Ramadhan dan momentum optimalisasi peran masjid, opini Akhmad Faozan, guru SD Muhammadiyah Kriyan, Kalinyamatan, Jepara, Jawa Tengah.
PWMU.CO – Ramadhan yang tingggal beberapa hari terakhir ini seakan menghadirkan suasana dengan sarat kedamaian di tengah masyarakat. Walaupun edaran dari pemerintah agar menjaga ketat dengan membatasi kegiatan keagamaan selama Ramadhan, namun masyarakat bergeming tak menghiraukan.
Begitu juga himbauan agar tokoh masyarakat di lembaga-lembaga, dinas atau takmir masjid untuk mengatur dengan ketat kegiatan bukber. Padahal keadaan dan kondisi di tingkat bawah menunjukkan masyarakat seakan sudah melupakan pandemi.
Masyarakat sudah mensikapi keadaan pandemi ini dengan normal seperti sedia kala. Tampak di sebagian besar masyarakat sangat antusias mempersiapkan Ramadhan karim tahun 1443 H, ini penuh dengan nuansa yang sangat syiar dan bernilai.
Seiring dengan berjalannya waktu, nilai-nilai Ramadhan sudah mulai terasa merasuk ke dalam jiwa, beriringan dengan irama keberagamaan keseharian yang penampakannya makin religius. Bagaimana tidak, panggilan Allah lewat ayat puasa seakan masyarakat tak terkecuali ikut larut mengikuti irama sistematika yang dibuat langsung penjadwalannya oleh Sang Skenario kehidupan, Allah yang Maha Rahman.
Semarak Ramadhan memang sudah dinanti jauh-jauh hari dan telah memengaruhi jadwal dinas, sehingga pemangku kebijakan pun menyesuaikan jadwal dengan menyikapi kehadirannya, tak kecuali dari pengurus takmir masjid dan mushala.
Takmir masjid dan mushala pun sepertinya sudah membenahi kekurangan di tahun-tahun kemarin dengan semakin banyak membekali diri dengan berbagai ragam, mulai dari memusyawarahkan dengan jamaah, juga ada perubahan dalam orientasi serta misinya.
Perubahan yang dirasakan masyarakat ialah sudah mengarah kepada pelayanan ke jamaah. Penulis memantau adanya perubahan signifikan dari tahun ke tahun. Perubahan dari tahun sebelumnya sudah terlihat adanya peningkatan pelayanan kepada jamaah.
Ramadhan dan Momentum Pengelolaan Masjid
Misalnya, kepengelolaan dalam mengurus berbuka puasa, mulai dari beragamnya materi kajian menjelang berbuka dengan ustaz yang tidak hanya satu, juga kepengelolaan menu makan takjil. Hal ini barangkali seperti yang pernah tersampaikan oleh Muhammad Jazir, yaitu takmir masjid Jogokaryan yaitu masjid percontohan dari segi manajemen atau pengelolaan yang sangat memperhatikan dalam hal pelayanan.
Sehingga ke depan, masjid dan mushala Muhammadiyah perlu ditekankan oleh seluruh takmir dan pemangku amanah untuk menjalankan roda operasional masjid dan mushala. Pelayanan bukan hanya dikhususkan kepada jamaah internal, tetapi jamaah dari luar pun perlu untuk diperhatikan.
Dalam tulisan ini, bukan fokus pada pelayanan yang terkait dengan fasilitasi kepada jamaah, namun lebih kepada perhatian pemberdayaan jamaah. Tujuannya, agar lebih merasa terpanggil dan merasa nikmat dan puas kalau shalat ada keinginan kuat selalu melaksanakannya di masjid.
Hal seperti ini menurut penulis adalah bagian dari pelayanan kepada jamaah, sehingga ketika belum sering ke masjid akhirnya selalu ke masjid. Pemberdayaan jamaah agar rajin dan merasa termotivasi dan keterpanggilannya untuk terbangun mindset-nya “aku ingin selalu pergi ke masjid saat salat”.
Bila jamaah sudah terpola mindsetnya untuk terus menjaga diri dan hatinya terpaut dengan masjid dan antar hati dengan jamaah lain. Maka inilah misi pelayanan masjid yang berhasil. Maaf, barangkali ada pula masjid yang banyak jamaahnya di setiap shalat wajib, namun hati para pengurus takmir dengan jamaahnya tak terpaut.
