PWMU.CO – Prof Rochmat Wahab Puji ‘Lepaskan Borgol Demokrasi’. Presidium KAMI Prof Dr Rochmat Wahab MPd MA ikut membedah buku Lepaskan Borgol Demokrasi, Sabtu (7/8/21). Buku itu merupakan kumpulan tulisan harian Rizal Fadillah yang dimuat berbagai media.
Menurutnya, tidak mudah menuliskan bahasan politik, hukum, HAM, agama, dan sosial dengan fokus pada kejadian saat itu dan sekitarnya. Apalagi istikamah menulis seperti yang Rizal lakukan.
Keunggulan Buku
Rochmat Wahab menyatakan, ketebalan buku dan besaran kertas menurutnya cukup, sehingga enak dipegang dan dibawa ke mana-mana. Judul sampul dan pilihan gambarnya juga provokatif dan enak dibaca. Gambar borgol itu tidak hanya simbol, tapi juga punya makna yang tersurat.
Meskipun judul diambil dari salah satu tulisan, tapi menurutnya cukup memberikan gambaran tulisan lainnya bagaimana kritisnya tulisan Rizal. Dengan mengandung analisis kritis, dia berpendapat tulisan Rizal juga menawarkan solusi alternatif yang diyakini bisa menyelesaikan masalah.
Rochmat Wahab menerangkan, catatan belakang sampul buku menginformasikan pentingnya perspektif demokrasi di Indonesia. “Juga tentang pengamatan harian penulis dalam bidang politik, hukum, HAM, agama, dan sosial,” jelas dia.
Selain itu, dia mengatakan, buku dikeluarkan penerbit di bidangnya, sehingga buku ini dapat memperkaya wacana di bidang tersebut.
Dengan menggunakan bahasa baku dan diksi yang tepat, tambahnya, membuat mudah dipahami. Bahasa standar, populer, maupun milenialnya sangat komunikatif. Tak hanya itu, menurutnya, topik-topiknya juga sangat up-to-date, sesuai kejadian yang ada. “Supporting ideas didukung dengan data primer dan sekunder yang ada, sehingga tulisannya sangat argumentatif,” sambungnya.
Rujukan yang juga terbarukan dan relevan, baik dari buku maupun sumber digital. Bahkan kata dia, ada dalil naqli, merujuk berbagai ayat dan hadits sesuai tema yang Rizal angkat.
Pemberi pengantarnya, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo, menurut dia orang yang sangat kredibel, baik ketokohannya maupun pemikirannya. Tulisannya sangat berisi dan menginspirasi baik penulis maupun pembaca.
Tulisan Rizal berangkat dari mana? Menurut pemahamannya, 100 tulisan Rizal dalam buku keenamnya ini menyampaikan 4 dari 6 agenda reformasi 1998. Yaitu menegakkan supremasi hukum; menciptakan pemerintahan yang bersih dan antikorupsi, kolusi dan nepotisme; melaksanakan UUD 1945; dan menghapus dwifungsi ABRI.
Persoalan Demokrasi, Kebebasan Berpendapat Tercerabut
Tulisan-tulisan Rizal menurutnya mengungkap tiga fokus. Yaitu demokrasi, hukum, dan KKN.
Pertama, persoalan demokrasi. “Demokrasi liberal tidak sama dengan demokrasi Pancasila. Perbedaan konsep dan konsepsi berpotensi menimbulkan konflik berkepanjangan,” tuturnya.
Pemilu langsung dan melalui perwakilan, tambahnya, ialah dua kepentingan yang tarik-menarik. Sampai sekarang masih diperdebatkan. Karena asumsi demokrasi, rakyatnya berpendidikan. “Sementara di masyarakat kita yang berpendidikan relatif terbatas,” kata dia.
Akibatnya, manipulasi sangat kuat pengaruhnya dibandingkan kesadaran politik yang rakyat miliki. Jadi, dia menegaskan penting memahami sebenarnya kita dalam ragam demokrasi yang mana. “Apakah kita adopsi habis-habisan demokrasi liberal dari Amerika atau kita modifikasi sebagaimana demokrasi Pancasila yang tertuang pada sila ke-4?” tanya dia.
Demokrasi menjamin bebas berpendapat. Tapi yang terjadi menurutnya kebebasan berpendapat itu tercerabut. Implikasinya, perlakuan terhadap aktivis politik melebihi tindakan terhadap perilaku kriminal. “Aktivis politik diborgol di depan publik, sebaliknya, koruptor ada privilage,” ungkapnya.
Dengan mengangkat judul itu, dia berharap buku mampu melakukan protes keras terhadap pembungkaman kebebasan berpendapat, bicara, atau menulis. Terbukti, dengan bebas berpendapat, banyak tulisan bisa dibuat untuk melahirkan alternatif solusi terhadap masalah gang muncul. Demikian yang Rizal lakukan, menurutnya.
Dia berempati kepada Rizal. Dengan adanya kebebasan menulis, setiap hari pikiran tidak pernah berhenti. Yang terjadi, mencermati fenomena yang ada di sekitar. Kemudian mengidentifikasinya. Akhrinya, mencari alternatif solusi. “Itu terus berulang-kali terjadi setiap hari,” simpulnya.
Persoalan Hukum dan KKN
Buku ini, kata Rochmat Wahab, cukup banyak membahas pelanggaran HAM. Bahkan, ada sinyal terjadi pelanggaran HAM berat dari rezim. Pelanggaran itu seharusnya dituntaskan dengan melibatkan Komisi HAM internasional untuk memenuhi komitmen reformasi.
Rochmat menerangkan, kini terjadi pelanggaran hukum yang terencana. Sementara itu, Komisi HAM belum bisa dan tidak menunjukkan komitmen terbaiknya untuk melindungi korban pelanggaran HAM. Selain itu, belum ada penanganan terbuka terhadap pihak yang terlibat pelanggaran HAM.
Melalui buku ini, tambahnya, Rizal juga menguak pelanggaran KKN dalam penanganan pandemi yang utamanya terjadi melalui sektor sosial. Meskipun hanya diulas pada satu judul saja, tapi tulisan Rizal dia nilai mampu mengingatkan pemberantasan korupsi harus diwujudkan. Ini sesuai UU pemberantasan tindak pidana korupsi.
Apalagi belakangan ini, dia mengatakan belakangan ini ada upaya melemahkan KPK sebagai lembaga paling strategis, yang diharapkan mampu mengawal pemberantasan korupsi.
Akhirnya, Rochmat Wahab menyimpulkan, isu yang diangkat Rizal dalam buku itu sangat membantu pembaca mengefisienkan waktunya dalam memperkaya pengetahuan dan memperluas wawasan. “Buku ini secara tidak langsung bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan kita dalam politik kebangsaan,” jelasnya.
“Keberanian menyampaikan bahasa yang vulgar kadang-kadang, tapi sangat argumentatif, ternyata tidak mudah menangkap Pak Rizal untuk dibawa ke meja hijau. Karena kepintaran beliau bagaimana memilih kata-kata yang bisa terselamatkan, tanpa mengurangi ide yang brilian itu untuk sampai ke pembaca,” tutupnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni