Tuduhan Gatot Nurmantyo

Tuduhan Gatot Nurmantyo
Daniel Mohammad Rosyid

Tuduhan Gatot Nurmantyo oleh Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS dan Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jawa Timur.

PWMU.CO– Jagad politik baru saja digemparkan oleh tuduhan Gatot Nurmantyo terkait pembongkaran diorama peristiwa G30S/PKI di Museum Kostrad.

Pangkostrad Letjen Dudung Abdurrachman mengatakan, pembongkaran itu atas alasan pribadi dan inisiatif mantan Pangkostrad Letjen Purn Azmyn Yusri Nasution yang kemudian disetujuinya. Tuduhan Gatot ini membuka pertanyaan apakah mungkin TNI terpapar komunisme?

Dudung segera menolak tuduhan Gatot bahwa komunisme telah menyusupi TNI gara-gara pembongkaran patung. Penolakan Dudung didukung oleh Azmyn yang mengatakan bahwa TNI solid.

Lepas dari validitas tuduhan Gatot, dan alasan pembongkaran Azmyn, sikap Dudung penting untuk dicermati. Pada banyak kesempatan Dudung secara lugas menunjuk gerakan Islam radikal pendukung khilafah sebagai gerakan yang perlu diwaspadai TNI karena mengancam eksistensi NKRI. Bukan  komunisme, apalagi PKI.  

Memperhatikan rekam jejaknya, paling tidak sejak menjabat sebagai Gubernur Akademi Militer, Dudung konsisten dengan sikapnya sebagai tentara Soekarnois. Sejak 2020 di Akademi Militer Magelang berdiri patung setengah badan Bung Karno.

Sementara di Markas Kostrad justru ada diorama yang menampilkan patung Sarwo Edhie, AH Nasution dan Soeharto. Tiga tokoh ini memutuskan melawan Bung Karno dan menggagalkan G30S/PKI. Diorama inilah yang kini dibongkar dan dibawa entah kemana oleh Azmyn.

Seperti sikap Barat yang sinis terhadap Imarah Islamiyah Afghanistan yang ditegakkan Taliban, sikap Dudung sejalan dengan agenda lama Bush war on terror yang dalam praktik diwujudkan sebagai war on muslims.

Agenda ini menemukan variannya dalam sikap resmi pemerintah RI yang memandang agama sebagai ancaman bagi Pancasila sebagaimana pernah dikatakan secara terbuka oleh Kepala BPIP Yudian Wahyudi. Menurut Dudung, beragama tidak boleh fanatik karena semua agama benar di mata Tuhan.

Beberapa kejadian seperti pembubaran HTI, pembunuhan 6 laskar FPI pengawal Habib Rizieq Shihab, dan pembubaran FPI seperti menunjukkan konsistensi pemerintah memusuhi sekaligus memecah belah umat Islam. 

Fakta Sejarah

Pemberontakan PKI Madiun 1948 dan G30S/PKI 1965 adalah fakta sejarah yang menunjukkan bahwa musuh terbesar komunis dalam perebutan kekuasaan politik di Indonesia adalah umat Islam dan TNI.

Episode September hitam 56 tahun silam itu menunjukkan peran penting beberapa  perwira TNI berhaluan komunis, seperti Letkol Untung, Brigjen Soepardjo, dan Marsma Omar Dhani dalam peristiwa G30S/PKI yang gagal itu.

Sejarah mencatat dengan baik bahwa komunisme berkembang pesat saat PKI menjadi salah satu kekuatan politik penting pada episode terakhir Orde Lama. Karena itu sinyalemen Gatot Nurmantyo yang menyebut TNI tersusupi gerakan komunis perlu dicermati. 

Jika kesimpulan itu benar, maka tinggal umat Islam saja yang mesti segera meningkatkan kewaspadaan dan mempersiapkan diri menghadapi gerakan komunisme lagi. Kelompok nasionalis dan agama lain yang pro-NKRI sebenarnya berkepentingan untuk ikut melawan gerakan komunisme ini.

Sejak fase terakhir Orde Baru, rekonsiliasi antara umat Islam dan kaum komunis telah berlangsung secara alamiah dengan dukungan regulasi. Kaum komunis berhasil menempati posisi-posisi publik penting sejak Reformasi. Umat Islam tidak pernah mempermasalahkan ini sampai umat Islam hari ini justru semakin sering dipojokkan dan dicurigai serta difitnah.

Sikap kaum komunis yang mendendam kesumat pada Soeharto dan Orde Baru tidak perlu diteruskan dengan memusuhi Islam dan umatnya. Baik Soekarno dan Soeharto memiliki jasa sekaligus juga melakukan kesalahan karena mengabaikan adagium Lord Acton : Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely.

Kekuasaan cenderung disalahgunakan, apalagi kekuasaan besar yang dipegang bertahun-tahun. Seperti Barat secara keliru memutuskan melawan Taliban, dan kalah,  memusuhi Islam adalah keputusan keliru.

Islam melarang untuk memulai perang atau serangan. Sikap muslim dalam konflik manapun selalu defensif untuk membela diri. Apalagi muslim Indonesia yang tokoh pendahulunya adalah para pendiri bangsa ini. Jika muslim diintimidasi terus menerus oleh kaum komunis tidak peduli tentara atau sipil, maka suatu saat akan berada dalam posisi tanpa banyak pilihan: hidup mulia atau mati syahid.

Rosyid College of Arts Gunung Anyar, 1/10/2021

Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version