Fenomena ‘Om Telolet Om’ juga menunjukkan punahnya reproduksi fantasi dan kesenangan melalui musik, lagu, tari dan dunia pertunjukkan lainnya. Beralih pada suatu yang sederhana yaitu suara klakson bus yang lewat. Maka, memasuki budaya yang berbeda membuat individu menjadi orang asing dalam budaya tersebut. Saat individu dihadapkan dengan situasi ketika kebiasaan-kebiasaannya diragukan.
Hal ini dapat menimbulkan keterkejutan dan stress. Keterkejutan dapat menyebabkan terguncangnya konsep diri dan identitas kultural individu dan mengakibatkan kecemasan. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar individu mengalami kecemasan atau gangguan mental dan fisik, setidaknya untuk jangka waktu tertentu. Reaksi terhadap situasi tersebut oleh Oberg disebut dengan istilah culture shock (Gudykunst dan Kim, 2003).
(Baca juga: Kasus Sari Roti: Hilangnya Etika Bisnis dan Kejumudan Politik)
Spiritualitas yang kering
Kedua, soal terjadinya kekeringan spiritual. Fenomena “Om Telolet Om” adalah akibat dari terlalu dominannya penggunaan rasio. Manusia modern mudah dihinggapi penyakit kehampaan spiritual massal yang berakibat terjadinya keabnormalan spritual secara berjamaah.
Keabnormalan tersebut terjadi bukan disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota badan–walaupun gejala-gejalanya kelihatan pada fisik–akan tetapi banyak disebabkan oleh keadaan jiwa dan jasmani yang terganggu.
Semua itu akan berpengaruh buruk pada kesejahteraan dan kebahagiaan. Gejala-gejalanya antara lain dapat dilihat dari segi perasaan, pikiran, tingkah laku, dan kesehatan badan. Dari segi perasaan gejalanya antara lain rasa gelisah, iri, dengki, sedih, risau, kecewa, putus asa, bimbang, dan rasa marah. Dari segi fikiran dan kecerdasan gejalanya antara lain menunjukkan sifat lupa dan tidak mampu mengkonsentrasikan fikiran pada suatu pekerjaan karena kemampuan berfikir menurun.
(Baca juga: Mencetak Generasi Hebat Penguasa Masa Depan)
Dari segi tingkah laku antara lain menunjukkan tingkah laku yang menyimpang–penyakit yang belakangan ini banyak melanda, terutama di daerah perkotaan yang persaingan gengsinya tinggi. Maka sesuatu yang aneh dan unik akan menjadi penyegar dan pemutus kekeringan spiritual dari nilai-nilai agama. Sesuatu yang menghibur telah menggantikan dahaga spiritual yang dirindukan–tidak hanya anak-anak bahkan orang dewasa.
Dua hal tersebut akibat hilangnya peran negara yang hanya berkutat pada uang dan kekuasaan. Kesejahteraan dan rasa bahagia telah lama hilang. Suara klakson yang unik itu menggetarkan hati sekaligus menyampaikan rasa protes masyarakat, betapa mahalnya kegembiraan. Betapa hausnya masyarakat kita akan sentuhan dakwah yang menggembirakan dan memberikan kemanfaatan biarpun dalam konteks yang sederhana. Maka, “Om Telolet Om’ sebenarnya adalah keprihatinan kita bersama. Wallahu alam bissawab. (*)
Discussion about this post