Alhasil, kondisi jamaahnya seperti masih terasa kering. Mereka memang shalat jamaah, namun hatinya kosong dari rasa kangen dengan jamaah lain. Jelas ada komunikasi dan hati yang terjeda.
Mengikat Jamaah
Ideal sekali contoh dari junjungan kita kanjeng nabi Muhammad utusan Allah. Beliau di saat membangun motivasi jamaah karena beliau sudah mengikatkan hati beliau kepada jamaah atau sahabatnya, di saat ada satu jamaah yang saat itu tidak kelihatan batang hidungnya, lalu beliau menanyakan kepada sahabat lain, seperti Tsa’labah yang suatu saat tidak hadir ke masjid karena sibuknya mengurus hewan piaraannya.
Dalam hal ini sangat penting memerankan takmir masjid adalah mereka yang tidak sekadar mau, namun terus berbekal dan mengasah hati agar mau dan ridha-ikhlas menerima jamaah lain benar-benar saudara seiman kita yang kelak pasti akan dipertemukan oleh Allah di saat yaumul hisab.
Sehingga kondisi hati yang sudah ngeklik dengan jamaah lainnya, menandakan kalau inti dari maksud berjamaah ke masjid adalah menguatkan ikatan hati untuk rela bersaudara dengan jamaah lainnya. Pertanyaannya, seperti itukah hati kita saat ini? Pertanyaan ini menjadikan dasar berpikir untuk mengembangkan masjid dari sisi penguatan jamaah.
Ramadhan dan Momentum Mewujudkan Kebersamaan
Ramadhan dengan taburan rahmah dari Allah Swt. memberikan hikmah inspiratif kepada kita untuk mengejawantahkan dalam memaksimalkan ramadhan tahun ini. Para pengurus takmir beramai-ramai menyuguhkan program berhubungan dengan Ramadhan. Mereka para pengurus takmir sudah berubah dari sisi orientasinya, mereka menekankan pada pelayanan kepada jamaah.
Seperti memberikan pelayanan saat berbuka, musafir pun sudah mulai dipikirkannya. Hal ini menunjukkan lebih meluasnya pola pikir dari segi objek pelayanan. Penampakan seperti ini dapat dilihat di masjid-masjid di sebagian pinggiran kota.
Ada takmir masjid dengan misi perubahan pelayanan jamaah berbekal dengan ngangsu kaweruh sampai kota Gudeg, Masjid Jogokaryan, Yogyakarta. Sebenarnya bukan hanya pengurusnya yang menguat untuk perubahan ini, tetapi karena jamaahlah yang menghendaki untuk terus menerus bersama dalam jamaah. Sehingga mereka yang sudah merasa kering dari nilai persaudaraan dan kebersamaan yang abadi, mereka ingin agar masjid memfasilitasi dengan program membangun jamaah.
Memupuk Empati
Nah, ketika Ramadhan tahun ini Allah memberikan kesempatan untuk menikmatinya, seperti ada harapan agar tidak berlalu begitu saja. Karena Ramadhan dapat menjadikan kita untuk dapat hadir di tengah kebuntuan dan terjedanya komunikasi antar jamaah.
Tidak lepas begitu saja, seusai jamaah atau aktivitas lain di masjid tetapi ada bekas dalam hati, yaitu rasa kangen. Kondisi yang kadang muncul dan hadir dalam benak pikiran sebagian jamah suatu masjid adalah masih adanya jurang pemisah dia yang kaya kok, kami orang tak berkecukupan, tak pantas mengharapkan banyak akan perubahan.
Padahal di saat Allah menyatukan dengan perintah berpuasa, adalah bukan sekadar menjaga rasa lapar dan dahaga hingga maghrib tiba. Namun lebih kepada saling merasakan apa yang dirasakan oleh saudara kita yang belum atau tidak sama perasaan kita hari ini yang berlimpah dan berkecukupan, dibandingkan dengan mereka yang baru dirundung kesulitan ekonomi. Terbangunnya rasa empati adalah bagian dari maksud dan tujuan untuk berpuasa.
Nilai penting ini, hendaknya terpatri dalam hati para jamaah, agar hiruk pikuk Ramadhan dengan beramai-ramainya jamaah memadati masjid mushala menjadi bagian dari membumikan misi Ilahi, “bersama-sama menyemarakkan Ramadhan dengan penuh kekhusyuan dan mendamaikan hati”. Sehingga selama ini masjid yang memiliki begitu kuat potensi dalam pengembangan jamaah dapat dengan mudah terwujud. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.