
Berguru Bukan Bersekolah oleh Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS dan Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jawa Timur.
PWMU.CO– Hari ini kita memperingati Hari Guru Nasional. Tiba waktunya untuk melihat kembali peran guru di era digital pasca pandemi. Sudah jelas bahwa sebelum pandemi, peran guru sudah dikurangi oleh internet. Ruang Guru salah satu pengurangnya.
Internet telah melubangi tembok-tembok tinggi sekolah. Peran itu makin berkurang selama pandemi. Kita perlu memikirkan ulang peran guru dalam pendidikan kita.
Pandemi mengajarkan bahwa rumah bisa lebih berperan dalam pendidikan. Mengambil alih semua tugas-tugas pendidikan dari keluarga terbukti keliru. Bahkan tugas utama keluarga sebenarnya adalah pendidikan.
Hanya anak yang terdidik dengan baik di rumah yang mampu menghadapi guru di sekolah dengan efektif sekaligus mengurangi tugas-tugas guru yang kompleks.
Mengatakan bahwa keluarga tidak mampu mendidik tidak saja keliru tapi juga menyesatkan. Adalah tugas pemerintah dan masyarakat untuk memampukan keluarga menjadi satuan pendidikan yang efektif. Bukan malah melemahkannya.
Kinerja belajar anak sesungguhnya tidak pernah ditentukan oleh kurikulum dan sarana persekolahan. Adab dan akhlak murid lebih ditentukan terutama oleh ayah dan ibu mereka sendiri di rumah melalui teladan adab dan akhlak di rumah sehari-hari.
Kejujuran, amanah, kesetiaan, kepedulian, pengorbanan dan tanggung jawab terbaik dipelajari di rumah dari teladan orang tua. Guru di sekolah mungkin bisa memberi penguatan adab dan akhlak, serta kecakapan dan keterampilan teknis tertentu seperti Sains, dan Matematika. Guru sering terlalu disibukkan oleh tugas-tugas administratif dan teknis.
Banyak sekolah hanya menjadi tempat guru mengajar, bukan tempat murid belajar. Alam terbuka dan masyarakat bisa menjadi tempat belajar yang lebih baik daripada sekolah karena memberi pengalaman nyata pada murid.
Pengalaman tetap guru terbaik. Tugas terpenting guru bukan mengajar tapi membantu murid belajar sebagai proses memaknai pengalaman murid. Relevansi jauh lebih penting daripada mutu bagi belajar yang bermakna.
Makna terpenting bagi murid adalah kemerdekaan. Jadi tugas guru terpenting adalah membantu murid belajar merdeka. Hanya pribadi yang merdeka yang mampu mengambil tanggung jawab, mandiri, cerdas, sehat dan produktif. Itulah arti berguru.
Obsesi Mutu
Obsesi mutu berlebihan melalui standar telah meminggirkan relevansi dalam proses pembelajaran di sekolah. Keunikan murid hilang. Murid lebih sering dibandingkan dengan murid lain dengan standar itu. Padahal yang lebih penting adalah membandingkan seorang murid hari ini dengan diri murid itu sehari atau sepekan sebelumnya.
Keterampilan memaknai pengalaman murid berkembang melengkapi pertumbuhan fisik dan mental murid.
Kelemahan pokok persekolahan adalah lingkungannya yang terlalu aman dan nyaman, sehingga membosankan. Terutama bagi murid laki-laki. Di ruang-ruang kelas umumnya tidak ada tantangan yang berarti secara fisik, mental atau spiritual.
Ini adalah kurikulum tak tertulis yang justru lebih membentuk murid, bukan kurikulum yang tertulis dan guru yang berapi-api di depan kelas. Full day schools bisa menjadi tempat belajar yang terburuk bagi murid.
Guru di persekolahan gagal menyiapkan lulusan yang mandiri, bertanggung jawab, sehat dan produktif. Banyak kampus didirikan untuk menutup-nutupi kegagalan persekolahan ini. Bahkan diperlukan sebuah Permendikbud untuk melindungi mahasiswa dari bahaya kekerasan seksual.
Sebagian karena mahasiswa tidak tahu konsep aurat apalagi zina sebagai pengetahuan yang seharusnya dipelajari di rumah dan masjid dekat rumah. Akibatnya perguruan tinggi disibukkan untuk menghadapi mahasiswa yang tidak mandiri dan dewasa. Ini melemahkan tugas utama perguruan tinggi dalam rangka knowledge creation and innovation.
Suatu ketika Muhammad Rasulullah mengatakan, hanya ada dua pekerjaan di dunia ini, yaitu guru dan selain guru. Artinya, setiap orang adalah guru saat memberi teladan, dan menjadi murid saat melihat teladan. Ke depan ini, kita perlu lebih banyak belajar dan berguru, bukan bersekolah.
Rosyid College of Arts, Gunung Anyar, 25/11/2021
Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post