Memulai Puasa Ramadhan dengan Hisab, Bidah? Oleh Zainuddin MZ Direktur Markaz Turats Nabawi Pusat Studi Hadits.
PWMU.CO – Sewaktu saya mengisi ceramah di masjid Bendul Merisi, penulis disodori edaran yang bertajuk: Memulai Puasa Ramadhan dengan Hisab adalah Bidah.
Saya bertanya: Ddaran ini dari mana? Ada yang menjawab: Dari teman-teman Salafi. Anehnya, edaran itu tidak dicantumkan lembaga apa yang mendistribusikan, alamat redaksinya di mana, siapa penulisnya, dan berapa nomor kontak personnya. Hal seperti ini sangat penting biar edaran itu tidak dikategorikan berita hoaks, dan setiap orang bisa konsultasi jika dirasa perlu.
Saya baru memahami ketika dinas di Saudi Arabia, bahwa edaran itu tidak lebih dari terjemahan edaran yang saya dapatkan di sana. Yang intinya, memulai berpuasa Ramadhan hanya dengan dua cara. Tidak ada cara yang ketiga. Yaitu dengan cara merukyat hilal dan istikmal. Selain dua cara tersebut adalah bidah.
Akar Masalah
Semua umat Islam yang mau perpedoman dengan al-Quran dan hadits sepakat bahwa memulai berpuasa Ramadhan dan mengakhirinya didasari dalil-dalil yang memerintah merukyat hilal. Pertanyaannya, apakah dalil-dalil merukyat hilal itu masuk dalam masalah tauqifiyah atau kauniyah? Jika dikategorikan masalah tauqifiyah, maka cara merukyatnya harus secara natural, namun apabila dikategorikan masalah kauniyah, maka cara merukyatnya bergantung kepada cara yang lebih efektif untuk dapat meyakini datangnya awal atau akhir Ramadhan.
Dalil Merukyat Hilal
Dalil yang menjelaskan merukyat hilal adalah al-Quran dan hadits yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat.
Firman Allah SWT Al-Baqarah 185
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. (al-Baqarah 185).
Hadits Abu Hurairah RA
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ) (فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ) (وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ) (فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا) (ثُمَّ أَفْطِرُوا)
Dinarasikan Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda: (Mulailah berpuasa Ramadhan dengan merukyat hilal) (Jika pandangan kalian terhalang awan, maka sempurnakan bilangan bulan Syaban tiga puluh hari) (Berbukalah—akhirilah puasa Ramadhan— juga dengan me-rukyat hilal) (Jika pandangan kalian terhalang awan, berpuasalah Ramadhan sebanyak tiga puluh hari) (kemudian berbukalah). (HR Bukhari: 1810; Muslim: 1081; Tirmidzi: 684; Nasai: 2119, 2138; Ibnu Majah: 1655; Ahmad: 7507, 7851, 9652).
Hadits Abu Hurairah RA
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تُقَدِّمُوْا الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يُوَافِقَ ذَلِكَ صَوْمًا كَانَ يَصُوْمُهُ أَحَدُكُمْ صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوْا ثَلاَثِيْنَ ثُمَّ أَفْطِرُوْا
Dinarasikan Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kalian mendahului berpuasa Ramadhan sehari atau dua hari, kecuali jika ada kebiasaan puasa pada keduanya. Mulailah berpuasa dengan merukyat hilal dan berbukalah dengan merukyatnya. Jika pandangan kalian ter-halang awan, maka sempurnakan hitungannya tiga puluh hari lalu berbukalah. (HR Tirmidzi: 684; Ahmad: 10455; Baihaqi: 7733; Daraqutni: 2/159).
Hadits Abu Hurairah RA
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلشَّهْرُ يَكُوْنُ تِسْعَةَ وَعِشْرِيْنَ وَيَكُوْنُ ثَلاَثِيْنَ فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا الْعِدَّةَ
Dinarasikan Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Hitungan bulan kadang tiga puluh hari dan kadang dua puluh sembilan hari. Jika kalian telah meru’yatnya maka berpuasalah dan jika kalian merukyatnya maka berbukalah. Jika pandanganmu terhalang awan maka sempurnakan hitungan-nya. (HR Nasai: 2138)
Hadits Abu Hurairah RA
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ
Dinarasikan Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bersabda: Berpuasalah dengan merukyat hilal dan berbulakah dengan me-rukyat-nya. Jika pandanganmu terhalang awan, maka sempurnakan bulan Syaban tiga puluh hari. (HR Bukhari: 1810; Muslim: 1081; Ibnu Hibban: 3457; Nasai: 2117; Ahmad: 9552.
