
Bila Seorang Mukmin Berbuat Dosa; Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits riwayat Thabrani.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَا مِنْ عَبْدٍ مُؤْمِنٍ إِلا وَلَهُ ذَنْبٌ يَعْتادُهُ الْفَيْنَةَ بَعْدَ الْفَيْنَةِ, أَوْ ذَنْبٌ هُوَ مُقِيمٌ عَلَيْهِ لا يُفَارِقُهُ حَتَّى يُفَارِقَ, إِنَّ الْمُؤْمِنَ خُلِقَ مُفْتَنًا تَوَّابًا نَسِيًّا إِذَا ذُكِّرَ ذَكَرَ.أخرجه الطبراني في “المعجم الكبير” وصححه الألباني رحمه الله في “السلسلة الصحيحة”
Dari Ibnu ‘Abbas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang Muslim melainkan padanya terdapat sebuah dosa yang selalu dilakukannya waktu demi waktu atau sebuah dosa yang menetap pada dirinya. Tidaklah dosa itu lepas dari dirinya sampai dia menginggal dunia. Sesungguhnya seorang Mukmin diciptakan dalam keadaan sering mendapatkan ujian, sering bertaubat, sering lupa, dan jika diingatkan segera ingat.” (HR Thabrani)
Tiada Manusia Sempurna
Seorang Mukmin dengan keimanannya kepada Allah maka ia selalu merasa bersama Allah. Hadits di atas Rasululah menjelaskan bahwa seorang Mukmin kadang benar kadang juga salah, bahkan adakalanya dosa itu menetap padanya sampai ia meninggal dunia. Keadaan ini menunjukkan masih manusiawi bagi seorang Mukmin.
Tiada kesempurnaan bagi seorang Mukmin dalam kehidupannya. Maka ketika seseorang mencari seorang Mukmin yang sempurna tentu tidak akan menemukannya. Di balik keshalihannya tentu ada juga kekurangannya. Demikian pula ketika mereka kelihatan sebagai orang yang fajir, tentu juga masih ada kebaikannya.
Hanya Rasulullah yang merupakan manusia sempurna atau insan kamil, karena beliau langsung mendapatkan bimbingan dari Allah Subhanahu wa Taala. Sekalipun pernah melakukan kesalahan Allah langsung menegurnya, sehingga saat itu pula kesalahan itu menjadi benar kembali.
Dalam satu kasus misalnya, ketika Rasulullah sedang memenerima tamu yang notabeneorang terpandang di masyarakat. Saat itu pula datang seorang sahabat beliau yang buta. Maka Rasulullah bermuka masam dan berpaling. Allah menegurnya dalam sebagaimana dalam surah ‘Abasa:
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ ١ أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ ٢ وَمَا يُدۡرِيكَ لَعَلَّهُۥ يَزَّكَّىٰٓ ٣ أَوۡ يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ ٱلذِّكۡرَىٰٓ ٤
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? (‘Abasa: 1–4)
Ayat ini sekaligus menandaskan bahwa kita tidak boleh membeda-bedakan manusia berdasar status sosialnya di masyarakat. Semua harus diperlakukan sama baik dalam memuliakan dan juga menghormatinya. Dan memang system kasta telah dihapus sedemikian rupa dalam islam. Karena kasta seringkali membedakan manusia dari factor-faktor duniawi yang sebenarnya amanah Allah yang sengaja dirampas oleh manusia.
Baca sambungan di halaman 2: Mendapat Ujian
Discussion about this post