Doa Minta Petunjuk di Tengah Perselisihan ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Doa Minta Petunjuk di Tengah Perselisihan ini berangkat dari hadits riwayat Musim sebagai berikut:
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ بِأَيِّ شَيْءٍ كَانَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ صَلَاتَهُ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ قَالَتْ كَانَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ افْتَتَحَ صَلَاتَهُ اللَّهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنْ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ .رواه مسلم
Dari Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf ia berkata, saya bertanya kepada Aisyah (Ummul mukminin), “Do’a iftitah apakah yang dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika membuka shalat malamnya?” Aisyah menjawab, “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat malam, beliau membaca do’a iftitah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْب وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنْ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Yang artinya: Ya Allah Tuhan Jibril, Mikal, dan Israfil; Maha Pencipta langit dan bumi, Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Engkaulah hakim di antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang mereka perselisihkan, tunjukilah aku jalan keluar yang benar dari perselisihan mereka, sesungguhnya Engkau Maha pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, bagi siapa yang Engkau kehendaki).” (HR Muslim)
Doa Iftiftah
Doa iftiftah adalah doa pembuka dalam shalat setelah takbiratul ihram. Dan begitulah shalat merupakan sarana utama dala rangka berdzikir dan bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di antaranya adalah dalam doa iftiftah di atas, yang dalam hal ini adalah doa iftiftah yang dibaca oleh Rasulullah dalam shalat malam beliau, adalah sebuah permohonan yang sangat penting agar selalu diberi hidayah oleh Allah Subhanahu wa Taala.
Hadits di atas juga menunjukkan betapa para sahabat Nabi memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar terhadap aktivitas Rasulullah, sehingga hampir semua para sahabat Nabi akan selalu berusaha melaksanakan apa yang dicontohkan dan diperintahkan oleh Nabi.
Lebih-lebih berkenaan dengan ibadah mahdhah. Sehingga para sahabat Nabi antara satu dengan lainnya saling memperhatikan dalam rangka menjalankan ibadah ini, dan semua itu berdasarkan apa yang beliau ajarkan atau contohkan.
Doa di atas sesuai dengan firman Allah:
كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ فِيمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِۚ وَمَا ٱخۡتَلَفَ فِيهِ إِلَّا ٱلَّذِينَ أُوتُوهُ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡهُمُ ٱلۡبَيِّنَٰتُ بَغۡيَۢا بَيۡنَهُمۡۖ فَهَدَى ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ مِنَ ٱلۡحَقِّ بِإِذۡنِهِۦۗ وَٱللَّهُ يَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٍ
“Manusia itu adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.
Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (al-Baqarah 213)
قُلِ ٱللَّهُمَّ فَاطِرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ عَٰلِمَ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ أَنتَ تَحۡكُمُ بَيۡنَ عِبَادِك فِيمَا كَانُواْ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَ
Katakanlah: “Wahai Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui barang ghaib dan yang nyata, Engkaulah Yang memutuskan antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang selalu mereka memperselisihkannya”. (az-Zumar 46)
Hidayah Itu
Di dalam setiap rakaat dalam shalat, kita selalu memohon petunjuk kepada Allah, karena kita diwajibkan untuk membaca surah al-Fatihah yang di dalamnya terdapat doa memohon petunjuk. Dan persoalan petunjuk ini merupaka hak prerogatif Allah kepada hamba-hambaNya.
Tiada seorang pun yang sanggup mendatangkan hidayah jika Allah tidak menghendaki. Tentu dalam hal ini adalah kembali kepada penerima dakwah itu, mau menerima atau menolaknya.
Bahkan Rasulullah sangat berharap agar pamannya mendapatkan petunjuk, akan tetapi sampai akhir hayatnya ia tidak juga beriman.
إِنَّكَ لَا تَهۡدِي مَنۡ أَحۡبَبۡتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهۡدِي مَن يَشَآءُۚ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِي
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (al Qashash; 56)
Adakalanya juga manusia mengelak dengan alasan tidak diberikan petunjuk oleh Allah, padahal petunjuk Allah telah dihamparkan kepadanya, akan tetapi justru ia sendiri yang tidak berkenan menerimnay dengan berbagai alasan.
أَوۡ تَقُولَ لَوۡ أَنَّ ٱللَّهَ هَدَىٰنِي لَكُنتُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ
Atau supaya jangan ada yang berkata: ‘Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa’. (az Zumar; 57)
Padahal petunjuk Allah telah disampaikan dengan begitu jelasnya, akan tetapi karena hawa nafsu lebih dominan dalam dirinya yang menyebabkan ia tidak dapat menerima petunjuk itu dengan sepenuhnya.
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (al An’am 153)
Di antara petunjuk Allah agar seorang hamba mendapatkan hidayah adalah dengan selalu mendengarkan perkataan lalu ia dapat memgambilnya yang terbaik dari itu.
ٱلَّذِينَ يَسۡتَمِعُونَ ٱلۡقَوۡلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحۡسَنَهُۥٓۚ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُم أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (az-Zumar 18)
Permohonan Mendapat Petunjuk
Hadits di atas merupakan pelajaran Nabi kepada sahabat dan umatnya, yaitu agar kita memohon petunjuk di tengah perselisihan yang sangat banyak terjadi di tengah umat ini. Tentu sebagaimana pembahasan dalam masalah ini adalah bahwa petunjuk Allah itu adalah al-Quran dan as-Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan juga ijma’ para sahabat dan para ulama tabi’in sampai pada tabi’ut tabi’in. karena masa itu disebut sebagai khairul qurun atau sebaik-baik masa.
Perbedaan di kalangan umat ini tidak bisa dielakkan, tetapi jangan sampai kemudian menjadi ber-firqah atau berpecah-belah. Karena bagaimanapun ukhuwah itu kewajiban setia mukmin, dan perpecahan itu diharamkan. Marilah kita jalankan sesuai dengan prinsip-prinsip yang kita yakini kebenarannya, tanpa harus menghakimi orang lain. Karena al Hakim yang sesungguhnya hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika menurut keyakinan kita apa yang diamalkan orang lain itu salah atau bid’ah dan bahkan syirik misalnya hal itu sudah menjadi perdebatan ulama di masa lalu, sehingga kita saat ini tinggal berjalan di atas keyakinan kita itu tanpa harus memojokkan antara satu dengan lainnya.
Karena sudah dapat dipastkan jika terjadi saling memojokkan dan mencela yang terjadi pasti adalah perpecahan. Dan dampak berikutnya adalah permusuhan dan perseteruan.
Dalam hal ini kita hanya bisa bertawakkal kepada Allah, karena hanya Allah sebagai tempat bersandar dan hanya Dialah sebagai Hakim terhadap perselisihan ini. Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Artikel Allah Asy-Syafi, Mintalah Kesembuhan pada-Nya ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 45 Tahun XXV, 27 Agustus 2021/18Muharam 1443.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.
Discussion about this post