Hadits Abdurrahman bin Zaid
عَنْ الْحُسَيْنِ بْنِ الْحَارِثِ الْجَدَلِيِّ قَالَ: خَطَبَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ الْخَطَّابِ فِي الْيَوْمِ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ, فَقَالَ: أَلَا إِنِّي قَدْ جَالَسْتُ أَصْحَابَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَأَلْتُهُمْ, أَلَا وَإِنَّهُمْ حَدَّثُونِي أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ, وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ, وانْسُكُوا لَهَا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَتِمُّوا ثَلَاثِينَ, وَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ مُسْلِمَانِ [ذَوَا عَدْلٍ] فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا
Husain bin Harits al-Jadali berkata: Abdurrahman bin Zaid bin Khatthab ber-pidato di hari yang diragukan: Ketahuilah aku telah mendampingi para sahabat Nabi dan bertanya kepada mereka. Mereka meriwa-yatkan kepadaku bahwa Rasulullah SAW bersabda: Mulailah berpuasa dengan merukyat hilal, dan akhirilah dengan merukyatnya, lakukan peribadatan padanya. Jika pandangan kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah tiga puluh hari. Jika ada dua orang yang adil telah menyaksikan hilal, maka berpuasalah dan berbukalah. (HRNasai: 2116; Nasai dalam Kubra: 2426; Ahmad: 18915; Daraqutni: 2/167, hadits: 3.
Hadits Ibnu Umar RA
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُوْنَ فَلاَ تَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوْهُ وَلاَ تُفْطِرُوْا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا الْعِدَّةَ ثَلاَثِيْنَ
Dinarasikan Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: Hitungan bulan itu dua puluh sembilan hari. Janganlah kalian memulai berpuasa sehingga merukyat hilal dan jangan berbuka sehingga kalian merukyat hilal. Jika pandangan kalian tertutup awan, maka sempurnakan bilangannya tiga puluh hari. (HR Bukhari: 1808; Muslim: 1080; Ibnu Khuzaimah: 1907; Ibnu Hibban: 3393; Abu Dawud: 2320; Ahmad: 4488; Malik: 631; Syafii: 1/103)
Hadits Ibnu Umar RA
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلشَّهْرُ ثَلاَثُوْنَ وَالشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُوْنَ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوْا ثَلاَثِيْنَ
Dinarasikan Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: Hitungan bulan itu kadang tiga puluh hari dan kadang dua puluh sembilan hari. Jika pandangan kalian terhalang awan, maka sempurnakan tiga puluh hari. (HR Ibnu Hibban: 3451)
Hadits Ibnu Umar RA
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا وَعَقَدَ إِبْهَامَهُ فِى الثَّالِثَةِ صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أَغْمَى عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا ثَلاَثِيْنَ
Dinarasikan Ibnu Umar RA Rasulullah SAW bersabda: Hitungan bulan itu segini, segini dan segini (dengan membukakan semua jarinya), dan beliau melipatkan ibu jarinya pada yang ketiga kalinya (yakni sebanyak dua puluh sembilan hari). Maka mulailah berpuasa dengan merukyat hilal dan berbukalah dengan merukyatnya. Jika pandangan kalian terhalang awan, maka prediksikan tiga puluh hari. (HR Muslim: 1080; Nasai: 2142; Baihaqi: 7719)
Hadits Ibnu Umar RA
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ
Dinarasikan Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: Mulailah berpuasa dengan merukyat hilal dan berbukalah dengan merukyatnya. Jika pandangan kalian terhalang awan, maka prediksikan tiga puluh hari. (HR Thayalisi: 1810)
Hadits Ibnu Abbas RA
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ حَالَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ سَحَابٌ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ عِدَّةُ شَعْبَانَ وَلاَ تَسْتَقْبِلُوْا الشَّهْرَ اِسْتِقْبَالاً وَلاَ تَصِلُوْا رَمَضَانَ بِيَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ
Dinarasikan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda: Mulailah berpuasa dengan merukyat hilal dan berbukalah dengan merukyat hilal. Jika pandanganmu terhalang awan maka sempurnakan hitugan bulan Syaban, janganlah mendahuluinya dan jangan pula menggabungkan puasa Ramadhan dengan puasa sehari di bulan Syaban. (HR Nasai: 2189; Darimi: 1683; Ahmad: 1985; Thayalisi: 2671)
Hadits Ibnu Abbas RA
