PWMU.CO – Tiga komponen memiliki peran penting dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH), yakni Perguruan Tinggi, Ormas Islam, dan Pesantren.
Hal itu disampaikan Ustadz Fakhruddin Arrozi pada acara pelatihan pendamping PPH (Proses Produk Halal) yang digelar Halal Center Universitas Muhammadiyah Lamongan (Umla) pada hari Rabu sampai Jum’at (20-21/4/2022) di Auditorium Budi Utomo.
Sebagai pemateri pertama, Ustadz Fakhruddin Arrozi menyampaikan materi tentang Peran Perguruan Tinggi, Ormas Islam dan pesantren dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH).
Status Kehalalan Harus Jelas
Dia mengatakan, menurut ajaran islam, penentuan kehalalan atau keharaman sesuatu tidak dapat didasarkan hanya pada asumsi atau rasa suka dan tidak suka.
“Sebab, tindakan demikian dipandang sebagai tahakkum (التحكم) dan perbuatan dusta atas nama Allah yang sangat dilarang agama,” jelasnya.
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوْا بِاللهِ مَالَمْ يُنَـزِّلْ بِهِ سُـلْطَانًا وَأَنْ تَقُوْلُوْا عَلَىاللهِ مَالاَتَعْلَمُوْنَ (الأعراف: 33)
“Katakanlah, ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan dengan Allah sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’ (QS. al-A`raf [7]: 33).
Fakhruddin menambahkan, halal lebih dari sekedar mutu, karena itu tidak heran kalau non muslim di dunia pun menganggap produk halal dan thayib merupakan jaminan mutu. Berbeda dengan sistem mutu lain. Halal tidak mengenal ambang batas waktu.
“Kalau ada pengamanan pangan tapi masih dimungkinkan adanya bahan berbahaya, cemaran mikroba asal di bawah ambang batas tertentu, pada konsep halal tidak dibolehkan masuknya bahan haram pada level beberapa pun. Pilihannya hanya halal atau haram,” tegasnya.
Kalau status kehalalannya tidak atau belum jelas (samar-samar syubhat) maka harus diperjelas melalui sertifikasi halal oleh lembaga yang berkompeten dan yang berwenang.
Fakhruddin pun menyitir sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Sesuatu yang halal telah jelas dan yang haram juga telah jelas, dan di antara keduanya ada perkara syubhat (samar-samar). Barangsiapa menjaga diri dari perkara yang syubhat itu berarti ia telah menjaga agama dan kehormatannya
Penyelenggaraan JPH
Dosen S1 Ekonomi Syariah Umla tersebut menambahkan, penyelenggaraan JPH di Indonesia merupakan kerja bersama dari semua pihak terkait dalam penguatan pelaksanaan JPH bagi masyarakat domestik dan dunia.
“Regulasi JPH memberikan peran yang luas bagi perguruan tinggi, ormas islam dan pesantren dalam penyelengaraan JPH,” ungkapnya.
Peran perguruan tinggi, Ormas islam dan pesantren menurutnya antara lain, pertama, melakukan sosialisasi dan edukasi JPH bagi masyarakat melalui halal center.
“Tiga komponen ini sebagai institusi yang mempunyai SDM intelektualitas dan memiliki sumber daya lainnya yang potensial untuk melaksanakan peran tersebut,” ungkapnya.
Kedua, melakukan riset produk halal (khusus bagi PT) dalam penyusunan regulasi JPH, dibutuhkan hasil penelitian yang mendukung penyusunan regulasi JPH.
Ketiga, pendirian LPH. Dalam hal ini, Perguruan Tinggi, Ormas Islam dan Pesantren
dapat menjadi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang membantu pemeriksaan (audit) dan pengujian produk halal (Pasal 24 dst PP39/2021).
Keempat, penyelenggaraan pelatihan dan sertifikasi kompetensi, yakni Perguruan Tinggi, Ormas Islam dan Pesantren dapat menyelenggarakan pelatihan auditor halal, penyedia halal dan pendamping PPH serta kegiatan pelatihan lainnya yang mendukung kompetensi personil yang terlibat dalam penyelenggaraan JPH. Hal ini terangkum dalam Pasal 41 dst dan 54 dst PP39/2021.(*)
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni