Partai Politik Layak Dibubarkan, Bukan MUI

Partai politik
Daniel Mohammad Rosyid

Partai Politik Layak Dibubarkan, Bukan MUI oleh Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS dan Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jawa Timur.

PWMU.CO– Setelah satu anggota Komisi Fatwa MUI ditangkap Densus 88 dengan tuduhan terlibat terorisme, tidak lama kemudian seorang tokoh Banten yang sering berpenampilan bak kiai pendekar mengatakan, MUI layak dibubarkan karena hanya ormas, bukan lembaga negara.

Kemudian seorang Romo Katholik stafsus BPIP dalam Twitternya @susetyopr membagikan video berjudul MUI Harus Berbenah, Jangan Jadi Sarang Kelompok Radikal. Sebelumnya seorang jenderal mengatakan, akan menghadapi aksi-aksi masa terkait PA 212 dengan keras ala Orde Baru. Apakah jenderal ini membayangkan peristiwa Tanjung Priok di awal 1980-an?

Ketiga pernyataan tokoh itu perlu dicermati karena banyak yang kini makin menampilkan diri sebagai penguasa, bukan pemimpin. Apalagi pengayom masyarakat. Adigang, adigung, adiguno begitu wong Jowo menyebutnya. 

Republik ini seolah akan digusur menjadi semacam Romawi di bawah Kaisar Nero. Padahal republik ini didirikan oleh Bung Karno dan para pendiri bangsa sebagai penghormatan pada publik, yaitu rakyat yang kemerdekaannya telah diproklamasikan 76 tahun silam.

Menurut UUD 1945, pemegang kedaulatan tertinggi adalah rakyat. Adalah rakyat yang memungkinkan negeri ini pantas disebut negara, setelah wilayahnya jelas melalui penyerahan kedaulatan para raja nusantara ke Republik.

Tanpa rakyat, negara ini langsung runtuh. Konsitusi menjamin hak rakyat untuk berserikat dan berkumpul dalam sebuah organisasi. Pemerintah diberi kewenangan oleh rakyat untuk mengurus negara ini demi kepentingan semua rakyat, bukan untuk melayani dirinya sendiri ataupun sebagian kecil kelompok masyarakat.

Ketiga tokoh tadi lupa prinsip-prinsip dasar republik ini. Jenderal tadi bahkan mengingkari sejarah pembentukan TNI. TNI itu sekarang besar bukan ujug-ujug. Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) itu difasilitasi Jepang dan diawaki oleh para santri dan kiai pesantren.

Faksi BKR ini disebut faksi Hizbullah. Seorang guru Muhammadiyah, Jenderal Soedirman, Bapak TNI berasal dari unsur Hizbullah ini.  Juga dari eks Peta didikan Jepang, ditambah dengan sebagian kecil eks KNIL didikan Belanda.

Penting dicermati peremehan ormas oleh Kiai Pendekar tadi. Banyak Ormas seperti Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah sudah berdiri sebelum republik ini berdiri.

Statistik menunjukkan bahwa organisasi yang paling berbahaya bagi eksistensi spesies manusia di planet bumi ini saat in bukan ormas, tapi partai politik, yaitu Partai Republik AS. Bukan ISIS, Al Qaedah, HTI, FPI, JI, apalagi MUI.

Yang mengatakan ini adalah intelektual publik yang paling berpengaruh saat ini, yaitu Prof Noam Chomsky. Di Indonesia, sudah makin jelas bahwa partai politik dan persekongkolan di antara elite parpol itu jauh lebih berbahaya dari ormas semacam MUI.

Parpol dan koalisinya yang kini berkuasa telah menciptakan berbagai undang-undang dan tafsirnya bukan untuk kepentingan publik, tapi untuk kepentingan elite parpol dan para taipan pendukung logistiknya. Ini disebut maladministrasi publik. Banyak koruptor anggota partai politik. 

Partai politik di Indonesia adalah inovasi kelembagaan paling berbahaya sejak awal abad 20 di Hindia Belanda. Parpol telah memonopoli politik. Saat itu HOS Tjokroaminoto dari Sarikat Islam adalah tokoh pejuang kemerdekaan yang sangat ditakuti pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sementara itu PKI justru banyak bekerja sama dengan pemerintah kolonial. 

Sejak kemerdekaan, kedudukan Parpol belum mendapat tempat resmi di UUD 1945. Hanya berdasar Maklumat X yang dikeluarkan Wapres M Hatta. Sejak reformasi 1998, parpol menjadi instrumen paling penting demokrasi liberal yang tidak hanya membahayakan republik, tapi kini justru mudah mengancam dan mengintimidasi rakyat pemilihnya sendiri melalui kaki-kaki tangan ulama palsu dan tentara serta aparat bersenjata yang lupa kacang dari kulitnya.

Banyak tokoh parpol sekarang justru menjadi kaki tangan kepentingan asing nekolimik seperti yang dikhawatirkan Bung Karno sendiri. 

Situasi ini tidak bisa diterima. Harus dihentikan segera. Jika tidak, taruhannya adalah masa depan republik ini. Ingatlah nasihat Kaisar Marcus Aurelius pada Jenderal Maximus, sang Gladiator: apakah mengembalikan imperium Romawi menjadi republik sebuah impian?

Kini tiba saatnya para patriot pecinta republik untuk tidak berdiam diri melihat pembajakan partai politik atas republik yang telah diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta ini.

Sekitar 50 tahun lalu PKI dibubarkan MPR karena pengkhianatannya pada republik. Segera setelah reformasi 1998 Golkar nyaris dibubarkan. Government is a necessary evil. Political party is not necessary.  Peoples are definitely not expendable, political party is.

Rosyid College of Arts, Gunung Anyar, 24/11/2021

Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version