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ
Dinarasikan Ibnu Abbas RA Rasulullah SAW bersabda: Berpuasalah dengan merukyat hilal dan berpulakah dengan merukyatnya. Jika pandanganmu terhalang awan, maka sempurnakan bulan Syaban tiga puluh hari. (HR Nasai: 2124)
Hadits Ibnu Abbas RA
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تُقَدِّمُوْا الشَّهْرَ بِصِيَامِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ شَىْءٌ يَصُوْمُهُ أَحَدِكُمْ وَلاَ تَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوْهُ ثُمَّ صُوْمُوْا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ حَالَ دُوْنَهُ غَمَامَةٌ فَأَتِمُّوْا الْعِدَّةَ ثَلاَثِيْنَ ثُمَّ أَفْطِرُوْا وَالشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُوْنَ
Dinarasikan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kalian mendahului berpuasa sehari atau dua hari kecuali jika bertepatan dengan kebiasaan berpuasamu. Janganlah kalian berpuasa sehingga merukyat hilal. Jika pandanganmu terhalang awan, maka sempurnakan hitungannya tiga puluh hari kemudian berbukalah. Dan bulan itu sebanyak dua puluh sembilan hari. (HR Abu Dawud: 2327; Baihaqi: 7737)
Hadits Barra’ RA
عَنِ الْبَرَّاءِ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ
Dinarasikan Barra’ RA, Rasulullah saw. bersabda: Berpuasalah dengan merukyat hilal dan berpulakah dengan merukyatnya. Jika pandanganmu terhalang awan, maka sempurnakan bulan Syaban tiga puluh hari. (HR Thabrani: 1175)
Hadits Abu Bakrah RA
عَنْ أَبِى بَكْرَةَ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ
Dinarasikan Abu Bakrah RA, Rasulullah SAW bersabda: Berpuasalah dengan merukyat hilal dan berbulakah dengan merukyatnya. Jika pandanganmu terhalang awan, maka sempurnakan bulan Syaban tiga puluh hari. (HR Baihaqi: 7727; Bazzar: 3646; Thayalisi: 873)
Hadits Adi bin Hatim RA
وَعَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَصُمْ ثَلَاثينَ, إِلَّا أَنْ تَرَى الْهِلالَ قَبْلَ ذَلِكَ
Adi bin Hatim RA berkata: Nabi SAW bersabda padaku: Jika datang bulan Ramadhan, maka berpuasalah tiga puluh hari, kecuali jika anda telah meru’yat hilal sebelumnya. (HR Thabrani dalam Kabir: 17/78, hadits: 171. Thahawi dalam Musykilah Atsar: 501. Periksa Shahihah: 1308)
Hadits Sa’ad bin Abi Waqas RA
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِى وَقَّاصٍ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلشَّهْرُ ثَلاَثُوْنَ وَالشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُوْنَ فَإِن غُمَّ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوْا ثَلاَثِيْنَ
Dinarasikan Sa’ad bin Abi Waqas RA, Rasulullah SAW bersabda: Hitungan bulan itu kadang tiga puluh hari dan kadang dua puluh sembilan hari. Jika pandangan kalian ter-halang awan, maka sempurnakan tiga puluh hari. (HR Dailami: 3668).
Kelompok yang Membidahkan Hisab
Kelompok yang membiahkan hisab memandang hadits itu masuk kategori taufiqiyah, sehingga cara merukyat hilal harus sesuai dengan cara Rasulullah SAW dan shalafu salihsebagaimana peribadatan-peribadatan tauqifiyah lainnya.
Dalam kajian teks hadits, memang tidak pernah ditemukan memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan dengan menggunakan hisab. Jika dibenarkan, maka Rasulullah SAW dan shalafu salih yang harus memberi keteladanan. Karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAWdan tidak pernah dilakukan oleh shalafu salih, maka cara memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan dengan hisab adalah bidah. Dan setiap yang bidah adalah sesat, dan setiap yang sesat adalah di neraka.
Pada saat hendak tenggelamnya matahari di hari yang kedua puluh sembilan Syaban disyariatkan untuk merukyat hilal. Jika hilal telah tampak, maka esok harinya memulai puasa Ramadhan. Demikian pula pada saat hendak tenggelamnya matahari di hari yang kedua puluh sembilan Ramadhan disyariat-kan untuk me-rukyat hilal lagi. Jika hilal telah tampak, maka esok harinya mengakhiri puasa Ramadhan dan menikmati hari raya Fitri, namun jika hilal terhalang awan atau apapun, maka solusinya adalah istikmal. Yakni menggenapkan puasa Ramadhan sebanyak tiga puluh hari. Hanya dengan dua cara itulah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW sejak awal disyariatkannya dan berlaku sampai datangnya hari kiamat.
