Ditegakkannya Mizan di Hari Kiamat oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Ditegakkannya Mizan di Hari Kiamat ini berangkat dari hadits riwayat al-Hakim
عَنْ سلمان رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قَالَ :يُوْضَعُ الْمِيْزَانُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَلَوْ وُزِنَ فِيْهِ السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ لَوَسِعَتْ، فَتَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ: يَا رَبِّ! لِمَنْ يَزِنُ هَذَا؟ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: لِمَنْ شِئْتُ مِنْ خَلْقِيْ، فَتَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ: سُبْحَانَكَ مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ. رواه الحاكم
Dari Salman dari Nabi bersabda: “Pada hari Kiamat, mizan akan ditegakkan. Andaikan ia digunakan untuk menimbang langit dan bumi, niscaya ia akan tetap lapang. Maka Malaikat pun berkata, ‘Wahai Rabb-ku, untuk siapa timbangan ini?’ Allah berfirman: ‘Untuk siapa saja dari hamba-hamba-Ku.’ Maka Malaikat berkata, ‘Mahasuci Engkau, tidaklah kami dapat beribadah kepada-Mu dengan sebenar-benarnya.’ (al-Hakim)
Allah Menempatkan Timbangan
Yuudla’u dari kata wadla’a yadla’u yang berarti meletakkan atau menempatkan. Sedangkan yuudla’u berbentuk pasif menjadi diletakkan atau ditempatkan. Mizanmerupakan bentuk isim alat dari kata wazana sehingga menjadi alat menimbang atau timbangan. Allah Subhanahu wa Taala meletakkan timbangan pada Hari Kiamat untuk menegakkan keadilan bagi tiap manusia.
وَنَضَعُ ٱلۡمَوَٰزِينَ ٱلۡقِسۡطَ لِيَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ فَلَا تُظۡلَمُ نَفۡسٞ شَيۡٔٗاۖ وَإِن كَانَ مِثۡقَالَ حَبَّةٖ مِّنۡ خَرۡدَلٍ أَتَيۡنَا بِهَاۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَٰسِبِينَ
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada Hari Kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)-nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. (al-Anbiya’ 47)
Adil Versus Zalim
Allah Mahaadil, maka Allah akan membalas setiap kebaikan manusia dengan seadil-adilnya tanpa ada kezaliman sedikitpun. Demikian pula Allah akan membalas keburukan dengan seadil-adilnya tanpa ada yang akan terdhalimi. Maka bagi orang yang beriman, tidak sedikit pun merasa sedih atau kecewa jika terdhalimi, ia yakin karena nantinya akan mendapatkan keadilan yang sebenarnya.
Sehingga orang-orang yange beriman pastinya aka bertindak adil kepada siapa pun, baik kepada keluarganya maupun kepada dirinya. Perlakuan adil adalah bagi siapa saja tanpa kecuali, juga tidak memandang warna kulit, rakyat miskin, atau rakyat jelata, semua memilliki hak yang sama yaitu diperlakukan secara adil.
Ayat di atas memberikan penjelasan, keadilan akan ditegakkan kepada setiap manusia. Sekecil apapun kezaliman yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, maka pasti akan ditegakkan keadilan itu. Bagi orang yang beriman akan selalu berpikir terhadap setiap tindakannya, apakah justru mempersulitnya di akhirat atau sebaliknya. Dengan sikapnya yang tepat maka jalan lempang menuju kebahagiaan akan didapatnya.
Jaga Keikhlasan
Kunci amal untuk diterima adalah keikhlasan, sedangkan keikhlasan terbentuk dari keimanan yang benar yaitu hanya mentauhidkan Allah Subhanahu wa Taala. Ini ujian yang harus diperhatahankan kemurnianya agar tidak terkontaminasi dengan nilai kesyirikan.
Jika ujian ini tidak lulus maka hampir semua amalnya tidak akan diterima walau sebaik dan sebanyak apapun. Sehingga dalam hal ini bukan semata menjadi orang baik dan peduli pada sesama, akan tetapi landasan keimanan yang melahirkan jiwa dan semangat tauhid ini yang paling menentukan.
Tauhid merupakan hak Allah yang harus ditunaikan oleh setiap hamba. Dan hal ini merupakan keniscayaan karena memang tidak ada yang berhak disebut sebagai tuhan kecuali hanya Allah Subhanahu wa Taala. Maka suatu pengadaan yang jelas sesat jika manusia menuhankan selain Allah. Termasuk jika terjebak menuhankan dirinya tanpa ia sadari.
أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ فَمَن يَهۡدِيهِ مِنۢ بَعۡدِ ٱللَّهِۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (al-Jatsiyah 23)
Mentauhidkan Allah
Dengan demikian pada saat yaumul mizan nanti semua akan terlihat mana yang amalnya terhapus dan mana yang diterima. Akan sangat terlihat apakah amal baiknya yang diterima banyak atau amal yang tidak diterimanya lebih banyak. Semua akan diperlihatkan dan ditunjukkan dengan seadil-adilnya.
Dan nilai dari keadilan itu sendiri adalah berdasar nilai kebenaran yang hakiki. Sedang kebenaran hakiki hanyalah bersumber dari Sang Maha Benar (al-Haq) yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka seyogyanya setiap kita mempelajari tauhid ini dengan benar. Karena inilah kunci untuk kita dapat selamat di hari akhir nanti. Jangan sampai syahadat kita batal tanpa kita sadari, atau syahadat kita terkontaminasi dengan kesyirikan tanpa kita sadari. Sebanyak apapun amaliah dan kebaikan yang kita lakukan, jika dalam hal keimanan ini belum beres, maka akan berakibat tidak akan diterimanya semua amal kebaikan tersebut.
Dengan tauhid yang benar, maka manusia akan memahami untuk apa ia dihadirkan di muka bumi ini. Ia akan memahami sehingga tujuan hidupnya jelas, tendensi setiap aktivitasnya jelas, serta proyeksi ke depan bagi kehidupan ini juga jelas.
Tidak akan ia konsentrasikan hidupnya hanya untuk kepentingan duniawi, dengan segala taktik dan strateginya yang justru hanya membatasi orang lain untuk berkembang dengan jiwa tauhidnya. Karena mentauhidkan Allah adalah tujuan utama dalam kehidupanya itu sendiri.
Rasulullah dalam dakwah yang utama adalah mengajak umat untuk bertauhid dengan benar. Demikian pula dengan rasul-rasul terdahulu. Misi utama dakwah ini adalah mengajak dan mengajarkan umat untuk bertauhid. Sedangkan visinya adalah rahmatan lil ‘alamin.
Dengan demikian selanjutnya dalam struktur amal shalat menempati urutan utama, sehingga jika shalatnya baik maka pasti amaliyahnya yang lain juga akan baik. Dan sebaliknya jika shalatnya rusak maka amaliyah lainnya juga dianggap rusak. Rusaknya amaliyah ini merupakan satu kesatuan yang saling mengkait.
Maka agar timbangan kita berat, memperbanyak amal yang merupakan ekspresi dari berdzikir kepada Allah yakni berlandaskan kepada jiwa dan semangat tauhid merupakan jalan yang harus ditempuh. Karena dzikir yang sejati adalah ketika kita dapat beramal dengan “benar”, baik “motifasinya” atau “caranya”. Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Artikel Ditegakkannya Mizan di Hari Kiamat ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 1 Tahun XXVI, 22 Oktober 2021/15 Rabiul Awal 1443.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.
Discussion about this post