PWMU.CO– Masjid Al Fattah Tulungagung awalnya hanya surau kampung. Kini telah berubah menjadi masjid megah kebanggaan warga kota. Masjid ini terletak di Jalan Mayjen Suprapto Kelurahan Kepatihan.
Masjid yang dibangun oleh warga Muhammadiyah ini berdiri di atas tanah wakaf seluas 2.550 meter persegi. Sertikat tanahnya sudah atas nama Muhammadiyah. Pembangunannya menghabiskan dana lebih dari Rp 30 miliar. Di sampingnya berdiri menara setinggi 53 meter. Ruang shalat ber-AC.
Muhanam Rajab, sesepuh masjid, menjelaskan, pembangunan masjid menggunakan desain arsitektur futuristik. Bangunannya mirip orang sujud. ”Awalnya masjid ini surau kampung dibangun oleh warga tahun 1952-1953. Dulu ukurannya 20×20 meter di atas tanah wakaf dari H. Sarkam Mashuri,” katanya.
Saat awal berdiri, lanjut Muhanam, masjid ini diberi nama Masjid Putih oleh orang dari luar jamaah. Sebab pasir yang dipakai pembangunan menggunakan abu letusan Gunung Kelud yang terjadi tanggal 31 Agustus 1951. Pasir berwarna putih itu dikumpulkan oleh pemuda setempat.
Selain dinamakan Masjid Putih, ada juga yang menyebutnya dengan Masjid Sokolimo. Karena jumlah tiang penyangga atau sokoguru ada lima. Tiang penyangga setinggi 15 meter juga digunakan untuk mengumandangkan adzan.
Pengelolaan Masjid
Muhanam menceritakan sejarah masjid ini. Tahun 1958 Prapto yang tinggal di sekitar Masjid Putih mendapat amanah menjadi Wakil Sekretaris Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Tulungagung. Saat itu yang menjadi Ketua Pemuda Maksun dan Sekretaris Halim Abdul Hadi.
”Waktu pelantikan pimpinan harus menghadirkan masing-masing orangtua pengurus. Prapto mengundang Sarkam untuk mewakili orangtuanya karena orangtuanya sendiri tak bisa hadir,” tutur Muhanam yang adik kandung Prapto.
Melihat semangat para Pemuda ini, Sarkam kagum dengan acara pelantikan PDPM yang megah. Dia berpendapat Muhammadiyah bisa diamanahi mengelola masjid. Dalam kesempatan itu secara lisan diserahkan pengelolaan Masjid Putih kepada Pimpinan Muhammadiyah Daerah yang saat itu diketuai oleh Saimuntaqin. Lantas masjid ini diberi nama resmi Masjid Al Fattah. Artinya kemenangan.
Sepulang dari ibadah haji tahun 1960, Sarkam naik haji. Sepulang haji mengganti nama menjadi H. Mashuri. Setelah itu langsung mengadakan latihan kader di Masjid Al Fattah.
Muhammadiyah yang mengelola masjid menyeleksi khatib dan imam shalat Jumat serta kegiatan lainnya. Akhirnya Masjid Al Fattah terkenal dengan sebutan masjidnya para intelek karena mubalighnya pilihan.
Pada tahun 1958 Masjid Al Fattah menambah pembangunan teras. Terus renovasi terjadi dua kali pada tahun 1985 dan 2019. Renovasi tahun 1985 dilakukan oleh PDM Tulungagung. Pembongkaran total dan perluasan bangunan setelah mendapat wakaf tanah dari iuran warga Persyarikatan kurang lebih 500 meter persegi di utara masjid dan 100 meter persegi di sebelah barat.
Pembongkaran kedua tahun 2019 setelah menerima tambahan wakaf tanah di sekitar masjid sehingga makin luas. PDM Tulungagung menggalang dana yang hasilnya sangat besar sehingga bangunan masjid menjadi megah dan futuristik.
Masjid Al Fattah memiliki kiswah Kakbah terbuat dari kain beludru bersulam benang emas. Ukurannya 6,6 x 3,5 meter. Berat benang emas 40 kg. Total berat kiswah 100 Kg. Kain kiswah ini diletakkan di dinding mihrab sehingga menjadi daya tarik kaum muslimin untuk shalat di sini.
Ketua PDM Tulungagung, dr Anang Imam Masa Arief MKes, berterima kasih kepada seluruh warga masyarakat Tulungagung yang telah membantu dalam perluasan lahan dan pembangunan kembali Masjid Al Fattah.
”Semoga menjadi amal kebaikan bagi donatur semuanya. Dengan berdirinya Masjid Al Fattah diharapkan gerakan jamaah Muhammadiyah bisa bangkit. Bangkit berjamaah, bangkit ekonomi, bangkit pendidikan dan mandiri,” ujarnya. (*)
Penulis Hendra Pornama Editor Sugeng Purwanto