Kelompok yang Menggunakan Hisab
Kelompok yang menggunakan metode hisab memandang hadits rukyat bukanlah kategori tauqifiyah, melainkan kauniyah. Sehingga pesan moral dari Rasulullah, kelak kalian harus lebih mengerti bagamana cara merukyat yang lebih efektif, efesien, dan akurat.
Subtansi yang dimaksudkan Rasulullah SAW agar setiap Muslim dapat meyakini kapan datangnya awal dan akhir buan Ramadhan. Oleh sebab itu Nabi SAW memberi warninguntuk tidak mendahuluinya walaupun sehari atau dua hari sebelum masuknya bulan Ramadhan.
Kelompok ini terbagi dua. Mereka yang berkeyakinan wujudul hilal dan kelompok imkan rukyat sehingga ketinggian hilal menjadi dilamatis bagi mereka. Kenapa harus ada kriteria 5 derajat, 3 detajat, 2 derajat dan seterusnya? Bukankah substansi rukyat itu telah diyakini datangnya awal bulan Ramadhan? Mata bisa terhalang karena mendung, hujan, gunung, hutan, kondisi geografis, kelembaban udara dan sebagainya sehingga untuk melihat kesejatian ufuk di Indonesia tidaklah mudah, sedemikian pula untuk merukyat hilal itu sendiri.
Kalau kita hidup di zaman Rasulullah, untuk merukyat hilal hanya karena terhalang awan saja, maka sering mengalami kegagalan. Namun dewasa ini, asalkan ketinggian sudah lumayan, jangankan ada awan tebal, adanya turunnya hujan yang lebat pun hilal dapat terdeteksi. Semestinya jika konsisten memahami hadits-hadits rukyat masuk kategori tauqifiyah, dewasa ini pun merukyatnya harus dengan mata telanjang, tidak boleh menggunakan teknologi yang canggih. Karena cara seperti ini sama hanya dengan memodifikasi dan merekaya tuntunan yang juga tergolong amalan bidah, dan semua yang bidah di neraka.
Berbeda dengan kelompok yang memahami hadits rukyat hilal tidak masuk kategori hadits tauqifiyah, melainkan masuk kategori hadits kauniyat. Maka cara merukyatnya dengan bantuan keilmuan dan teknologi. Berbagaimacam keilmuan seperti ilmu falak, astronomi, kosmografi, geografi dan sebagainya dapat dijadikan acuan untuk menentukan awal kalender hijriah. Yakni dengan mengandalkan hitungan yang detail yang dalam bahasa keilmuan disebut hisab.
Qarinah yang mempertajam hadits rukyat hilal masuk dalam kategori kauniyah datang dari Nabi SAW sendiri. Karena pada periode beliau dan shalafu salih memang belum ditemukan ilmu hisab.
Hadits Ibnu Umar RA
وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (ذَكَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ فَقَالَ:) (إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ, لَا نَكْتُبُ, وَلَا نَحْسُبُ) (الشَّهْرُ هَكَذَا, وَهَكَذَا, وَهَكَذَا يَعْنِي: ثَلَاثِينَ ثُمَّ قَالَ: وَهَكَذَا وَهَكَذَا, وَهَكَذَا, وَقَبَضَ إِبْهَامَهُ فِي الثَّالِثَةِ يَعْنِي: تِسْعًا وَعِشْرِينَ يَقُولُ: مَرَّةً يَكُونُ ثَلَاثِينَ, وَمَرَّةً تِسْعًا وَعِشْرِينَ)
Dinarasikan Ibnu Umar RA, Nabi SAW bersabda (Rasulullah menyebutkan bulan Ramadhan) (kami adalah umat yang ummi, tidak pandai menulis dan tidak pandai meng-hisab) (Bulan itu begini, begini, dan begini, yakni 30 hari. Kemudian beliau bersabda, begini, begini, dan begini, sambil melipatkan ibu jarinya, yakni 29 hari. Maka kadang bulan itu berumur 30 hari dan kadang berumur 29 hari). HR Bukhari: 1814, 4886; Muslim: 1080; Nasai: 2140.
Firman Allah SWT Al-A’raf 157
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Yaitu orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an). Mereka itulah orang-orang yang beruntung. (al-A’raf: 157).
Perintah Belajar Ilmu Hisab
Sementara itu, ditemukan banyak teks agar umat ke depan mempelajari ilmu hisab, supaya mereka dapat mengetahui waktu-waktu ritual yang terkait dengannya, istilah saya agar mereka dapat membuat kalender.
Firman Allah SWT Al-Baqarah 189
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji. Bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu ber-untung. (al-Baqarah: 189).
