PWMU.CO – Rizal Fadillah Penulis Alternatif Aset Langka Publik. Demikian pandangan Hersubeno Arief yang dia sampaikan pada Peluncuran Buku Lepaskan Borgol Demokrasi, Sabtu (7/8/21) siang.
Yang khas dan sulit dicontoh dari Rizal Fadillah menurut Hersubeno Arief adalah keistikamahannya dalam menulis. Tiada hari tanpa menulis. Meski katanya sakit, tapi dia tetap bisa menemukan tulisan Rizal yang muncul.
Tulisan Rizal sangat pendek. Hersubeno Arief mengumpamakan, kalau makanan itu one bite. Sekali makan, langsung ditelan, tidak ada sisanya, dan tidak khawatir basi. “Jangan menganggap sepele tulisan pendek, justru itu yang paling sulit dilakukan!” tegasnya.
Menariknya lagi, kata Hersubeno Arief, Rizal cepat menulis tema aktual. Maka selain menyebar cepat di media sosial, media online juga banyak mengutip tulisan Rizal. Kadang, dia mengolah tulisan Rizal dalam bentuk video.
Pengamat politik dan konsultan media Hersubeno Arief menyatakan, di tengah masyarakat lebih suka menonton dan beralih ke Youtube, Rizal Fadillah berjalan istikamah untuk mempertahankan tradisi menulis.
Kenapa Media Kritik dan Protes Pemerintah?
Tulisan dia bergenre kritis dan bersifat protes. Kenapa seolah terkesan pemerintah tidak ada benarnya? Di mana setiap hari selalu menyampaikan kritik yang terkesan nyinyir dan mencari-cari kesalahan pemerintah.
Menanggapi pertanyaan umum masyarakat tersebut, Hersubeno Arief mengingatkan, tugas media sebagai wartawan memang tidak bertugas memuji pemerintah. “Kalau memuji pemerintah di masa lalu ada humas. Kerjaannya membuat tulisan-tulisan bagus,” terang youtuber itu.
Kalau dalam era kini, lanjutnya, peran humas diambil alih buzzer. Tapi, dia menegaskan kita hidup di negara demokrasi. Jadi memang harusnya muncul tulisan sebagai protes.
Pentingnya Tulisan Media Alternatif
Belakangan ini, tambahnya, tulisan-tulisan protes atau media alternatif itu perannya signifikan ketika sistem demokrasi di mana seharusnya ada parlemen kontrol oposisi itu tidak lagi berjalan. “Memang sekarang ada oposisi di parlemen, tapi harus kita akui, dengan sistem suara terbanyak maka para oposisi hanya berhenti pada protes-protes,” ujarnya.
Oposisi tidak bisa mempengaruhi keputusan secara langsung. Jadi hanya membentuk opini publik. Karena itu, menurutnya media ikut berperan penting.
Baginya, ada dua jenis media di Indonesia. Pertama, yang berangkat dari orang-orang media, lalu berubah menjadi konglomerat. Misal, Kompas dan Jawa Pos yang bergerak dari para wartawan. Kemudian, bisnisnya semakin besar. Mereka masuk ke hotel, toko buku, properti, tambak dan sebagainya.
“Ketika mereka berbenturan dengan kepentingan bisnisnya, media melakukan kompromi,” ungkap pria kelahiran 29 Desember 1963 itu.
Konglomerat Gunakan Media
Kedua, yang lebih parah menurutnya, dari konglomerat masuk ke media massa. Dia mengatakan hampir semua melakukan ini di Indonesia. Ditambah lagi, konglomerat menggunakan media dan masuk kepentingan politik.
Dia berpendapat, dengan cara itu, media alternatif—penulis alternatif seperti Rizal Fadillah—menjadi sangat penting. Yaitu ketika media yang harusnya bersikap kritis kepada pemerintah juga membebek pada pemerintah, maka perlu hadir sosok seperti Rizal Fadillah.
“Kita berterima kasih kepada orang seperti Bung Rizal Fadillah karena tetap semnagat menjaga naluri akal sehat kita di tengah situasi saat ini, di mana semua menghamba pada kekuasaan,” ucapnya.
Dia menyimpulkan, orang-orang seperti Rizal Fadillah adalah aset langka yang publik miliki. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni