
Siti Bariyah, Ketua Aisyiyah Pertama; oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku KH Ahmad Dahlan: Gelegak Dakwah sang Penggerak
PWMU.CO – Siti Bariyah, bisa dibilang, perempuan beruntung. Dia bagian dari sebuah keluarga yang anggota-anggotanya suka belajar agama dan giat mendakwahkan Islam. Dia tinggal di sebuah kampung, yang di antara tokohnya sangat memperhatikan kemajuan warga kampungnya. Maka, melesatlah prestasi Siti Bariyah.
Siti Bariyah lahir di Kauman Yogyakarta pada 21 Shafar 1325 H (sekitar Maret 1907, menurut sebuah sumber). Dia putri dari Hasyim Ismail, keluarga aktivis.
Putra-putri dari Hasyim Ismail banyak yang menjadi aktivis Muhammadiyah. Selain Siti Bariyah, mereka adalah Syuja’, Fachrodin, Ki Bagus Hadikusumo, Zaini HS, Siti Munjiyah, Jasimah, dan Walidah. Siti Bariyah adalah adik Siti Moendjijah (kelak, ketika remaja, keduanya sama-sama merupakan aktivis Sapa Tresna).
Siti Bariyah paling sering diajak oleh KH Ahmad Dahlan dalam melakukan dakwah di kantor-kantor pemerintahan dan sekolah-sekolah. Tentu, karena Siti Bariyah (dan Siti Wasilah, temannya) punya nilai lebih. Siti Bariyah mahir berbahasa Belanda dan Melayu. Sementara, Siti Wasilah cakap saat membaca al-Quran.
Kombinasi kecakapan kedua murid itu dipergunakan sang guru yaitu Ahmad Dahlan dalam dakwahnya di berbagai tempat. Sebelum Ahmad Dahlan memulai ceramahmya, Siti Wasilah membacakan ayat al-Quran, lalu Siti Bariyah membaca terjemahannya dalam bahasa Melayu dan Belanda.
Cakap Belajar
Pada 1913, Siti Bariyah, Siti Wadingah, dan Siti Dawimah secara khusus diminta oleh KH Ahmad Dahlan untuk bersekolah di Neutraal Meisjes School di Ngupasan Yogyakarta (kini menjadi gedung SDN Ngupasan Jalan Reksobayan nomor 6 Yogyakarta (https://aisyiyah.or.id, akses 23/12/2021).
Hal di atas, saat itu “barang baru”. Bersekolah formal di luar kampung adalah satu hal yang baru karena pada ketika itu perempuan-perempuan Kauman Yogyakarta tidak mengenyam pendidikan formal umum.
Adapun KH Ahmad Dahlan punya argumentasi. Bwah ini sebentuk usaha bagaimana kiranya bisa memperbesar dan menguatkan peran perempuan, baik di dalam Muhammadiyah-organisasi yang didirikan Ahmad Dahhlan-ataupun di tengah-tengah masyarakat secara umum.
Tak ayal, di masa itu, meski baik tujuan Ahmad Dahlan, tapi gagasan tersebut banyak yang menentang. Tapi, program terus berjalan dan Siti Bariyah berhasil menamatkan pendidikannya dengan baik.
Ahmad Dahlan bertanggung jawab penuh. Dia jaga anak-anak perempuan-perempuan Kauman yang sekolah di luar itu. Caranya, dengan memberikan pelajaran agama lewat pengajian yang diasuhnya, yang diberi nama Sapa Tresna. Kelak, Sapa Tresna menjadi Aisyiyah.
Baca sambungan di halaman 2: Pertemuan Bersejarah
Discussion about this post