Firman Allah SWT Yunus 5
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu menge-tahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Yunus: 5).
Firman Allah SWT Al-Isra 12
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا
Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas. (al-Isra’: 12).
Firman Allah SWT Al-Anam 96
فَالِقُ الْإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (al-An’am: 96).
Firman Allah SWT Ar-Rahman 5-7
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ وَالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). (ar-Rahman: 5-7).
Firman Allah SWT Al-Anbiya’ 33
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (al-Anbiya’: 33)
Firman Allah SWT Yasin 39-40
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
Telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin: 39-40)
Hadits Abu Hurairah RA
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهٌ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَحْصُوا هِلَالَ شَعْبَانَ لِرَمَضَانَ
Dinarasikan Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Prediksikanlah hilal Syaban untuk memasuki awal Ramadhan. (HR Hakim: 1548; Tirmidzi: 687; Baihaqi: 7729; Thabrani dalam Ausath: 8242).
Semua pesan Allah dan Rasul-Nya di atas memerintah agar umat mempelajari ilmu geografi, ilmu astronomi, ilmu kosmografi, ilmu falak yang ending-nya adalah ilmu hisab. Dengan ilmu hisab itulah umat dapat mengetahui berbagai jenis ibadat yang ada kaitan dengan waktu, apakah untuk puasa Ramadhan, puasa Syawal, puasa Arafah, puasa Asyura, puasa bidh (tiga hari tengah Qamariyah), shalat Subuh, shalat Ashar, shalat Maghrib, shalat Isya’, shalat Idul Fitri, shalat Idul Adha, tarwiyah di Mina, wukuf di Arafah, dan sebagainya.
Istilah penulis, dapat membuat kalender tahunan bukan bulanan. Namun sampai masa salafu saleh ilmu itu belum juga dikuasai umat Islam, sehingga jangankan salafu saleh, para imam mujtahid yang empat pun belum pernah mengenalnya.
Macam-Macam Rukyat
Dalam kajian hadits ditemukan beragam rukyat. Misalnya untuk mengumandangkan adzan Subuh harus merukyat fajar shadiq, untuk mengumandangkan adzan Dhuhur harus merukyat bayang-bayang, untuk mengumandangkan adzan Ashar juga merukyat bayang-bayang, untuk menguman-dangkan adzan Maghrib harus merukyat tenggelamnya matahari, untuk menguman-dangkan adzan Isya’ harus merukyat hilangnya syafaq, ingin menikahi wanita diizinkan merukyat wanita yang hendak dilamarnya dan sebagainya.
Jadi syariat Islam bukan hanya merukyat hilal. Jika hadits rukyat hilal dipahami tauqifiyah, maka konsekuensinya seluruh hadits rukyat harus juga dipahami taqifiyah. Alangkah susahnya adzan-adzan tersebut jika harus dimulai dengan merukyat natural, apalagi bagi bangsa Indonesia yang sering mendung dan turun hujan. Di masjid Nabawi saya menyaksikan jadwal shalat pada monitor raksasa dengan ilmu hisab, bahkan semula aplikasi waktu shalat di media sosial juga menggunakan ilmu hisab. Lalu apa salahnya untuk mengetahui awal Ramadhan juga dengan ilmu hisab?
Catatan Akhir
Di Jakarta, di gedung AQL Tebet, saya didapuk untuk memimpin shalat gerhana bulan dan ceramahnya oleh teman salafi. Saya bertanya: bukankah malam ini hujan deras? Bagaimana kita shalat gerhana, padahal secara natural kita tidak dapat merukyat gerhana bulannya.
Teman salafi balik bertanya: apa ustadz tidak yakin saat ini di wilayah ini sedang terjadi gerhana bulan?
Saya menjawab: sangat yakin, karena dengan ilmu hisab orang dapat mengetahui kapan di wilayah tertentu terjadi gerhana bulan. Bukankah menurut anda hisab itu bidah. Semestinya lihatlah dengan mata telanjang terlebih dahulu, apakah di wilayah ini betul-betul tampak gerhana bulannya? Jika tidak tampak dengan mata telanjang lantaran mendung atau hujan deras, maka janganlah anda melakukan shalat gerhana! Karena gerhana bulannya tidak tampak, sementara syariat shalat gerhana bulan jika anda melihatnya dengan mata telanjang, tidak dengan ilmu hisab dan teknologi. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Artikel ini diambil dari buku berjudul Memulai Puasa Ramadhan dengan Hisab, Bidahkah? Atas persetujuan penulisnya: Dr Zainuddin MZ. Penerbit Markaz Turats NabawiPusat Studi Hadits.