammadiyah

    2466 shares
    Share 986 Tweet 617
  • Lolos IISMA, Mahasiswa Komunikasi UMM Ini Siap Terbang ke Liverpool

    2394 shares
    Share 958 Tweet 599
  • Sekolah Hafidh Wisuda Lulusan, Ada Rekomendasi ke Sini

    859 shares
    Share 344 Tweet 215
  • Belajar IKM di Smamsatu Gresik, Smansa Bojonegoro Kagum Ini

    992 shares
    Share 397 Tweet 248
  • Anak Panti Ini Diterima di Teknik Kimia UPN, Orangtuanya Sujud Syukur

    430 shares
    Share 172 Tweet 108
  • Narkoba Bentuk Baru, Waspada!

    390 shares
    Share 156 Tweet 98
  • Naik 120 Persen, Siswa Smamio yang Diterima SBMPTN 2022

    662 shares
    Share 265 Tweet 166

Berita Terkini

  • Sekolah Hafidh
    Sekolah Hafidh Wisuda Lulusan, Ada Rekomendasi ke SiniMinggu 26 Juni 2022 | 21:16
  • Famgath
    Famgath Always Together sampai AkhiratMinggu 26 Juni 2022 | 20:00
  • Kisah Aulia Rahma, hafidha yang membuat ketua PDM ini menangis. Liputan Muhammad Syaifudin Zuhri, kontributor PWMU.CO Surabaya.
    Kisah Aulia Rahma, Hafalan Al-Qurannya Bikin Ketua PDM Ini MenangisMinggu 26 Juni 2022 | 19:56
  • MIM Perante Boyong Empat Juara Tapak Suci di MadiunMinggu 26 Juni 2022 | 19:55
  • Dongeng Spesial Belajar dari Semut yang SombongMinggu 26 Juni 2022 | 19:48
  • Narkoba bentuk baru
    Narkoba Bentuk Baru, Waspada!Minggu 26 Juni 2022 | 18:40
  • Liburan Sekolah, Anak-Anak Kramat Menghafal Al-QuranMinggu 26 Juni 2022 | 18:34
  • Gebyar MOC 2022 SMP Musasi, salah satu tampilannya atraksi yoyo. Liputan Callysta Nafa A-Adistya Marella K, kontributor PWMU.CO Sidoarjo.
    Gebyar MOC di SMP Musasi, Ada Atraksi YoyoMinggu 26 Juni 2022 | 18:27
  • TK Aisyiyah Kuniran
    TK Aisyiyah Kuniran Buka Pentas dengan Jaran KepangMinggu 26 Juni 2022 | 17:03
  • Kepala Dinas KBPPA Gresik: Pendidikan Karakter Spemdalas, Lanjutkan!Minggu 26 Juni 2022 | 15:22

Hubungi Kami

WA : 0858-5961-4001
Email :pwmujatim@gmail.com
  • Dewan Redaksi dan Alamat
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

No Result
View All Result
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Kajian Ramadhan
  • Index
  • Mediamu

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In